Kualitas internasional

Alice tahan, sebisa mungkin untuk tidak menangis. Karena, sakit, yah walau seharusnya tidak terlalu sakit, sebagai seorang dokter, Fachry tahu caranya.

Cara membuat pecah gadis seorang Alice tidak mengalami pembengkakan. Namun, sifat manja seorang Alice juga lah yang membuat Fachry seperti tersangka.

Bagaimana lagi? Sudah kadung masuk, maka dia harus bergoyang. Lagi pula, bukankah ini yang Alice inginkan sedari kemarin?

Menggoda, merayunya, bahkan sempat membuat Fachry beranggapan jika gadis ini sudah tidak lagi gadis. Ternyata oh ternyata, saat pecah selaput, masih terlihat percikan noda merah di sprei miliknya.

"Harusnya enak kan?"

Tidak juga, karena di awal masuk rasanya seperti neraka, tidak ramah! "Percuma nyari yang lokal, sama saja!"

"Apanya?" Fachry tertawa saat mulut istrinya merutuki dirinya. Terlihat seksi karena desah dan lenguh terus mengiringi wanita itu.

"Sama gedenya!" Alice berteriak.

"Padahal Alice sengaja cari cowok lokal biar nggak gede- gede amat tahu! Ah ... Jadi berasa beli kucing dalam karung deh, Alice! Dokter sama sekali nggak sesuai ekspektasi!"

Fachry semakin terkikik, Alice tidak tahu saja kalau sesungguhnya Fachry masih memiliki garis dan darah keturunan Arab. Neneknya dulu pernah menjadi TKW Saudi Arabia dan begitu pulang membawa almarhum ayahnya.

Dengan lain kata, Fachry masih cucu orang Arab. Walau, Fachry takkan mengatakannya pada Alice karena sungguh, ini sebuah kisah yang cukup memalukan bagi leluhurnya.

"Sakit?" Fachry memastikannya, lalu diakhiri oleh anggukan wanita itu. "Banget!" keluhnya.

"Mau kiss?" Fachry merangsek menawarkan bibirnya. Keduanya sempat saling menatap untuk jarak yang sangat dekat.

"Iya!"

Terpejam, Fachry melumatnya, cukup lama sampai suara cecapan terdengar riuh. Sedang di bawah sana dia masih bekerja keras untuk memberikan sentakan.

Fachry gemas dengan wangi mulut gadis itu, hingga dengan sengaja menghirupnya dalam- dalam bahkan sembari terpejam.

"Wanginya Masha Allah!" Fachry memicing matanya, bibir mereka terlerai. "Besok kita main ke kantor Daddy ya?"

"Ngapain?!" Alice mendesah karena setiap tujuh kali sentakan, Fachry memberikan satu kali gebrakan yang mendalam.

"Mau ngucapin terima kasih. Anak gadisnya enak banget." Fachry terkikik. "Pasti bikinnya mahal. Di luar negeri."

Alice tertawa di sela lenguh. Sejatinya, Alice bukan dibuat di luar negeri, melainkan di semak belukar, yah! Alice pernah membaca buku harian almarhumah ibunya.

Tertulis jelas jika Sky Rain yang memaksa dan terjadi lah pembuatannya. Beruntung, Alice bukan hasil haram, sebab Sky Rain dan almarhumah ibunya menikah dengan perjodohan yang berujung cinta.

Sangat manis, Alice suka membaca diary ibunya. Dan rencananya, Alice ingin mencetak kisah Daddy dan Mommy kesayangannya di buku karangannya sendiri.

"Dibuat dengan cinta yang pastinya, karena Daddy masih sangat mencintai Mommy yang sudah meninggal, bahkan sampai sekarang!"

"Masha Allah." Fachry terkagum. Walau, keningnya mulai berkerut, sebab semakin pinggulnya memukul, semakin melayang layang rasa yang dia dapat hingga berteriak.

"Sempit, Sayang!!!" Fachry lalu menyingkirkan sedikit rambut Alice yang tiba- tiba terjatuh dan menghalangi pandangannya. "Masih sakit kah, Habibah?"

"Enggak__ sih!" Bohong, yang benar, masih cukup sakit walau tak terlalu. "Udah enakan, nggak sesakit yang awal."

Fachry mencium kening Alice, lembut. Cukup damai rasanya. Begitu tentram di sanubari gadis itu hingga rela membalas kecup di bibir.

"Ustadz tahu nggak?" Alice bicara, yang lantas dihiraukan suaminya. "Alice sayang banget sama, kamu."

Fachry menjawabnya dengan kecupan. Sebab, ia termasuk seseorang yang setuju jika sebuah cinta seperti amil ma'nawi ibtida, yang hanya bisa dirasakan tapi sulit di raba apa lagi disentuh dengan fisiknya.

Sudah cukup lama tak ada obrolan, di mulai sejak posisi pertama mereka, hingga dua kali berganti formasi, Alice baru teringat sesuatu.

"Ustadz...," lenguh Alice.

"Hmm?" Fachry mendekati tengkuk Alice, posisi gadis itu membelakanginya dan untuk sesekali surai yang lurus nan pirang Alice dimiringkan oleh sentuhan tangannya.

"Alice tuh mau banget cobain beginian di ruang laboratorium, Ustadz mau nggak?"

"Astaghfirullah!" Fachry terhenyak. Bagaimana bisa Alice memikirkan hal seperti itu?

"Kok istighfar?" tukas Alice. Beginilah menikahi ustadz, mau bercinta bismillah, terlena sedikit istighfar.

"Apaan begitu?!" sergah Fachry.

Alice terkikik di sela desah. "Kayaknya seru deh, bikin film dokumenter pribadi, ala- ala Dosen sama muridnya, terus kita cobain juga di klinik, biar ceritanya ala- ala pasien sama dokter gantengnya."

"Ini otak," greget Fachry. Tangannya sambil mengetuk kepala Alice. "Kebanyakan nonton biru jadi korsleting!" sarkasnya.

Alice terkikik, dia yakin benar, Fachry takkan pernah mau bercinta di tempat milik umum, maka dari itu lah gunanya Alice membujuk.

"Mau ya! Biar ada sensasi baru di sana- sini, di mobil, dapur, dan semua tempat!" Terakhir, Alice mengaduh setelah Fachry menyentak istri gadisnya, geregetan.

Fachry ingin sudahi dulu karena sudah hampir satu jam mereka bercinta, sementara waktu layak orang normal yang bukan psikopat hanya 10 sampai 15 menit saja.

Alice tertawa, sebenarnya setelah cukup lama merasakan miliknya melayang layang, dia suka durasi ini.

"Mmmh..."

Akhir yang Alice sukai, Fachry meletuskan bibit ketampanannya tepat di punggung yang ambruk di bawah kungkungannya.

Fachry terkekeh, sepertinya Alice bahagia sekali setelah dia selesai. Terlihat dari gelak tawa yang diperdengarkan mantan gadis itu.

Sempat Fachry meraih tisu dari nakas, dia usap punggung Alice sebelum dirinya juga ambruk di atas punggung wanita manjanya.

"Terima kasih, Zaujati." Fachry berbisik, dan Alice tersenyum sambil mengatur napas yang masih berantakan gemuruhnya.

Napas yang menabrak cuping telinganya, bukti jika Fachry juga masih sulit mengondisikan deru dera di dadanya.

"Sayang__" Belum juga bisa atur napas, Fachry kembali berbisik di telinga.

"Hmm?"

Fachry lantas menjilat telinga Alice yang bahkan masih terpejam lemas. "Mau lagi."

Sontak, Alice melotot, bukan karena bisikan ajakan Fachry, melainkan karena sesuatu yang tak lama ini amblas kembali di dalam miliknya, sesuatu yang kembali mengeras.

"Ini Dokter pasti minum irex-ya!?"

Terpopuler

Comments

Salim ah

Salim ah

hahaha... kok masih ada irex sih jaman modern 😆😆
lice kamu tau gak dokusmu itu keturunan Arab jadi dia kuat satu kali dia blm puas dan akan melakukan ber x x 😂
lice yg seharusnya minum obat kuT itu km biar bisa mengimbangi dokusmu

2024-04-20

14

Nur rochman

Nur rochman

Ehmn kak pasha tanggung jawab
paksu masih di luar kota /Chuckle//Hunger/
part yg bikin greget senyum2 sendiri, lagi MP sambil ngobrol unfaedah ala bocil baru gede, untung Dokus sabar meskipun lagi on fire tetep aj menjawab dg konsen penuh biar istri gak kesakitan ,tapi bisa menikmati /Angry//Angry//Angry/..
Alice mulai sekarang siap2 paksu Dokus sering minta jatah dan otw bucin /Facepalm//Facepalm//Facepalm/

2024-04-20

0

U_Lee

U_Lee

Astagaa..... pagi buta kayak gini otak dibikin travelling /Hey/ si Alice niatnya baik sih belajar buat menyenangkan suami dg melihat begituan eehh malah keblabasan tuh sampai hafal nama obat kuat segala... baru aja mau rehat udah ditusuk lagi tuh sama si suami, ternyata diem2 malah lebih menghanyutkan tuh si fachry...

2024-04-20

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!