Hidup di tengah-tengah para Pria yang super Possessive tidak membuat Soraya Aleysia Abigail Jonshon merasa Terkekang Ataupun diatur. Karena hanya dia satu-satunya perempuan yang hidup di keluarga itu, baik Ayah maupun kakak-kakaknya, mereka menjaganya dengan super ketat . Bagi mereka, Raya adalah anugrah Tuhan yang harus benar-benar dijaga, gadis itu peninggalan dari Bunda mereka yang telah lama meninggal setelah melahirkan sosok malaikat di tengah-tengah mereka saat ini.
Raya adalah sosok gadis jelmaan dari bundanya. Parasnya yang cantik dan mempesona persis seperti bundanya saat muda. Maka dari Itu baik Ayah maupun Kakak-kakaknya mereka selalu mengawasi Raya dimanapun Gadis itu berada. Secara tidak langsung mereka menjadi Bodyguard untuk adik mereka sendiri.
Penasaran sama kisahnya? kuylah langsung baca.....!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana_nanresje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16_Rencana Key
Senyum di bibirnya merekah sempurna, matanya menatap pada sosok perempuan yang sedang berjalan tepat di depannya. Rambutnya yang tergerai mengayun indah di setiap langkah kakinya. Soraya Aleysia Abigail Jonshon dialah gadis yang mampu mengalihkan dunia seorang Shaka Mikail Smith. Pria yang terkenal cuek dan dingin itu kali ini terus memamerkan senyum manisnya pada alam, karena tidak ada seorangpun disana selain mereka berdua, bahkan Raya pun tidak melihat senyuman itu karena gadis itu membelakanginya.
" Jadi gimana, kamu setuj--- Awss!" Raya meringis kesakitan. Gadis itu terjatuh saat memutar tumitnya menghadap Shaka dan sialnya Ia tidak menyadari jika Raya menghentikan langkahnya sehingga membuat Ia menerjang tubuh kecil milik Raya membuat gadis itu tersungkur.
" Kamu nggak apa-apa?" Raya memutar bola matanya jengah. Pertanyaan macam apa itu? Tanpa bertanya pun seharusnya pria itu tau jika ini menyakitkan. Pikir Raya.
Shaka mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan Raya. Gadis itu masih betah duduk di atas rumput jalan setapak yang berada di taman kampus " sini," Shaka membantu Raya untuk berdiri, senyum tipis di bibirnya kembali terlukis disana saat melihat Raya mendumel tidak jelas dan mengerucutkan bibirnya. Tapi sayang Raya kembali tidak melihatnya.
" Ada yang sakit?"
Raya membulatkan mata tak percaya, bahkan mulutnya sedikit terbuka saat mendengar kembali pertanyaan dari mulut pria yang saat ini sedang menatapnya " Ada yang sakit?" Ucap Raya mengulangi perkataan Shaka.
" Shaka!" Saking geramnya terhadap sosok pria yang berada di depannya, tanpa sadar Raya mencubit gemas kedua pipi milik pria itu. Mencubitnya sedikit kuat membuat pipi Shaka memerah karena ulahnya.
" Ko imut sih?" Ucap Raya saat melihat wajah Shaka yang memerah karena cubitannya. Bahkan tanpa berdosanya Raya memainkan hidung lancip miliknya, menarik bahkan menekan-nekan hidung milik Shaka dengan gemas.
" Kamu makan Apa sih? Kok hidungnya bisa mancung kaya gini?" Raya tak kuat menahan tawa saat pipi Shaka memerah bak kepiting rebus karena ulahnya.
Huufff
Itulah yang Raya dengar. Shaka membuang nafasnya kasar karena ulahnya. Gadis jail dan tidak mau diam ini masih saja sempat untuk menjahilinya. Dengan sengaja ia menjepit hidung Shaka sehingga pria itu kesulitan untuk bernafas, alhasil pipi pria itu merah padam karenanya. Bukan itu saja bahkan Raya sengaja menutup mulut Shaka dengan tangan yang lainnya agar Shaka tidak mengambil nafas melalui mulut. Niat sekali gadis ini menjahilinya.
" Ya tuhan, gemesin banget sih." Raya masih belum berhenti dari tawanya, bahkan saking terlalu asik tertawa dia sampai meneteskan air mata. Berbeda dengan Shaka, pria itu sudah bisa mengatur nafasnya kembali normal dan bahkan pipinya tidak semerah tadi.
" Ehem. Maaf maafkan Aku!" Raya berusaha menghentikan tawanya lalu menyeka air mata dari sudut matanya.
" Sudah puas ketawanya?" Tanya Shaka dingin membuat Raut wajah Raya berubah drastis.
" Ehem!" Raya berusaha bersikap tenang wajah Shaka terlihat sangat menyeramkan dengan tatapannya yang tajam. Apakah pria itu marah?
"Ka, Maaf bukan maksud Aku me--Awwss!" Ucapan Raya terpotong saat merasakan rasa sakit di pinggangnya, bahkan gadis itu sedikit membungkukkan tubuhnya tidak kuat menahan rasa sakit yang menghampirinya.
" Kamu nggak apa-apa?"
" Nggak apa-apa. Nggak apa-apa. Kenapa kamu terus bertanya seperti itu? Jelas ini sakit Ka!" Raya meremas kuat tangan Shaka yang terulur padanya.
" Aku heran kenapa tubuh kamu seperti baja? Padahal kamu jalan biasa tapi bikin aku tersungkur saat menabrak dada bidang mu itu. Bagaimana jika kamu sedang berlari, mungkin aku sudah terpental ke planet Pluto." Cerocosnya menahan sakit.
" Ray," Suara Shaka terdengar lembut dan sangat pelan tapi ada sedikit getaran dari suaranya.
Perlahan cengkraman tangan Raya mengendur, matanya yang terpejam perlahan terbuka, tapi masih ada ringisan yang keluar dari mulutnya.
" Ray,"
" Aku baik baik aja," Ucapnya setelah membaik. Tangannya masih bertengker di pinggangnya mengurut pelan agar rasa sakit di pinggangnya itu segera hilang.
" Sini." Shaka memapah Raya membantu gadis itu berjalan menuju sebuah kursi yang berada di taman " Duduk dulu." Raya menurut, gadis itu duduk di sampingnya.
" Apa perlu kerumah sakit?" Raya menoleh kearah sampingnya, heran dan sedikit bingung dengan nada suara Shaka yang menurutnya terdengar cemas dan penuh perhatian.
" Nggak udah, udah mendingan kok!" Matanya masih menatap pada Shaka yang kini juga sedang menatapnya.
" Maaf, aku nggak sengaja." Tuturnya menunduk dan mengalihkan matanya dari mata Raya.
" Enggak, ini bukan salah kamu. Lagi pula udah membaik kok." Jelas Raya pelan.
" Tapi--"
" Tidak apa? Aku baik baik saja." Ucap Raya meyakinkan " Ouh iya kamu setujukan sama Agenda yang aku buat besok?"
" Agenda?" Ulangi Shaka mengerutkan Alis tak mengerti.
Raya mengangguk " Agenda. Agenda buat besok. Kan tadi aku udah jelasin ke kamu. Tunggu," Kata Raya menggantungkan perkataannya " Jangan bilang kalo sedari tadi kamu gak dengerin Aku ngomong."
" SHAKA!!!" Raya menghentakkan kakinya karena kesal pada pria yang saat ini duduk bersamanya.
Pria itu hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tak terasa gatal. Jujur memang Shaka tidak mendengarkan satu katapun yang di jelaskan oleh Raya. Ia terlalu asik dan hanyut saat memperhatikan Raya, gadis yang sudah berhasil mencairkan hatinya bahkan dia baru sadar jika sudah selama itu memperhatikan Raya secara diam-diam.
" Ayahhh!" Teriak Raya. Berharap pria paruh baya itu muncul di hadapannya saat itu juga.
" Kenapa, pinggangnya sakit lagi?" Tanya Shaka memastikan.
" Sakit. Sangat sakit. Bukan pinggang aku. Tapi disini?" Tunjuknya sembari memukul dadanya " Hati Aku yang sakit. Sakit banget. Panjang kali lebar bahkan mulutku hampir berbusa jelasin itu semua sama kamu tapi Kamu?!" Ucapan Raya menggantung dengan mata yang menatap tajam pada Shaka " Kamu gak dengerin sedikitpun perkataan Aku! Sakit Shaka!"
" R-Ray. Bukan gi--!" Baru saja Shaka hendak meraih tangan Raya yang kembali mencubit kedua pipinya tapi Raya lebih cepat menarik tangannya itu.
" Au Ah terserah kamu! Cape ngadepin Cowok yang super cuek kaya kamu tuh!" Ketus Raya bangkit dari duduknya.
" Mau kemana?" Shaka mencekal tangan Raya yang hendak pergi meninggalkannya, pria itu ikut berdiri.
" Mau pulang. Bye!" Kembali Raya mengeluarkan nada ketusnya pada Shaka, tapi Pria masih mencekal tangan Raya sehingga gadis itu tidak bisa pergi.
" Ka,"
" Aku yang akan anter kamu pulang."
Raya segera menepis tangan Shaka yang masih mencekalnya " Nggak perlu. Supir aku udah jemput!"
" Hari ini aku jadi babu kamu, otomatis supir kamu juga!" Ucap Shaka membuat Raya menepuk jidatnya sendiri.
" Tapi--. Aisss Ka supir Aku udah nungguin. Awas Aku mau pulang!" Usirnya menyingkirkan tubuh Shaka yang menghalangi jalannya.
" Ayo!"
" Eh mau kemana?!" Tanya Raya saat Shaka menarik tangannya.
" Pulang," Jawabnya tanpa melihat kearah Raya.
" Shaka kamu denger aku gak sih? Aku udah di jemput sama supir Aku!" Raya menghentikan langkahnya membuatnya ikut menghentikan langkahnya juga.
" Kan aku supirnya. Yaudah ayo pulang!"
" Supir Aku bukan kamu tapi Pak Yanto. Dia udah nungguin Aku."
" Suruh pulang lagi aja. Kamu biar Aku yang antar!"
" Gak usah. Aku pulang sama pak Yan--"
" Pulang sama Aku Kalo gak pengen liat Hana sama Meli di kerjain Mike dan Ian!" Ucapnya datar.
" Kamu ngancem Aku?"
" Anggap saja begitu. Ayo pulang!" Ucapnya lagi menggandeng tangan Raya.
Raya memijit pelipisannya. Mau tidak mau dia harus mengikuti permainan Shaka. Kalo seperti ini Raya merasa dia yang menjadi babu Shaka, dan pria itu sebagai majikannya. Raya tidak bisa mengambil resiko bagaimana jika ancaman Shaka itu tidak main-main? Astaga ternyata membuat Shaka jadi babunya adalah keputusan yang salah.
" Ayahhhh!" Jerit batin Raya yang menyesali dengan keputusannya sendiri.
Di balik kacamata hitamnya dapat terlihat sorotan amarah yang siap meledak kapan saja. Rahangnya mengeras, kepalan tangannya semakin mengerat sehingga membuat buku kukunya memutih. Matanya menatap tajam lurus kedepan, melihat dua objek manusia yang mampu membuat hatinya memanas. Saat ini dia sedang duduk di dalam mobil bersama kedua temannya, mengamati dan memerhatikan gerak gerik Raya dan Shaka yang berada tepat beberapa meter di depan Mobil miliknya.
" Apa yang harus kita lakukan?"
Pria itu membuang nafasnya kasar lalu membuka kacamatanya " Biarkan saja!"
" Tapi--"
" Kita berikan waktu untuk Shaka mendekati Raya, biarkan dia menikmati Moment kebersamaannya itu. Karena sebentar lagi Raya yang akan datang sendiri kehadapan gue!"
" Lo yakin Key? Gue tau saat ini lo sedang di bakar api cemburu tapi kenapa lo ngebiarin Shaka lolos begitu saja? Ini bukan Lo banget, Berikan kami perintah!" Ucap Reno yang duduk di kursi penumpang.
" Yang di ucapkan Reno benar key. Berikan kami perintah. Dengan cepat kami akan membereskan Shaka!" Timpal Juan yang duduk di bagian kemudi, kedua pria itu terlihat tidak sabaran untuk segera menerima perintah dari atasannya itu.
"Nggak perlu!" Key menggelengkan kepalanya pria itu terlihat sedikit lebih tenang dan bisa mengendalikan Emosinya " Kita pulang!"
" Apa?" Seru Juan dan Reno bersamaan. Mereka saling lirik lalu kembali menoleh kearah Key.
" Lo serius?" Tanya Juan memastikan.
" Ayolah kenapa kalian malah melihat gue kaya gitu? Biarkan mereka bersama untuk saat ini, masih banyak cara untuk mendapatkan Raya!"
Setelah mengatakan itu Key kembali memerintahkan Reno untuk segera pergi dan menjalankan mobilnya. Sudah cukup Key memata-matai mereka hari ini dan itu berhasil membuat hatinya terbakar api cemburu. Marah, kesal, sakit hati semuanya menyatu menjadi satu. Tapi dia harus sabar, dia tidak boleh mencoreng nama baiknya sendiri di depan Raya jika sampai dia lepas kendali. Dan maka dari itu jika cara kasar tidak membuahkan hasil masih ada ribuan cara halus untuk meluluhkan hati seorang Soraya Aleysia Abigail Jonshon.
" Tunggu tanggal mainnya Shaka Mikail Smith!" Ucap batin Key dengan seringaian yang tercetak di sudut bibirnya.