S2
Ketika dua hati menyatuh, gelombang cinta mengalir menyirami dan menghiasi hati.
Ini adalah kisah Raymond dan Nathania yang menemukan cinta sesungguhnya, setelah dikhianati. Mereka berjuang dan menjaga yang dimiliki dari orang-orang yang hendak memisahkan..
Ikuti kisahnya di Novel ini: "SANG PENJAGA "
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. 🙏🏻❤️ U 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 02. SP
...~•Happy Reading•~...
Dua hari kemudian, Raymond yang baru kembali dari Denpasar untuk menghadiri pertemuan pengusaha muda, tidak beristirahat. Dia langsung menuju stasiun kereta api Gambir menuju Bandung.
Walau badan terasa penat karena pekerjaan dan sering bepergian, dia ingin istirahat di paviliun Nathania. Perasaannya sangat tenang jika sudah berada di paviliun, walau tidak sering bertemu dan berbicara dengan Nathania.
Perlakuan Nathania yang diam-diam memperhatikan dia lewat kedua Bibi, kadang membuat dia tersenyum sendiri. Jika sedang sibuk dan ingat mereka latihan dan olah raga di pagi hari menghadirkan rasa kangen. Sehingga dia memutuskan untuk berakhir pekan di tempat Nathania.
Sore menjelang malam, Raymond turun dari mobil online di gerbang rumah Nathania dan membunyikan bel. Dia tidak masuk lewat warung, karena dia melihat ada pengendara motor yang parkir tidak jauh dari depan warung.
Raymond yakin, pengendara motor itu sengaja mengawasi warung Nathania dan sudah melihat kehadirannya. Walau dia memakai topi menutupi sebagian wajahnya.
"Bi, Thania sedang keluar?" Tanya Raymond kepada Bibi Sena yang membuka pintu gerbang, karena tidak melihat mobil warung ada di halaman.
"Iya, Pak. Non Thania pergi ambil barang dengan karyawan...." Bibi menjelaskan yang dikatakan Nathania saat pamit padanya.
"Baik. Saya minta air mineral agak banyak disediakan di paviliun." Raymond meminta, karena merasa tenggorakannya agak serak dan tidak enak.
"Iya, Pak. Nanti saya letakan di meja teras paviliun." Ucap Bibi sambil mengikuti Raymond dari belakang setelah mengunci pintu pagar.
Raymond berjalan cepat untuk mandi dan istirahat, karena sangat lelah dan tulang-tulangnya terasa sakit. Sehingga dia ingin istirahat lebih sore.
~*
Beberapa waktu kemudian, Nathania pulang dalam keadaan lelah, karena dia dan Hendra ke berbagai rumah produksi yang tidak bisa dikunjungi Nathania sebelumnya, karena peristiwa kehadiran Frans dan penyerang.
"Non Thania, Pak Ray ada datang." Lapor Bibi setelah Nathania turun dari mobil dan Hendra pulang.
"Ooh. Benarkah, Bi?" Nathania tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya, walau tubuh sangat lelah.
"Iya, Non. Mungkin sudah istirahat. Karena sejak datang tidak keluar-keluar lagi." Bibi menjawab dan sekalian melapor yang dilakukan Raymond.
"Ok, Bi. Saya mau mandi dan istirahat juga. Badan terasa mau rontok." Nathania berkata sambil berjalan bersisian dengan Bibi Sena.
"Kalau begitu Bibi bikin susu hangat. Non minum dulu baru tidur." Bibi Sena menyarankan, karena melihat Nathania kelelahan.
"Makasih Bi, barang yang ada di mobil, besok saja baru diturunin. Mari kita istirahat." Nathania berkata demikian, karena melihat lampu paviliun sudah redup.
~*
Beberapa saat kemudian, suasana rumah Nathania yang tentram dan sepi dikagetkan dengan bunyi bel rumah yang terus berbunyi disertai dengan bunyi gedoran pada pintu gerbang.
Bibi Sena kaget bangun mendengar suara berisik, segera menuju pintu kamar Nathania. Tok tok. "Non, maaf. Itu ada orang yang bunyikan bel." Bibi melapor, sebab Nathania belum bangun.
"Ada apa Bi? Aku seperti jatuh dari pohon." Nathania kaget bangun dan belum menyadari keadaan.
"Ada yang datang Non." Bibi menunjuk keluar.
"Oh, ini sudah larut. Siapa yang datang beli ole-ole jam segini? Apa ngga bisa tunggu sampai pagi?" Nathania jadi kesal saat melihat jam dinding sudah hampir jam satu. Dia mengira yang membunyikan bel mau beli ole-ole.
"Bibi, tolong lihat siapa. Jangan bawa kunci." Nathania hanya mau lihat siapa yang datang.
"Baik, Non." Bibi Sena letakan kunci lalu berjalan cepat ke halaman, karena bel rumah masih berbunyi.
Nathania duduk terhenyak dan kesal, karena tidak bisa balik tidur. Dia memakai kardigan dan duduk menunggu Bibi Sena di ruang tamu. 'Kita baik dan pengertian bisa beli ole-ole kapan saja, tapi tidak juga seperti sekarang.' Nathania jadi emosi, karena orang yang datang tidak berpikir orang sudah tidur.
~*
Kedua Bibi yang sudah di gerbang, mengintip keluar dari tempat yang disiapkan untuk melihat keluar. "Siapa?" Tanya Bibi, karena tidak melihat yang datang.
"Polisi. Segera buka pintu!" Suara seorang pria dan gedoran mulai tidak terdengar.
"Sebentar, Pak. Saya ambil kunci pintu." Bibi Sena dan Rara berlari kembali ke rumah.
"Ada apa Bi? Siapa?" Nathania yang sedang duduk sambil minum air mineral terkejut melihat kedua Bibi berlari masuk. Dia tidak jadi ambil laptop untuk periksa cctv.
"Polisi di luar minta masuk, Non." Jawab Bibi, yang masih terengah.
"Polisi? Ada apa lagi?" Nathania melihat Bibi Sena. "Ambil kunci dulu Bi. Tunggu, saya mau memastikan." Nathania jadi membuka laptop untuk melihat cctv yang di depan gerbang.
Ketika melihat banyak orang di depan pagar dan ada yang memakai rompi polisi, Nathania mengambil kardigan yang lebih tebal untuk melapisi pakaiannya, lalu berjalan ke halaman bersama kedua Bibi.
Saat pintu pagar dibuka, beberapa orang pria masuk bersama dua orang polisi yang masuk sambil menunjukan tanda pengenal.
"Ada apa ini, Pak? Mengapa datang jam segini ke rumah saya?" Nathania bertanya tanpa beranjak dari jalan masuk bersama kedua Bibi.
"Ada yang melapor rumah ini dijadikan tempat perbuatan maksiat. Mana orangnya tadi." Polisi mencari di antara orang yang melapor.
Nathania terkejut melihat Frans maju dengan dua orang pria, setelah dipanggil polisi. "Benar, Pak. Dia menyimpan lelaki di dalam rumah itu. Ini orangnya." Frans menunjukan ponsel dan menunjukan video yang diambil anak buahnya.
"Berdasarkan ini, bapak-bapak menuduh saya melakukan maksiat di rumah saya?" Nathania tidak bisa menahan emosi. Dia jadi tahu, Frans yang jadi biang keroknya dan terus mengawasi dia.
"Jangan percaya dia, Pak. Periksa saja rumahnya. Pasti laki-laki itu sedang bersembunyi seperti kodok di dalam satu kamar." Ucap salah seorang anak buah Frans.
"Nona, segera minggir. Kami mau periksa rumah anda. Kami harap kerja samanya, agar tidak membangunkan warga yang lain dan anda digiring dari sini." Ucap salah seorang polisi.
"Tidak perlu bapak-bapak menggeledah rumah saya. Paviliun saya sewakan, karena butuh dana segar. Penyewa sedang tidur, kalau itu yang bapak-bapak maksudkan, tunggu di sini. Saya harus menjaga privasi dan kenyamanan penyewa." Ucap Nathania tegas.
"Alasan penyewa, padahal lakukan indehoiii..." Ucapan salah satu anak buah Frans terputus. "Tutup mulutmu! Tunggu giliranmu saya akan menuntutmu dan antek-antekmu." Nathania membentak dengan suara keras seperti apa yang pernah dilakukan Raymond.
Dia tidak takut, karena ada Raymond yang punya pengacara. Jadi dia percaya diri balik mengancam.
"Bibi, tolong ke paviliun dan ketok pintu pelan. Mungkin beliau sudah terbangun." Nathania berkata serius kepada Bibi Sena untuk melihat Raymond.
Tidak lama kemudian, Raymond berjalan dari paviliun dengan memakai sweater berkupluk dan memasukan kedua tangan ke dalam kantong. "Ada apa, Thania?" Tanya Raymond dengan suara parau.
...~_~...
...~▪︎○♡○▪︎~...
kayakna frans tahu pas di bali terus dia marah sampai dorong nike