NovelToon NovelToon
Rahasia Kakak Ipar

Rahasia Kakak Ipar

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / CEO / Hamil di luar nikah / Cinta Terlarang / Cinta Seiring Waktu / Konflik etika
Popularitas:104.9k
Nilai: 5
Nama Author: Mommy Ghina

Satu malam yang kelam … mengubah segalanya.

Lidya Calista, 23 tahun, gadis polos, yang selama ini hanya bisa mengagumi pria yang mustahil dimilikinya—Arjuna Adiwongso, 32 tahun, suami dari kakaknya sendiri, sekaligus bos di kantornya—tak pernah membayangkan hidupnya akan hancur dalam sekejap. Sebuah jebakan licik dalam permainan bisnis menyeretnya ke ranjang yang salah, merenggut kehormatannya, dan meninggalkan luka yang tak bisa ia sembuhkan.

Arjuna Adiwongso, lelaki berkuasa yang terbiasa mengendalikan segalanya. Ia meminta adik iparnya untuk menyimpan rahasia satu malam, demi rumah tangganya dengan Eliza—kakaknya Lidya. Bahkan, ia memberikan sejumlah uang tutup mulut. Tanpa Arjuna sadari, hati Lidya semakin sakit, walau ia tidak akan pernah minta pertanggung jawaban pada kakak iparnya.

Akhirnya, gadis itu memilih untuk berhenti kerja, dan menjauh pergi dari keluarga, demi menjaga dirinya sendiri. Namun, siapa sangka kepergiannya membawa rahasia besar milik kakak iparnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23. Menjaga Jarak

Lidya menelan ludah, mencoba tetap tenang. Ia menunduk, pura-pura sibuk dengan layar laptopnya, padahal dadanya terasa sesak luar biasa.

“Profesional, Lid. Kamu cuma sekretarisnya,” batinnya menegur diri sendiri. “Jangan baper. Jangan.”

Tak lama kemudian, Raffi datang menghampiri dengan map cokelat di tangan.

“Pagi, Mbak Lidya,” sapa Raffi ramah.

“Udah sehat, kan? Syukurlah bisa balik kerja lagi. Kantor sempat terasa sepi lho tanpa kamu.”

Lidya tersenyum kecil. “Alhamdulillah, udah lebih baik. Makasih, Mas Raffi.”

“Ini jadwal minggu ini,” kata Raffi sambil menyerahkan map. “Dan nanti jam 10 ada rapat komisaris. Jadi tolong siapin ruang meeting, konfirmasi snack sama katering, ya. Ibu Hanum sama Pak Chandra kabarnya mau datang langsung.”

Lidya mengangguk cepat. “Siap, Mas. Aku langsung urus sekarang.”

Raffi sempat menatapnya sedikit prihatin. “Pak Arjuna agak banyak pikiran belakangan ini, Mbak. Kalau dia keliatan cuek, jangan diambil hati ya.”

Lidya menatapnya sejenak, lalu tersenyum tipis. “Aku ngerti kok, Mas.”

***

Menjelang pukul sepuluh, Lidya sudah memeriksa ruang rapat dengan cermat. Meja panjang kayu mahoni tampak berkilau, kursi kulit hitam tertata rapi. Di setiap depan kursi sudah tersedia kotak yang berisikan beberapa kue basah dan air mineral.

Ia mengecek satu per satu — tak ingin ada kesalahan sekecil apa pun.

Setiap detik yang berjalan terasa begitu lambat.

Jantungnya berdetak cepat, bukan karena takut dimarahi, tapi karena tahu … sebentar lagi, ia akan kembali bertatap muka dengan pria yang berusaha ia lupakan.

***

Pukul 09.30

Suara lift berbunyi.

Lidya segera berdiri di depan pintu ruang rapat. Dari kejauhan, tampak sepasang suami istri paruh baya keluar dari lift — Papa Chandra dan Mama Hanum, orang tua Arjuna.

Keduanya berwibawa, berpakaian elegan, dengan aura tenang khas keluarga terpandang.

“Selamat pagi, Om, Tante,” sapa Lidya dengan sopan. Ia menunduk, menyalami keduanya. “Senang sekali bisa ketemu lagi.”

Mama Hanum tersenyum hangat. “Lidya, kamu makin cantik aja. Gimana kabarnya? Katanya sempat sakit ya?” tanyanya sangat ramah sambil mengusap lengan Lidya.

“Iya, Tante. Alhamdulillah sekarang udah sehat. Terima kasih atas perhatiannya.”

Papa Chandra mengangguk kecil. “Bagus kalau sudah pulih, tapi kamu harus tetap jaga kesehatan. Kalau masih kurang enak badan, kamu bisa ambil cuti, Lidya.”

“Terima kasih, Om.”

Dengan ramah, Lidya mengantar keduanya menuju ruang kerja Arjuna sebelum rapat dimulai.

Saat pintu terbuka, aroma parfum maskulin langsung menyapa. Arjuna sedang berdiri di dekat meja, memeriksa berkas dengan ekspresi serius. Ia menoleh sejenak ketika mendengar suara langkah masuk.

Dan untuk sepersekian detik, mata mereka bertemu.

Lidya menunduk cepat-cepat. Tapi dalam waktu sesingkat itu, ia tahu — tatapan Arjuna dingin, tapi bukan benci. Ada sesuatu di sana … entah rasa bersalah, atau ketakutan.

“Pa, Ma,” sapa Arjuna terdengar sopan tapi tegang. “Silakan duduk dulu. Rapatnya sebentar lagi dimulai.”

Mama Hanum menepuk bahu putranya dengan lembut. “Kamu kelihatan pucat, Arjun. Jangan kerja terlalu keras.”

Arjuna hanya mengangguk singkat. “Iya, Ma.”

Lidya hendak beranjak pergi, tapi sempat menatapnya sekali lagi.

Pria itu tidak bicara apa pun, tidak menatap balik. Ia sibuk menyiapkan dokumen, seolah Lidya tak pernah ada di ruangan itu.

Rasanya seperti ditampar pelan — tidak keras, tapi menyakitkan.

“Om, Tante, saya permisi,” ucap Lidya sopan, lalu berjalan keluar sebelum napasnya benar-benar sesak.

Begitu pintu tertutup, ia bersandar di dinding koridor, menarik napas panjang. Jantungnya berdetak tak karuan.

“Dia menjauh karena ingin benar-benar menghapus semua,” pikirnya getir. “Mungkin ini harga dari kesalahan yang kami buat.”

Ia tersenyum pahit, lalu kembali ke mejanya — menyembunyikan perasaan di balik senyum ramah seorang sekretaris yang terlihat sempurna di mata dunia.

***

Sementara itu, di dalam ruang rapat, Mama Hanum sempat melirik Arjuna yang tampak tegang. “Arjun, kamu kenapa sih? Dari tadi wajahmu kayak nggak tenang.”

Arjuna menunduk, mencoba menyembunyikan ekspresi. “Nggak apa-apa, Ma. Cuma mikirin laporan proyek.”

Papa Chandra menatapnya dalam. “Kerja boleh keras, tapi jangan biarkan masalah pribadi atau rumah tangga mengganggu profesionalitas. Kamu ngerti kan, Arjun?”

Arjuna menatap ayahnya, lalu mengangguk pelan. “Ngerti, Pa.”

Tapi jauh di dalam hatinya, ia tahu yang sebenarnya bukan proyek atau pekerjaan yang membuatnya kehilangan fokus.

Melainkan tatapan mata yang selalu ia hindari — tatapan seorang perempuan yang sudah ia nodai, lalu tanpa sengaja ia lukai dengan caranya sendiri.

Dan saat itu juga, di luar ruang rapat, Lidya sedang menunduk di depan laptopnya, berusaha keras menata napas dan menulis laporan jadwal mingguan — sambil menahan air mata yang hampir tumpah.

Langit siang itu memucat di balik kaca tinggi kantor Adiwongso Group.

Di dalamnya, dua hati terjebak dalam jarak yang mereka ciptakan sendiri.

Jarak yang dingin, tapi juga menyakitkan.

Dan keduanya tahu — cepat atau lambat, salah satu dari mereka harus pergi … sebelum semuanya benar-benar runtuh.

Tepat pukul sepuluh pagi, ruang meeting lantai delapan Adiwongso Group sudah tertutup rapat. Dinding kacanya berlapis tirai abu muda, lampu gantung kristal memantulkan cahaya lembut ke seluruh ruangan. Aroma kopi arabika yang baru diseduh samar memenuhi udara—campur dengan ketegangan halus yang nyaris tak terlihat.

Di tengah meja panjang dari kayu mahoni mengilap, duduk para komisaris dan direksi perusahaan. Arjuna di ujung meja, laptop terbuka, berkas-berkas tertata sempurna di hadapannya. Wajahnya tenang, namun tatapannya tajam dan penuh kendali.

Papa Chandra, sang pemilik saham terbesar sekaligus ayahnya, duduk di kursi kehormatan sebelah kanan, mengenakan jas abu dan dasi biru tua. Di sisi kiri, Mama Hanum tampak anggun dalam setelan biru lembut. Ia tersenyum setiap kali seseorang menyapanya.

Lidya duduk di sisi agak belakang, sedikit menjauh dari pusat perhatian. Di depannya laptop menyala, jari-jarinya lincah menari di atas keyboard. Sebagai notulen rapat, ia sudah terbiasa mencatat setiap kata, setiap keputusan, setiap angka penting yang keluar dari mulut para komisaris. Tapi kali ini, tangannya bergetar.

Raffi berdiri di depan layar besar, memulai narasi rapat dengan suara tenang, “Selamat pagi, Bapak dan Ibu. Rapat komisaris Adiwongso Group hari ini akan membahas laporan tahunan, rencana pembagian bonus akhir tahun, serta agenda family gathering yang diajukan oleh Direktur Utama, Bapak Arjuna Adiwongso.”

Arjuna mengangguk singkat. “Terima kasih, Raffi.”

Ia bangkit, berdiri di depan layar presentasi. Remote pointer di tangannya tampak stabil, meski hatinya tidak.

Bersambung .... 💔

1
Srie Handayantie
dan Lidya berhasil bikin bang Jun cenat cenut gak karuan 🙈 udh gelisah banget ituu hidupnya udh gak tenang pulaa skrg 🤭 sering banyak merenungg🙃
Putri Dhamayanti
aku menikmati alurnya, aku menikmati saat othor membuat Arjuna panasshh 😄 maaf ya pak bos 🤭
etapi knp aku berharap Lidya nantinya sm Arjun yak, apa gegara Eliza nyebelin.. 🤣
shenina
santai bang juned 😄
Mamah Nisa
siap mom ......bikin juna kepanasan dulu 😂😂
kira2 lidya akan pergi kemana ya....hmmm...penasaran nih mom....😄
juwita
kasihan Arjuna emak bpknya bikin nama smpe bubur merah bubur putih tp sm kita di ganti ada yg blg juned ada junaedi ada jumanto ujung"nya di panggil jurig🤣🤣🙏
Zeliii... S
Sabar Lidya... ttp semangat ya.. 😘
shenina
suka kalau ada moment reuni itu seru banget 😁
Zeliii... S
Si juned mulai kepanasan.... 🔥🔥🔥
shenina
gemoyyy lucu.. 😄
shenina
ihh kepo deh pak Arjun..
cemburu yee 🤭
Esther Lestari
kita tunggu cenat cenut nya hati Arjuna, yang semakin hari semakin bertambah cenat cenut nya🤭
Ema
kalo langsung tiba tiba Lidya pergi seperti nya kurang greget deh ceritanya🤭. seperti kata mom Ghina nanti cepat tamat deh
Fa Yun
cie ada yang panas 😄
Teh Euis Tea
aku mah ngikutin alurnya aj thor, iya bikin arjun cemburu dan makin uring uringan lihat lidya bahagia sm farel
Neaaaa(ʘᴗʘ✿)o(〃^▽^〃)o
hahaaa... gemes soalnya mommy.. tak apalah siap menunggu waktu nyaaa junjun ditinggal kasih terindah.. Syedaaap😄😄
Lina Budiarti
aku yg baca jg cenut2 kak🙈
Noor hidayati
juna cemburu lihat lidya sama cowok lain
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up
Neaaaa(ʘᴗʘ✿)o(〃^▽^〃)o
panas... panas... hati ini panas.. pusing.. pusing kepala ini pusing... 🤣🤣🤣
🌸 𝑥𝑢𝑎𝑛 🌸
Assiaaaaaappppppp Thor.......
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!