Bagaimana caranya Hanum si preman pasar yang bar- bar seketika menjadi anggun saat dia harus menikah dengan anak majikannya.
"Ada uang Abang kucinta. Gak ada uang Abang kusita."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sama Saja
"Nikah kontrak?" tanya Ningsih memastikan.
Hanum mengangguk setelah menceritakan apa yang baru saja Arya katakan padanya.
Hanum mendongak menatap Ningsih, meski terkejut wajah Ningsih masih nampak tenang seperti biasanya. Nyonyanya ini benar-benar tak pernah menunjukkan amarahnya, entah sesabar apa Ningsih, hingga Hanum nyaris tak pernah melihatnya.
Ningsih menghela nafasnya. "Lalu jawaban kamu?"
"Ya gak mau la—h" Hanum berkata pelan di akhir kalimat bahkan menutup mulutnya karena kelepasan bicara non formal.
"Maaf, Nyonya."
"Kenapa kamu menolak? Padahal uang yang Arya tawarkan sangat banyak?"
Hanum mengangguk. Memang benar, 10 milyar sangat banyak. Tapi seperti katanya dia tak mau mempermainkan pernikahan.
"Saya gak berani mempermainkan hal saklar, Nyonya,"
Ningsih berdiam cukup lama membuat Hanum bingung apa pembicaraan mereka selesai atau belum. Hingga suara Ningsih kembali terdengar, "Kenapa kamu tidak menerimanya saja, Hanum?" Hanum mengerutkan keningnya dengan wajah terkejut. Kenapa tuan muda dan nyonyanya sama saja.
"Saya juga setuju dengan kamu, tidak baik mempermainkan pernikahan. Tapi dengan ini kamu bisa membahagiakan orang tua kamu, dan adik- adik kamu, atau bahkan kamu tidak perlu bekerja lagi?"
"Tubuh saya masih kuat, Nyonya. Tidak masalah jika saya terus bekerja." Ningsih mengangguk. Dan itu artinya Hanum benar-benar menolak.
Ningsih menatap Hanum dengan sedikit kagum. Gadis ini memiliki pendirian juga rupanya.
"Kamu akan tetap menolak bahkan meski saya kasih 10 milyar lagi buat kamu?" Hanum membelalak tak percaya, ada apa dengan tuan dan nyonyanya ini, kenapa pikiran mereka tiba-tiba menjadi gila.
20 milyar di depan mata Hanum. Dan dia tak yakin tak akan goyah imannya jika terus begini.
"Maksudnya gimana ya, Nyonya?"
"Menikah dengan anak saya, Hanum. Kamu akan dapat 20 milyar diluar gaji kamu sebagai pembantu."
"Maksudnya saya bakalan dapat gaji terus biarpun jadi istri kontrak tuan Arya, nyonya?" Ningsih mengangguk.
Hanum masih mengerjapkan matanya. "Tolong pikirkan. Saya kasih kamu waktu sampai lusa untuk berpikir."
"Tapi, Nyonya—" apa yang bisa dia pikirkan dalam dua hari, lagi pula apa yang akan dia katakan pada bapaknya. Dia menikah kontrak dengan majikannya, begitu? Sudah pasti bapaknya tidak akan mengizinkan, bahkan mungkin Hanum akan segera diminta berhenti bekerja disana jika tahu anaknya di mintai menikah kontrak.
"Sepertinya saya gak perlu mikirin lagi. Maaf, Nyonya, saya gak bisa."
"Jangan terburu-buru, Hanum. Pikirkan dahulu."
Hanum melipat bibirnya. Memang apa yang perlu di pikirkan sementara dia tahu itu tak baik dan tak boleh di lakukan.
"Nikah kontrak atau bukan prosesnya tetap sah, Hanum. Hanya saja kita memiliki perjanjian yang harus kita lakukan dan tepati."
"Tapi ujung-ujungnya tetap cerei kan, nyonya?"
"Itu tergantung kesepakatan masing-masing."
....
Hari ini Hanum pulang ke rumahnya setelah mengambil izin pada Ratna, dan kebetulan juga hari ini Arya tidak akan pulang, jadi Hanum bisa menginap sebelum pagi- pagi nanti dia kembali. Saat tiba Hanum hanya menemukan Johan yang sedang tidur setelah pulang sekolah, terlihat dari seragam sekolahnya yang masih dia pakai.
"Bapak sama Reva kemana?" Hanum meletakan kresek makanan yang dia beli dalam perjalanan pulang.
"Bapak kerja, Reva lagi main kali." Johan menggaruk kepalanya lalu duduk di lantai di depan kresek yang Hanum letakan. "Wah ayam nih." Johan mengambil satu potong ayam goreng lalu memakannya.
"Cuci tangan dulu Johan! Napa main lahap aja." Hanum mengeplak kepala Johan.
Johan terkikik. "Sori, kak. Abis udah lama gak makan Ayam."
Hanum mengernyit. "Udah lama? Emang selama ini lo makan sama apa?"
"Ya biasalah, tahu, tempe kalau ada."
Hanum semakin bingung. Bukankah nyonya Ningsih sudah memberikan uang 10 juta pada bapaknya. Kenapa mereka masih makan dengan lauk seadanya? 10 juta cukup untuk makan enak 1 bulan. Bahkan mungkin akan ada sisa untuk di tabung.
Hanum melihat ke arah pintu. "Bapak kok belum pulang juga, Jo?" Biasanya tengah hari bapaknya akan pulang lalu pergi lagi ke pasar untuk kuli panggul lagi atau apa saja yang bisa dia bantu dan menghasilkan uang.
"Paling bentar lagi, kak." Saat ini Reva pulang dan memekik senang saat melihat Hanum ada di rumah mereka.
"Reva kangen kk." Hanum tersenyum lalu menepuk punggung Reva yang memeluknya.
"Kakak bawa ayam. Makan sonoh." tunjuk Hanum pada Johan yang masih asik dengan ayam gorengnya.
"Wah asik." Reva segera duduk dan makan dengan senang.
Melihat reaksi Reva yang sama dengan Johan, Hanum semakin sedih. Uang 10 juta yang Nyonya Ningsih berikan apa bapaknya simpan begitu saja, dan membiarkan mereka makan seadanya? Kalau begitu untuk apa Hanum bekerja keras?
"Jo lo gak berantem lagi kan di sekolah?" tanya Hanum saat melihat kedua adiknya sudah selesai makan. Raut wajah mereka nampak senang karena makan ayam cukup banyak.
"Gak kak."
"Awas ya, Jo. Jangan sampe lo malu- maluin keluarga kita. Sekolah yang bener, jagain adek lo sama bapak juga." Johan mengangguk.
Hanum kembali menoleh pada pintu saat tak juga menemukan bapaknya pulang, hatinya tiba-tiba merasa cemas. "Jo, bapak kok belum pulang juga, sih?"
Johan mendongak menatap jam dinding rumah mereka yang menampakan pukul 3 siang. "Iya, kak."
"Jo— Johan! Johan!" Hanum dan Johan saling pandang saat mendengar suara teriakan dari luar, dan dengan segera mereka melihat suara siapa itu.
"Jono, kenapa lo?" tanya Hanum saat melihat Jono berlari dengan nafas terengah.
"Eh, Num, ada lo?" Jono tersenyum menatap Hanum.
"Iya, gue baru pulang, ada apa?"
Jono menepuk dahinya hampir saja dia lupa niatnya untuk datang. "Bapak, bapak lo pingsan Num."
"Hah!" Hanum tak bisa menunjukkan keterkejutannya pun langsung berteriak. "Serius lo?"
"Iya, buruan. Ini bang Tigor lagi bantu bawa ke puskesmas!"
"Bentar Jon, gue ambil dompet dulu." Hanum bergegas masuk untuk mengambil dompetnya.
"Tunggu di rumah sama Reva!" pesannya pada Johan.
"Iya, kak."
Hanum berlari mengejar Jono untuk segera pergi ke puskesmas terdekat.
Tiba di sana Hanum melihat bapaknya masih belum sadar dan masih di tangani oleh petugas medis. Hingga beberapa saat Hanum menunggu bersama Jono dan bang Tigor.
"Num, gue mesti balik ke pasar, nih. Gue gak bisa temenin lo," ujar kepala preman pasar tersebut.
"Iya, bang. Gak papa. Makasih udah bawa bapak gue."
"Sama- sama, Num." Bang Tigor menepuk pundak Hanum lalu pergi.
Kini tersisa Hanum di temani Jono yang masih menunggu. "Lo juga boleh pergi, Jon."
"Kagak, gue temenin lo dulu deh sampe bapak lo sadar." Hanum menghela nafasnya.
"Gimana bisa bapak gue pingsan, Jon?" tanya Hanum dengan sedih.
"Gak tahu, Num. Tiba-tiba aja orang-orang teriak, pas gue liat bapak lo udah pingsan. Mungkin kecapean, Num." Hanum tahu kesehatan bapaknya mungkin masih belum stabil makanya dia pingsan.
"Padahal gua udah bilang bapak jangan kerja lagi, biar gue yang kerja."
"Namanya juga orang tua, Num. Bapak pasti gak mau repotin lo."
Ya, begitulah bapaknya.
"Oh, iya. Gimana kerjaan lo itu, Num. Lo betah jadi babu?" Melihat wajah Hanum yang semakin sedih Jono memilih mengalihkan pembicaraan.
"Ya, siapa yang betah sih Jon jadi babu. Namanya juga kerja di bawah telunjuk orang. Ya kali kalau jadi nyonya. Gue yakin gue betah 100 persen."
Jono tertawa. "Ya kali dari babu jadi nyonya, Num. Harus tahu diri juga. Ya, meskipun gue liat lo jadi bening gak kayak waktu di pasar. Ya, bisa di bilang tinggal dandan dikit lo bisa kayak nyonya- nyonyaan."
Hanum tertawa mengangguk. "Lo bener, harus tahu diri." meskipun Hanum di tawari menikah dengan si tuan muda, tetap saja judulnya nikah kontrak dan itu tidak menjamin dia akan menjadi nyonya seketika.
Saat ini dokter keluar dengan menatap Hanum dan Jono bergantian. "Siapa keluarga pasien?"
"Saya anaknya, dok," jawab Hanum seraya berdiri dari duduknya.
"Bapak kamu harus segera di bawa ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Melihat kondisinya yang belum sadar juga, saya khawatir pasien mengalami koma."
Doble Up kalau boleh kak