Karena pertempuran antar saudara untuk memperebutkan hak waris di perusahaan milik Ayahnya. Chairil Rafqi Alfarezel terpaksa harus menikahi anak supirnya sendiri yang telah menyelamatkan Dirinya dari maut. Namun sang supir malah tidak terselamatkan dan ia pun meninggal dunia setelah Chairil mengijab qobul putrinya.
Dan yang paling mengejutkan bagi Chairil adalah ketika ia mengetahui usia istrinya yang ternyata baru berusia 17 tahun dan masih berstatuskan siswa SMA. Sementara umur dirinya sudah hampir melewati kepala tiga. Mampukah Ia membimbing istri kecilnya itu?
Yuk ikuti ceritanya, dan jangan lupa untuk memberikan dukungannya ya. Seperti menberi bintang, Vote, Like dan komentar. Karena itu menjadi modal penyemangat bagi Author. Jadi jangan lupa ya guys....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ramanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kesepakatan.
Tiga puluh menit telah berlalu, akhirnya mereka pun sampai disekolah Tunas Bangsa. Bahkan mobil Chairil pun telah terparkir tepat di depan gerbang sekolah tersebut. Sebenarnya tadi Widiya sempat meminta Chairil untuk memberhentikan mobilnya di depan sebuah mini market yang jarak seratus meter dari sekolahnya. Sebab ia tak suka menjadi pusat perhatian di sekolahnya.
Akan tetapi permintaannya tak dihiraukan oleh Chairil. Makanya tak heran kalau saat ini wajahnya seperti ingin menerkam seseorang. Namun dimata Chairil melihat istri kecilnya yang masih duduk terdiam sambil melipat kedua tangannya dibawah dadanya justru mengemaskan. Apalagi ketika melihat wajahnya jutek dengan bibir yang dimanyun kedepan. Rasanya ia ingin segera menciumnya. Namun ia tahan, karena ia tak mau kalau istrinya semakin membencinya.
"Kita sudah sampai Nona. Kok Anda tidak turun sih? Nanti terlambat loh." Ujar Chairil dengan gaya bicaranya bak seorang supir yang bicara pada majikannya.
"Masih banyak orang! Saya tidak suka menjadi pusat perhatian!" Balas Widiya terdengar begitu ketus.
"Oooh... Begitu toh... Tapi Nona, bukankah yang seperti ini ya yang justru menjadi pusat perhatian. Soalnya mereka pasti sedang penasaran melihat mobil disini. Tapi orangnya kok nggak turun-turun. Tapi kalau tadi begitu sampai Nona langsung turun, mungkin mereka tak begitu memperhatikan." Ujar Chairil mengingatkan istrinya.
Setelah mendengar perkataan Suaminya. Widiya langsung mengalihkan pandangannya ke sekitar gerbang dan ternyata benar dikatakan Chairil. Kalau mobil mereka sedang diperhatikan oleh para siswa dan siswi yang tukang kepo. "Huh! Ini semua gara-gara Anda! Kalau saja tadi Anda menurunkan saya disana. Pasti hal ini tidak akan terjadi." Protesnya, masih terlihat kesal.
"Iya deh, Aku yang salah. Kalau begitu Aku minta maaf. Apakah kamu mau memaafkan Aku?" Balas Chairil, sembari ia mengatupkan kedua tangannya.
"Aah, sudahlah lupakan saja! Sekarang sebaiknya Aku turun saja!" Balas Widiya, sambil menarik handel pintu mobilnya, dan tak berapa lama pintu mobil pun terbuka, lalu ia pun langsung turun dari mobilnya. Setelah menutup kembali pintu mobilnya, ia pun langsung bergegas hendak memasuki gerbang. Namun baru beberapa langkah ia berjalan.
"Tunggu Yunda!" Panggil Chairil yang ternyata ia telah turun juga.
Mendengar panggilan suaminya Widiya langsung menghentikan langkahnya. "Iiikh... Kamu kok turun juga sih?" Tanyanya tanpa melihat wajah Chairil. Ia justru melihat-lihat disekelilingnya saja. Sebab ia takut kalau-kalau ada yang memperhatikannya.
"Aku mau kasih ini ke kamu." Balas Chairil sambil ia menyodorkan sebuah kartu card berwarna kuning keemasan.
"Aku tidak butu..." Balas Widiya, namun perkataannya langsung terhenti tatkala seorang wanita memanggil namanya.
"Widiii...!" Teriak wanita itu.
Mendengar panggilan yang berbeda itu. Widiya pun bisa langsung menebak siapa wanita itu. Yang tak lain adalah Anggi sahabat karibnya. "Anggi? Kamu kok baru da...!" Tanya Widiya, tapi mulutnya langsung ditutup oleh Anggi.
"Sabar! Bertanyanya nanti saja. Sekarang kamu kenalkan dulu, siapakah om tampan ini? Apakah dia Om kamu?" Tanyanya, membuat Widiya langsung tertawa terbahak-bahak mendengar kata Om.
Sedangkan Chairil langsung mengerutkan dahinya. "Om? Sudah setua itukah Aku?" Tanyanya didalam batinnya. "Bukan! Saya bukan Omnya! Perkenalkan saya s...." Ujarnya sambil ia mengulurkan tangannya ke Anggi bermaksud ingin memperkenalkan dirinya. Namun perkataannya langsung terhenti, sebab tangan Widiya sudah mendarat ke mulut Chairil.
"Sepupu! Dia sepupu jauhku! Iyakan?" Sambung Widiya, dengan mata yang mengarah ke Chairil seperti ingin meminta bantuan padanya. Namun mata Chairil malah langsung melihat keatas. Tanda ia tak ingin membantunya.
Melihat itu Widiya langsung menarik tangan Chairil Sambil berkata. "Nggi tunggu sebentar ya?" Katanya. Lalu ia membawa Chairil sedikit menjauh dari Anggi. "Please... Jangan beritahu dia. Aku janji deh, akan memenuhi apapun permintaan Anda." Pintanya sambil mengatupkan kedua tangannya.
Chairil langsung tersenyum tipis setelah mendengar kata janji dari istri kecilnya. "Oke. Sepakat!" Balasnya sambil mengulurkan tangannya tanda kesepakatan telah di persetujuin. Dan Widiya pun menyambutnya dengan keterpaksaan.
"Baiklah sekarang kita sudah sepakatkan kalau kamu akan menuruti permintaanku? Nah sekarang permintaanku yang pertama. Tolong jangan memanggilku dengan kata Anda atau apalah itu. Tapi panggil Aku Mamas Airil, oke?"
Mendengar permintaan awal dari suami, Widiya langsung memutarkan bola mata malas. Seraya berkata. "Baiklah." Balasnya dengan keterpaksaan juga.
"Satu lagi." Kata Chairil, membuat Widiya semakin kesal.
"Iiis! Apaan lagi sih?!" Tanyanya dengan nada suara sedikit menyentak.
"Terimalah ini, PINnya tanggal pernikahan kita." Chairil kembali menyodorkan kartu card berwarna kuning lagi pada Widiya.
"Tadikan Aku sudah bilang, Aku tak butuh itu." Balas Widiya kembali menolaknya.
"Ambillah. Anggap ini permintaan Mamas yang kedua." Ujar Chairil, yang sudah mulai merubah panggilan untuk dirinya.
"Baiklah Aku akan mengambilnya. Tapi jangan salah Aku kalau duit kamu habis ya?" Balas Widiya yang akhirnya ia mengambil kartu card tersebut.
"Iyaa, habiskanlah sesukamu." Balas Chairil terdengar lembut. "Ya sudah kalau begitu Mamas pergi ya? Kamu belajarlah yang pintar." Katanya lagi seraya ia mengelus kepala istrinya yang ditutupi hijab itu.
"Iiis... Apaan sih! Nanti Anggi curiga tau!" Bentak Widiya seraya menepis tangan Chairil. Setelah itu ia mengusap-usap kepalanya sendiri. Seakan ia ingin menghilangkan jejak tangan Chairil yang tertinggal pada hijabnya.
Chairil yang melihat itu langsung tertawa kecil. "Hehehe... Kamu selalu lucu ya? Ya sudah Mamas pamit ya, Assalamualaikum?" Katanya sambil membungkukkan tubuhnya sedikit berharap balasan dari sang Istri.
"Wa'alaikumus salam!" Balas Widiya dengan ketus. Chairil kembali tersenyum melihat wajah jutek istrinya. Dan ia pun kembali mengusap-usap kepalanya dengan singkat. Setelah itu langsung pergi menuju ke mobilnya.
Sedangkan Widiya yang mendapatkan perlakuan itu lagi, kembali mengusap kepalanya sendiri. "Iiih... Suka banget sih megang kepala orang!" Gerutunya sambil melihat ke pergian mobil suaminya. Disaat bersamaan Anggi menghampirinya.
"Woyy! Kok malah bengong sih? Nggak rela ya melihat dia pergi?" Tanya Anggi mengoda sahabatnya. Membuat Widiya terkejut mendengarnya.
"Eh! Apaan sih kamu? Sudah akh ayo kita masuk, nanti terlambat lagi." Ujar Widiya mengalihkan pertanyaan Anggi.
"Okay deh. Tapi ngomong-ngomong sebenarnya siapa sih kakak tampan tadi?Gue kok curiga ya, saat melihat kalian tadi. Kayaknya bukan sepupuan gitu deh. Apalagi Kitakan sudah berteman begitu lama. Jadi gua sudah banyak tahu tentang keluarga Lo. Dan belum pernah tuh melihat kakak tampan tadi." Tanya Anggi begitu penasaran. Saat mereka sedang berjalan menuju ke kelas mereka.
Widiya tampak terkejut setelah mendengar pertanyaan sahabatnya itu. "Eh, be-benaran kok kami sepupuan. Hanya saja selama ini Dia tinggalnya di luar negeri. Makanya kamu tidak pernah melihatnya." Balas Widiya sedikit gugup. Dan matanya tak berani menatap wajah sahabatnya.
"Hmm... Benarkah? Tapi kok Gue mencium ada kebohongan ya?" Tanya Anggi lagi yang sepertinya ia sudah memahami sifat-sifat dari sahabatnya itu. Yang tidak pernah berbohong, karena setiap ia berbohong pasti akan ketahuan lewat matanya dan akhirnya ia akan jujur padanya.
Widiya tampak semakin gugup setelah mendengar perkataan Anggi. "Iiis... Sudah akh Nggi! Aku mau kekantor nih, mau ujian susulan." Katanya mengalihkan pembicaraan. Setelah itu ia pun langsung berlari meninggalkan Anggi yang masih menatapnya dengan penuh kecurigaan.
"Huh! Widi sudah pandai berbohong sekarang ya? Lihat saja nanti, cepat atau lambat Aku pasti akan mengetahui kebenarannya." Gumamnya, sambil menatap kepergian sahabatnya. Setelah sahabatnya menghilang ia pun memasuki kelas mereka.
Bersambung
┈┈••✾•◆❀◆•✾••┈┈
Jangan lupa tinggalkan jejaknya ya guys. Kasih bintang, Like, Vote, dan komentar, kalau suka dengan novel baru Author ini, oke? Syukron 🙏🏻
thor prasaan dkit bngt dah up ny, ga terasa/Grin/
double up kk/Grin/
prsaan trsa dkit ya mmbca krya tiap bab ny/Grin/.
brhrap ada double up, triple up. pisss hny brcnda tpi smga diwujudkn/Grin/