Gigitan kamu?

"Maaf kalo aku bentak tadi." Fachry tak bermaksud untuk mengeraskan suara, tapi menegur agar Alice tak berpikir buruk.

"Ini perlu diobati." Fachry memeriksa seksama ruam di sekujur tubuh istrinya, bahkan sepertinya di paha pun banyak.

"Kamu ke sawah lagi?"

"Enggak." Walau kesal, wajah memberengut, Alice masih baik untuk menyahut.

"Terus makan apa?"

"Makan hati!"

"Ini serius." Fachry menghela napas, Alice memang se-drama ini.

"Alice nggak mau jawab kalau nggak dipanggil sayang!"

"Sayang." Fachry mengalah karena ruam di kulit Alice memang perlu penanganan. "Aku obati ruamnya, tapi sebelumnya aku harus tahu kamu tadi makan apa?"

"Telur asin." Alice mengaku. "Padahal Alice alergi telur bebek."

"Terus kenapa masih di makan?" sela Fachry mulai ketus.

"Enak."

"Sekarang buka bajunya!" Fachry melepaskan satu persatu kancing piyama Alice bahkan melepas celana pendek Alice.

"Ini mau ngobatin apa perkosya sih?!"

"Dua duanya kalo mau."

Fachry meneguk ludah ketika matanya menangkap kelembutan istrinya. Belahan tembam nan ranum yang sebenar benarnya sudah menjadi halal untuk dia masuki, kini berhasil menyentaknya.

Sebenarnya Fachry hanya ingin memeriksa seberapa banyak ruam Alice. Tapi, dadanya yang berdetak kencang membuat dirinya sontak terdiam cukup lama karena melihat pemandangan yang begitu indah.

Tak mau terus terpaku Fachry menutup tubuh polos istrinya dengan selimut. Alice hanya menarik sudut bibirnya, cukup tersinggung karena dokter Fachry tak mau menidurinya.

Walau, dia belum siap untuk kehilangan sebutan gadisnya tapi setidaknya Alice ingin melihat reaksi waras. Bukan reaksi yang ditunjukkan oleh Fachry saat ini.

"Minum..." Karena tak mendapat respon Alice, Fachry meralatnya. "Minum, Sayang..."

Fachry memberikan obat kortikosteroid, yang lalu diterima Alice. "Sekarang olesi titik titik ruamnya pake ini." Fachry menyodorkan losion kalamin pada istrinya.

"Nggak mau!" Alice berpaling, yang mana hal itu membuat Fachry mendengus.

"Biar cepat sembuh, besok kita akan ke pesantren. Ngenalin kamu sama keluarga besar pesantren."

"Alice nggak suka kalo kulitnya bau obat!"

"Cuma sementara, besok kalo sudah sembuh, kamu boleh pake losion wangi kamu lagi, Sayang." Fachry harus selalu menyebutkan panggilan pamungkas itu, setidaknya agar istri kecilnya mau menurut.

Yah, begitulah resikonya memiliki istri yang berasal dari keturunan konglomerat. Harus pandai- pandai mengimbanginya, menjaga keromantisan ala orang barat.

"Pakein!" Alice menendang selimut, dan Fachry segera menariknya kembali. "Ssstt!"

"Dokter normal nggak sih?" Alice menatap seksama wajah damai itu. Sekilas tak ada yang berbeda, bahkan terlihat normal.

"Kenapa?"

"Masa liat badan Alice yang dibilang seksi menggemaskan nggak mau kiss?"

"Emang mau dikiss?" sela Fachry.

Ingin, tapi ... "Enggak sih! Kan Alice lagi marah!" Gadis itu lalu berpaling jutek.

"Ya sudah buka!" Fachry tak mau semakin menambah lama drama.

Fachry menyingkap sedikit selimut Alice untuk mengoleskan losion kalamin pada ruam di sekujur tubuh istrinya. Pertama- tama, Fachry mulai dari dagu Alice, ke leher, ke dada dan Alice menggelinjang.

"Ah, emmh, ah, ah..."

"Ssstt!" Fachry melotot. Dirinya setengah merangkak, dan di bawah tubuhnya Alice mendesah seperti diapakan saja. "Nanti Ibu denger!" tegurnya.

"Lagian kita nggak ngapa ngapain!"

"Makanya nggak usah over sound!" Fachry kembali melanjutkan pengolesan nya, dan Alice semakin menjadi.

"Tapi emang geli... Ahh!" teriaknya.

Fachry menarik kain untuk disumpal ke mulut gadis rese itu. "Mau banget diperkosya?"

"Enggak!" tolak Alice.

"Terus ngapain mancing- mancing?"

"Biar Om Dokus tersiksa!" Alice lalu menggigit bibir bawahnya. "Ah, ah, emmh ah!"

Fachry tak mau kalah, kalau Alice menolak dia tidak akan pernah memaksa atau subuh Alice yang akan dilaknat. Maka untuk menghindar dari kejahatan syahwat, dia meraih headset lalu disumpal ke telinganya.

Setidaknya, suara desah menggoda Alice tak lagi Fachry dengar. "Kok curang sih!" Alice merebut satu headset bluetooth suaminya.

"Kamu nggak mau kan?" Fachry menyela.

"Enggak," kekeuh Alice. "Soalnya Om Dokus barusan bentak Alice, makanya Alice nggak akan mau begituan!"

"Kan udah minta maaf." Fachry berusaha memberikan pengertian, bahwa Fachry tidak bermaksud membentak.

"Tetep ajah, Alice mau ngambek tujuh hari tujuh malam sama, Om!" ketus Alice. Sakit, saat dibentak, Alice sedih barusan.

Fachry tak suka sebutan Om. "Panggil, Mas, Sayang, emang aku setua itu apa?"

"Fachry ajah gimana?" Alice menarik sudut bibirnya tak suka. "Biar kayak si Nita Nita itu!"

"Dia lebih tua dari kamu loh!" tegur Fachry.

"Sopan sedikit manggilnya, Mbak."

"Dih! Untung ajah nggak Bibik!" Alice tak suka, kenapa harus menyukai ustadz yang lempeng begini, ah, friendly itu menyakitkan!

Fachry kecup kening Alice, hal yang membuat gadis itu terhenyak begitu lama. Fachry sengaja lakukan itu demi ketenangan istrinya.

"Jangan jadi orang yang arogan, istriku. Nggak baik, kalo hati kamu dibiarkan dipenuhi dengan ketakutan duniawi ... berpikir buruk, itu salah satu ketakutan duniawi."

Alice masih tak bisa menyahut. Alice masih memikirkan kecupan pertama Fachry yang mendarat di keningnya dengan begitu manis.

"Padahal yang seharusnya, al khauf minallah, takut kepada Allah," jelas Fachry kembali.

"Ustadz modus, ya?" sergah Alice.

Fachry tertawa geli. "Yang sedang Mas lakukan ini namanya, al takhwif minallah, berusaha membuat seseorang takut kepada Allah itu bagus."

"Kenapa harus takut?" sanggah Alice. "Kan bukannya Allah maha pengasih."

"Takut dalam artiannya, takut mendekati larangan-Nya, dan menjauhi perintah-Nya, Sayang."

Fachry suka, akhirnya ada kesempatan untuk bisa memberikan sedikit demi sedikit kajian darurat untuk istrinya.

Alice berdecak. "Kok jadi sweet gini sih? Ustadz lagi modus biar bisa ehm ehm?"

"Jadi nggak mau?" Fachry tertawa pelan, kemarin Alice begitu bersemangat untuk mengejarnya sekarang tampak takut.

"Enggak!" kekeuh Alice. "Katanya kemarin terpaksa! Terus ngapain minta ehm ehm?"

"Kan kewajiban suami itu menafkahi istri."

"Dih!" Alice mendadak bangun, "giliran beginian ajah bahas menafkahi!" tukasnya.

Ok, Fachry tak mau modus, lagi pula Fachry juga belum berniat. "Sekarang mau makan apa?"

Fachry menunda pengolesan losion untuk tubuh Alice, dia akan selesaikan setelah makan karena barusan dia mendengar bebunyian perut Alice.

"Mie instan."

"Jangan dong, kan lagi alergi." Fachry mendengus.

"Telur asinnya enak." Alice suka memakan makanan yang tidak pernah disediakan di rumah ayahnya. "Kan biar alerginya sekalian hari ini."

"Nggak, ruam kamu parah!" Fachry lembar baju Alice untuk dipakainya. "Sekarang pakai bajunya lagi."

"Ahh!"

Terakhir, Alice menggoda suaminya dengan desah yang cukup merdu. "Kalo nggak mau mending diem!" tutur Fachry.

"Kan biar Dokter tersiksa!" Alice tertawa, gadis itu lalu naik ke punggung Fachry sesaat setelah pria itu berjalan keluar. "Ahh!"

"Alice!" Dan gadis itu hanya tertawa sambil menarik pipi suaminya gemas. "Mau masak apa Om Dokus?"

"Mas!" Fachry menegur.

"Iya, Mas!" Alice gemas, jadi meskipun dia sedang dalam kondisi marah tetap ingin menggigit cuping telinga suaminya.

"Astaghfirullah!"

Terpopuler

Comments

❤️‍🔥Istrinya Sky Wingky🫦

❤️‍🔥Istrinya Sky Wingky🫦

Selamat tidur mentemen, besok pas kalian bangun, sudah ada bab barunya lagi... hihi...

2024-04-12

27

AIDA delima

AIDA delima

baru sempet baca cerita dokus alice ini ternyta gk kalah sweet juga😍😍🥰

2024-04-23

0

Miss Typo

Miss Typo

aku lebih suka nih saat mereka msh di kampung gini

2024-04-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!