CINTA YANG TAK TERLUPAKAN.
Di perusahaan kontruksi.
Dilantai dua delapan, dan disalah satu ruangannya, tampak beberapa orang sedang duduk mengelilingi sebuah meja yang berukuran panjang. Tampaknya mereka sedang mengadakan rapat besar. Dan tampak juga diantara mereka terlihat sedang berseteru.
"Kak Barra yakin kalau tanah itu tidak bermasalah? Dan apakah Kakak juga sudah menyelidiki perusahaan itu, hm?" Tanya seorang pria yang berjaskan warna navy. Ia terlihat begitu tenang dan santai.
Pria yang di sebut Barra pun menyunggingkan senyuman sinis pada pria berjas navy tersebut."Kamu tidak percaya dengan Kakakmu ini Airil?" Aryan balik bertanya pada pria itu yang ternyata ia Adalah Chairil Rafqi Alfarazel, yang biasa di panggil Airil oleh keluarganya sendiri.
"Aku bukan ti..." Balas Chairil, namun belum selesai lagi ia menyelesaikan kalimatnya. Tiba-tiba Saja Aryan memotongnya.
"Aaah... Tidak penting Mendengar pendapatmu." Potongnya seraya ia mengibaskan tangannya. Setelah itu pandangannya berpindah pada pria paruh baya yang sepertinya ia adalah direktur utama di perusahaan tersebut. Itu jelas tertulis di sebuah papan nama yang ada di hadapannya. Dan papan itu bertuliskan: Direktur Utama Andara Alfarazel
"Pah ini proyek terbesar, sayangkan kalau kita melewatinya begitu sajakan? Jadi Papah harus mendukung Barra dan kalau proyek ini berhasil. Papah harus menjadikan Barra wakil direktur yaa Pah?"
Barra tampak begitu antusiasnya menerangkan proyek yang ingin ia tangani. Namun semua orang yang berada disana tidak begitu menanggapinya. Mereka hanya memperlihatkan wajah datar saja. Termasuk Andara, ayahnya sendiri.
"Barra, kamu jangan terlalu berambisi dengan proyek itu. Dan Papah tidak setuju kamu mengambil proyek itu. Sebab Papa sudah mendapatkan laporan, bahwasannya perusahaan itu sedang bermasalah. Ditambah lagi tanah yang mereka ajukan sedang bermasalah juga. Makanya Papa tidak..." Ujar Andara. Namun lagi-lagi Aryan berani memotong perkataan sang ayah.
"Aahh... Papa memang selalu begitu! Selalu mendengar perkataan Airil Kan. Dan pasti yang orang yang melapor Dia Jugakan?!" Potongnya dengan nada suara terdengar keras. Ia terlihat amat kesal sekali pada Adiknya itu.
"Kak tenangkan diri kamu! Papa dan Kak Airil bermaksud menyelamatkan kamu kak. Karena kalau Kakak terlibat dalam proyek itu, bukan Kakak saja yang hancur. Tapi perusahaan kita akan ikut hancur Kak." Ujar pria muda yang sedang duduk di sebelah kursi Barra.
"Aaah... Diam kamu Dhafi! Jangan ikut campur!" Bentak Barra tampak begitu emosional. "Hah, sudahlah kalau Papah tidak mau mendukung Barra. Tapi jangan halangi bila ada para pemegang saham disini mau mendukung Barra. Gimana Pah?"
Setelah mendengar perkataan putra pertamanya, Andara hanya memberi kode lewat tangannya mempersilahkan Barra, untuk berbicara pada para pemegang saham yang terlihat dari tadi mereka hanya terdiam dan hanya menyaksikan perdebatan antara Ayah dan anak-anaknya saja. Setelah mendapatkan persetujuan dari Sang Ayah, Barra pun mengambil sebuah File, berwarna hitam. Lalu ia mengeluarkan beberapa kertas putih dari dalamnya.
"Para pemegang saham yang terhormat, sebelum saya menerangkan proyek ini, ada baiknya kalian lihat dulu keuntungan yang akan kita peroleh. Jadi untuk itu sebaiknya kalian lihatlah dulu." Kata Barra, sambil ia membagi-bagikan kertas putih itu kepada semua yang hadir di sana. Dan beberapa saat kemudian.
"Gimana cukup besar bukan? Jadi sekarang apakah kalian berminat?" Tanya Barra yang kembali tampak berantusias.
"Maaf Barra, kami tidak ada yang berminat. Karena kami sudah pada tahu kalau perusahaan itu sedang bermasalah." Balas salah satu dari mereka. Hal itu membuat Barra langsung terdiam.
"Apakah kamu sudah puas, setelah mendapatkan jawaban dari mereka Barra?" Tanya Andara. Namun hanya dibalas dengan lengusan saja oleh Barra. "Baiklah, kalau begitu Rapat dibubarkan!" Kata Andara lagi, seraya ia bangkit dari duduknya. Dan sebelum ia melangkah pergi. "Airil! Ayo ikut keruangan Papa!" Katanya lagi pada Chairil.
"Baik Pah!" Chairil pun ikut bangkit dari duduknya, lalu ia pun mengikuti Andra dari belakang meninggalkan ruangan rapat tersebut. Sedangkan Barra dan Dhafi masih terlihat diposisinya masing-masing dan hanya menyaksikan para pemegang saham yang meninggal ruangan itu satu persatu.
"Ah, lelahnya. Setiap rapat selalu saja menyaksikan perdebatan mereka ya?" Bisik salah satu dari mereka.
"Ya begitulah, tapi untungnya hari ini Pak Airil sudah memberitahu kita. Tentang proyek yang ditangani Pak Barra. Kalau tidak mungkin kita akan mendapatkan masalah juga." Bisik dari salah satu dari mereka juga. Dan ternyata bisikan mereka terdengar oleh Barra dan juga Dhafi.
"Cih! Bangsat Kau Airil! Kau selalu saja menggagalkan rencanaku!" Hardik Barra tampak begitu geram.
"Kak, jangan terbawa emo..." Kata Dhafi yang tampaknya ia bermaksud ingin menenangkan Kakaknya. Namun langsung di potong oleh Barra.
"Aaah... Diam kamu!! Sudah ku bilang jangan ikut campur!!" Katanya seraya ia bangkit dari duduknya dan langsung pergi begitu saja meninggalkan Dhafi yang terlihat hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Haiiis... Kenapa Kak Barra makin lama, makin menyeramkan begitu ya? Ah sudahlah lebih baik Aku keruanganku saja." Gumam Dhafi, yang akhirnya ia pun meninggalkan ruangan rapat itu juga.
____________________
Sementara itu di ruangan Barra.
"Berengsek!! Rencana gua gagal semuanya!" Geram Barra, Ia masih terlihat amat kesal, bahkan ia sampai melempar file-file yang ada di atas meja kerjanya. "Hm... Kalau terus-terusan begini, Papah pasti akan menjadikan Dia sebagai wakil direktur!" Gumamnya, tampak gelisah.
"Aah... Itu tidak boleh terjadi, gue harus mengambil tindakan!” gumamnya lagi dan ia pun langsung mengambil handphonenya dari saku jasnya. Lalu ia pun membuka hp tersebut dan langsung mencari kontak. Dan tak berapa lama kemudian.
"Halo? Apakah hari ini Airil sudah mendatangi proyeknya?" Tanyanya pada seseorang yang ada di sebrang.
"Belum Bos!" Jawab orang diseberang.
"Bagus! Kalau begitu buat dia mengalami kecelakaan di proyeknya! Kalau bisa sampai mampus! Kamu pahamkan maksud gue hah?!"
"Paham Bos!"
"Bagus! Kalau begitu cepat kerjakan sekarang juga!" Setelah mengatakan kalimat terakhirnya Barra langsung mengakhiri panggilannya. Setelah itu ia pun tersenyum sinis.
"Heh... Sekarang gue tinggal menunggu kabar tentang kematian Lo Airil. Ah... Adikku tersayang seandainya Kau tidak mengusik rencana gua. Mungkin ini tidak akan terjadi. Ya semoga kau mau memaafkan kakakmu ini!"
Bersambung.....
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
Bismillah... Semoga Novel ini membawa berkah bagi pembuat dan pembacanya Aamiin. Dan jangan lupa berikan dukungannya ya guys. Syukron.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments