NovelToon NovelToon
Membuang Suami Sampah

Membuang Suami Sampah

Status: tamat
Genre:Reinkarnasi / Time Travel / Mengubah Takdir / Transmigrasi ke Dalam Novel / Identitas Tersembunyi / Fantasi Wanita / Tamat
Popularitas:1.6M
Nilai: 4.8
Nama Author: Lily Dekranasda

Jessy, 30th seorang wanita jenius ber-IQ tinggi, hidup dalam kemewahan meski jarang keluar rumah. Lima tahun lalu, ia menikah dengan Bram, pria sederhana yang awalnya terlihat baik, namun selalu membenarkan keluarganya. Selama lima tahun, Jessy mengabdi tanpa dihargai, terutama karena belum dikaruniai anak.

Hingga suatu hari, Bram membawa pulang seorang wanita, mengaku sebagai sepupu jauh. Namun, kenyataannya, wanita itu adalah gundiknya, dan keluarganya mengetahui semuanya. Pengkhianatan itu berujung tragis—Jessy kecelakaan hingga tewas.

Namun takdir memberinya kesempatan kedua. Ia terbangun beberapa bulan sebelum kematiannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pengabdian Yang Tak di Hargai

Pagi yang cerah menyelimuti rumah besar keluarga Bram. Seperti biasa, Jessy sudah sibuk di dapur sejak subuh, menyiapkan sarapan untuk seluruh keluarga. Tangannya lincah mengolah bahan makanan, aroma harum masakan menyebar ke seluruh rumah. Dengan telaten, ia memasak berbagai hidangan favorit keluarganya, memastikan semuanya sempurna.

Setelah selesai, ia menyajikan makanan di meja makan dengan penuh kasih. Melihat semua sudah rapi, Jessy melangkah menuju kamar untuk memanggil suaminya.

"Sayang..." panggilnya lembut dari balik pintu kamar.

Di dalam, Bram tampak sibuk dengan ponselnya. Saat mendengar suara Jessy, ia segera mematikan telepon dan menyimpan ponselnya di meja samping tempat tidur. Sudah beberapa hari terakhir, Bram sering terlihat sibuk dengan ponselnya.

"Siapa yang menelepon?" tanya Jessy penasaran.

Bram melirik sekilas ke arah istrinya, lalu tersenyum kecil. "Orang kantor. Mereka tanya soal kerjaan," jawabnya santai.

Jessy mengangguk pelan, meski hatinya mengatakan ada yang janggal. Namun, ia memilih diam dan tersenyum, kemudian berkata, "Ayo turun, sarapan sudah siap."

Bram bangkit, merapikan pakaiannya, lalu berjalan keluar kamar. Jessy, seperti kebiasaannya, dengan sigap mengambil tas kerja dan jas suaminya, lalu mengikutinya dari belakang.

Saat mereka tiba di ruang makan, ibu mertua Jessy, Ella, dengan wajah datar dan sinis. Sementara adik iparnya, Molly, sudah lebih dulu duduk di meja makan dan dengan santainya Molly menikmati hidangan tanpa memedulikan siapa yang telah memasaknya.

"Kalian sudah datang?" sapa Ella tanpa menoleh ke arah menantunya.

"Iya, ma." Bram membalas ucapan sang ibu.

Jessy hanya tersenyum tipis, kemudian duduk di samping Bram. Ia menyendokkan nasi dan lauk ke piring suaminya dengan penuh perhatian.

Namun, suasana damai itu segera terusik oleh suara sinis Ella. "Kalian ini kapan punya anak? Kenapa lama sekali? Mama ingin punya cucu laki-laki!"

Jessy terdiam, tangannya yang sedang menyendok nasi seketika berhenti. Ia menunduk, mencoba menahan perasaan sedih yang tiba-tiba menyeruak di hatinya.

Sementara itu, Bram, yang melihat perubahan ekspresi istrinya, mencoba menenangkan, dan tersenyum canggung. "Sabar, Ma. Ini juga lagi proses."

"Proses, proses! Proses terus! Jangan-jangan Jessy itu mandul!" tukas Ella tajam karena tak puas dengan jawaban Bram.

Jessy menundukkan kepala, hatinya mencelos. Ia sudah sering mendengar sindiran seperti ini, tetapi tetap saja menyakitkan. Jessy mencoba menahan air matanya dengan menggigit bibir bawahnya.

Bram yang melihat istrinya terdiam, menghela nafas panjang.

"Bu, sudahlah. Jangan bahas ini terus. Kita sarapan dulu," ujar Bram berusaha meredakan suasana, meski terdengar lebih seperti permintaan setengah hati.

Meskipun begitu, raut wajah Ella tetap masam. Jessy berusaha menahan perasaan dan melanjutkan makan, walaupun selera makannya sudah lenyap. Bagi Jessy, makanan yang tadi ia masak dengan penuh kasih kini terasa hambar di mulutnya.

Di sela-sela sarapan, Molly yang sibuk dengan ponselnya tiba-tiba menoleh ke arah Jessy. "Kak Jessy, sepatu mahal aku yang kemarin, sudah kakak cuci, kan?"

Jessy menelan ludah sebelum menjawab. "Sudah, ada di rak sepatu tempat biasanya."

"Baiklah," balas Molly singkat, lalu kembali menyantap sarapannya tanpa sepatah kata terima kasih pun.

Jessy hanya bisa tersenyum miris. Sudah lima tahun menikah dengan Bram, dan selama itu pula ia mengabdi pada keluarga ini tanpa sedikit pun dihargai.

Jessy sudah terbiasa dengan sikap mereka, ia hanyalah seorang pelayan bagi mereka, bukan menantu atau kakak ipar yang dihormati.

Ia menahan perasaan sakitnya, karena ia masih masih mencintai suami nya, ia harus lebih bersabar menghadapi keluarga Bram, mungkin suatu hari mereka akan berubah.

"Sabar Jessy, mereka hanya kecewa karena kamu belum memberikan cucu pada mereka. Kamu pasti kuat, kamu adalah wanita hebat." ucap Jessy dalam hati.

Setelah semua telah selesai sarapan, Jessy telah siap berangkat bersama Bram.

"Aku berangkat, Jes." ucap Bram berpamitan kepada Jessy.

"Iya, hati-hati." jawab Jessy dengan tersenyum dan memberikan tas kerja suaminya.

"Ma.. Bram berangkat." pamitnya kepada sang ibu, Ella.

"Iya, hati-hatilah." jawab Ella sambil tersenyum kepada sang anak.

Molly juga berpamitan kepada sang mama, tapi tidak kepada kakak iparnya. Begitulah sikap adik ipar Jessy, yang tak pernah menghargainya. Jessy hanya bisa menghela nafas.

Ella langsung pergi tanpa memperdulikan menantunya ini. Jessy hanya bisa menatap punggung ibu mertuanya yang telah jauh sama menghilang dibalik pintu kamarnya.

semua anggota keluarga sudah pergi—Bram ke kantor, Molly ke sekolah—Jessy mulai mengerjakan pekerjaan rumah. Rumah besar ini selalu bersih berkat dirinya, namun tak ada satu pun yang mengakui usahanya

Sore menjelang malam, Jessy duduk di ruang tamu, menunggu kepulangan suaminya. Jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam, tetapi Bram belum juga pulang. Ia menggigit bibirnya cemas. Sebenarnya, ni bukan pertama kalinya Bram pulang larut malam.

Tak lama kemudian, suara mesin mobil terdengar di halaman. Jessy segera bangkit dan membuka pintu.

Bram masuk dengan wajah lelah. Ia melepas dasinya dengan asal sambil menghela napas panjang.

"Sayang, kenapa kau pulang sangat malam?" tanyanya dengan nada khawatir.

Bram meregangkan bahunya dan menjawab malas, "Aku lembur. Capek banget."

Jessy mengambil tas dan jas suaminya. Tak lupa, ia menyiapkan segelas air untuk Bram.

"Terima kasih, Sayang," ujar Bram sambil meneguk airnya.

Mereka berjalan menuju kamar. Di sana, Jessy duduk di tepi ranjang, memperhatikan suaminya dengan tatapan penuh selidik. Ada sesuatu yang berbeda. Matanya lelah, tapi bukan hanya karena pekerjaan.

Jessy menggigit bibirnya, mencoba menata kata-kata yang sejak lama mengganggu pikirannya.

"Sayang, akhir-akhir ini kau sering lembur. Jangan-jangan kau..." kalimatnya terhenti.

Bram langsung menatapnya tajam. "Jangan apa? Kamu jangan kebanyakan pikiran. Aku ini kerja! Jangan bikin aku bete. Aku capek pulang kerja, bukannya disambut malah dituduh-tuduh."

Jessy terkejut dengan reaksi suaminya. Ia hanya ingin bertanya, bukan menuduh.

"Aku hanya bertanya baik-baik, kenapa kamu berpikiran macam-macam?" Jessy berusaha tetap tenang.

Bram mendengus kesal. "Daripada kamu terus-terusan nuduh nggak jelas, lebih baik buatkan aku air hangat. Aku mau mandi. Pusing aku pulang kerja malah dituduh macam-macam."

Tanpa membantah, Jessy segera berjalan ke kamar mandi dan mulai mengisi bathtub dengan air hangat. Saat ia kembali ke kamar, Bram baru saja selesai menelpon seseorang.

Jessy menatapnya curiga.

"Siapa yang menelpon?" tanyanya pelan.

Bram terlihat sedikit gugup, tapi dengan cepat menjawab, "Orang kantor."

Jessy memiringkan kepalanya, matanya menyipit. "Kenapa setiap malam mereka menelpon? Padahal baru saja kau pulang dan bertemu mereka di kantor."

Bram mendengus kasar. "Sudahlah, jangan bahas ini terus. Aku capek. Jangan omeli aku!"

Setelah berkata begitu, Bram langsung berjalan ke kamar mandi, meninggalkan Jessy yang masih berdiri di tempatnya.

Jessy menarik napas panjang. Ada yang tidak beres. Ia bisa merasakannya. Tapi seperti lima tahun terakhir, ia hanya bisa diam, menelan kecurigaan dan rasa sakitnya Seorang diri.

Namun, ia masih menepis keraguan itu. Ia masih ingin percaya pada suaminya.

1
Nor Azlin
chika lo bantu teman bego mu itu deh jangan ssmpai balikan sama si bsjingan Bram itu yah ...lagi satu kamu bantu carikan pengacara yang bagus buat menggugat cerai pada di Bram tolong uruskan perceraian jessy deh kalau kamu tidak menolong nya bisa2 teman mu itu mati secara tragis yah ...untung ada kamu kalau tidak jessy hanya yinggal nama aja jangan pedulikan perasaan jessy kamu ajukan aja gugatan cerai buat nya nunggu dia sampai musim durian pun velum tentu dia meninggalkan keluarga toxci itu deh ...lamjutkan thor
Nor Azlin
ufah tau gitu msin minum aja deh bodoh banget yah ...betul2 bodoh sekali itu udah dirancanakan lho ksmu pasti hamil tu kerana itu juga perut mu begitu sakit yah kadihan banget deh kamu nya terlalu ahhh susah betul mau bicara sama kamy itu jess sampai kamu seperti ini kamu masih lagi mengatakan mereka itu keluarga jauh suami mu sadar dong itu selingkuhan nya didepan mata mu mereka bersetubuh tapu kamu mikir kesedihan si fina isteri jenis apaan kamu ini yah ...capek deh nasihat orang kayak kamu ini semoga kamu tidak kenapa2 yah ...cepat sembuh & tinggalkan mereka semua nya sebelum pergi kamu kadih miskin dulu & hajarkan mereka biar mereka tau diri juga kspok deh ...lanjutkan thor
Cicih Sophiana
nah gitu dong... mumpung lg masih muda lebih baik pergi
Nor Azlin
sakit hati lho baca nya gerget banget sama si jes nya yah udah kaysk gitu sudah tentu lah bermain api di belskang mu lah mana ada orang bisa betah begitu lama di kamar saudara atau sepupu sekali pun yah ...hadeeehhhh kalau aku itu udah lama mati keduanya yah aku bantai termasuk ibu mertua mu juga adik ipar setan mu itu ...kalau tidak dosa membunuh orang udah lama aku bunuh ni keluarga toxic ini mah 😡😡😡 ayo bangkit lah sebelum itu miskinkan keluarga mertua mu dulu biar tau rasa ni baru kamu bis keluar dari rumsh itu ....si Fina mau nya laki kamu kan nah biar dia rasa bahai mana nanti nya miskin apa dia masih mau bersama suami mu itu ...jadi untuk membuat dia mati kutu kamu harus bangkit & ambil semua nya biar mereka tidak ada apa2 lagi biar jadi gembel aja ...di masa itu baru dia tau kamu itu berharga dari selingkuhan nta itu yah ...mau jadi nyonyakan di rumah itu biar dia jadi nyonya gembel aja deh ...lanjutkan thor
Cicih Sophiana
Chika bersahabat dgn Jessy... knp gak dari dl klo Jason suka Jessy kan bisa di jembatani Chika...
Cicih Sophiana
jgn kalah dong Jes
Ira Kawai
keren...
Cicih Sophiana
semoga Jessy bisa mengungkap perselingkuhan Bram...
Cicih Sophiana
si pelakor atau si suami gi lanya yg merusak rem
Cicih Sophiana
ayo Jessy mantapkan jgn tunggu lama
Cicih Sophiana
jgn lembek di hadapan mereka dong Jessy...
Cicih Sophiana
lelet kamu Jessy... gimana gak di benci mereka... mereka menganggap kamu lemah yg mudah di permainan...
Cicih Sophiana
knp waktu mereka keluar dari ruang dokter kandung gak di foto itu kan bisa untuk ngumpulin bukti..
Cicih Sophiana
Jessy pergi aja dari rumah itu
Cicih Sophiana
Jessy aq jd gedek sama kamu...
Cicih Sophiana
Jessy jgn percaya omongan nya...
Cicih Sophiana
perempuan bo doh...
Cicih Sophiana
Jessy kamu punya o tak gak sih... kok gak di pake mikir yah
Cicih Sophiana
buat apa di pertahan kan suami gi la, mertua dan ipar gak punya akh lak
Cicih Sophiana
klo pelakor pinter drama... na jong
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!