NovelToon NovelToon
Bukan Sekedar Takdir

Bukan Sekedar Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:913
Nilai: 5
Nama Author: xzava

Aku tak pernah percaya pada cinta pandangan pertama, apalagi dari arah yang tidak kusadari.
Tapi ketika seseorang berjuang mendekatiku dengan cara yang tidak biasa, dunia mulai berubah.
Tatapan yang dulu tak kuingat, kini hadir dalam bentuk perjuangan yang nyaris mustahil untuk diabaikan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xzava, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

Setelah sarapan, mereka berlima kembali berkumpul di ruang tengah untuk menonton drama horor. Tawa dan teriakan kecil kadang terdengar ketika adegan-adegan menegangkan muncul di layar.

Namun berbeda dengan yang lain, Rizki justru tidak fokus menonton. Matanya malah terpaku pada dinding rumah Yura yang dipenuhi berbagai pajangan.

"Perasaan dari kemarin lo liatin itu mulu deh, Riz," tegur Hana sambil melempar bantal kecil ke arah Rizki.

"Bagus soalnya, kek di museum," jawab Rizki santai tanpa mengalihkan pandangannya.

Memang, dinding rumah Yura penuh dengan lukisan, sketsa, dan gambar-gambar artistik. Semua hasil karya tangan Yura sendiri.

"Tapi kok lo gak pajang foto keluarga Yur?" tanya Rizki penasaran.

"Oh iya, gue juga pernah mikir gitu. Sorry ya kalau nanyanya agak gak sopan," ucap Febi sopan. "Udah lama pengen nanya, tapi gak nemu timing-nya."

Mereka memang sudah berteman sejak awal kuliah, tapi Yura bukan tipe yang suka membagikan cerita tentang keluarganya. Hanya Hana dan Aldin yang tahu sedikit lebih banyak, karena mereka sudah berteman sejak SMA.

"Aman, gak masalah kok," jawab Yura sambil tersenyum. "Foto keluarganya ada, tapi gue taruh di kamar."

"Terus kenapa lo gak tinggal bareng orang tua lo?" tanya Febi lagi.

"Kayaknya gue pernah bilang deh?" Yura balik bertanya.

"Mungkin pernah, tapi gue lupa," jawab Febi sambil mengernyitkan dahi.

"Orang tua gue tuh nganut gaya asuh American style," jelas Yura tenang.

Aldin dan Hana langsung terkekeh mendengar jawaban itu.

"Hah? Maksudnya?" Rizki terlihat bingung.

"Di Amerika, anak-anak yang udah cukup umur biasanya tinggal sendiri. Biar belajar mandiri dan tanggung jawab. Jadi sejak umur gue cukup, mereka minta gue hidup sendiri," jelas Yura lagi.

"Oh gitu…" Rizki dan Febi mengangguk paham.

Tiba-tiba Hana tertawa keras.

"Hahahaha… lo ingat gak Din? Waktu ulang tahun Yura yang ke 17 dia sempet 'diusir' dari rumah!"

Aldin ikut tertawa. "Iya, parah banget itu!"

"Ceritain dong, kok bisa sampai diusir?" tanya Febi dengan mata membulat penasaran.

Yura mendesah, lalu ikut tertawa kecil. "Jadi dulu gue masih tetanggaan sama dua orang ini. Pas gue ulang tahun ke 17, gue ngundang mereka makan malam bareng keluarga. Nah, habis makan, mereka pamit pulang. Tiba-tiba orang tua gue nyuruh gue keluar rumah juga."

"Astaga, terus lo ngapain?" Rizki semakin penasaran.

"Ya gue nangis lah! Gue mohon biar gak diusir. Eh taunya... PRANK!" ucap Yura, setengah malu, setengah kesal.

"Katanya simulasi, biar gue siap hidup mandiri. Kampret banget gak sih?"

Semua pun tertawa lepas, membayangkan kepanikan Yura saat itu.

"Terus gak jadi keluar dari rumah?" tanya Rizki.

"Iya, pas masuk kuliah baru gue mulai hidup sendiri, tapi masih dikasih uang bulanan. Kalau nggak ya bisa-bisa gue ngamen di lampu merah," jawab Yura, membuat tawa kembali meledak.

"Keren juga ya pola asuh orang tua lo," komentar Rizki sambil mengangguk kagum.

"Iya sih, berat di awal, tapi gue jadi belajar banyak hal," ucap Yura sambil tersenyum.

Obrolan mereka berlanjut, tapi kini lebih santai. Sambil menonton drama horor yang tetap diputar, mereka larut dalam tawa dan cerita-cerita masa lalu yang mempererat ikatan di antara mereka.

...****************...

Setelah selesai membereskan bungkus snack, satu per satu teman-teman Yura pamit pulang.

"Balik dulu Yur," ucap Rizki sambil mengangkat tangan.

"Balik juga, makasih ya," sahut Aldin, menyusul di belakang Rizki.

"Thank you Yur. Seru banget!" Febi ikut melambaikan tangan, berjalan berdampingan dengan mereka menuju mobil.

Hana pun menyusul. "Gue balik juga ya. Next time nginap lagi pokoknya!" ucapnya dengan semangat sebelum masuk ke dalam mobil.

"Bye guys! See you tomorrow!" Yura melambaikan tangan ke arah mereka sambil tersenyum lebar, berdiri di depan pagar rumah.

Ia terus berdiri di sana sampai mobil yang membawa teman-temannya perlahan menghilang di tikungan jalan. Begitu mobil itu tak lagi terlihat, senyumnya pun perlahan memudar.

Kini rumahnya kembali hening.

Yura menarik napas pelan lalu menutup pagar. Ia berjalan masuk ke dalam rumah, membuka pintu dan melepas sandal dengan langkah lesu. Hening menyergap begitu ia menjejakkan kaki di ruang tengah.

"Sepi banget..." gumamnya sambil menatap ruangan yang sebelumnya penuh tawa dan obrolan hangat itu.

Yura menjatuhkan tubuh ke sofa. Ia memeluk bantal kecil dan menatap langit-langit, membiarkan keheningan mengisi ruang kosong dalam dirinya.

Beberapa saat kemudian, ia mengambil ponselnya, berniat kembali mencari referensi judul untuk skripsi. Namun pikirannya tak sepenuhnya fokus.

Sebuah nama tiba-tiba muncul di benaknya.

'Ardhan'

Yura duduk tegak. "Penasaran, Kak Ardhan ngajar di mana ya sekarang..." gumamnya sambil menatap layar ponsel, padahal tak sedang mencari informasi apa pun.

Ia terkekeh kecil sendiri.

"Kayaknya seru deh, kalau nanti gue daftar jadi guru di tempat Kak Ardhan," bisiknya pelan.

Kemudian ia menggeleng cepat, menepuk pipinya sendiri.

"Eeeeh... apa-apaan ini!" ucapnya sambil memelototi dirinya sendiri di layar ponsel yang memantulkan bayangannya.

Yura pun tertawa kecil, malu sendiri dengan pikirannya yang mulai mengawang.

Untuk mengisi kebosanan setelah teman-temannya pulang, Yura mengambil laptop dari kamarnya dan duduk di meja ruang tengah. Ia membuka dokumen baru lalu mulai mengetik beberapa ide judul untuk skripsinya. Jari-jarinya menari di atas keyboard, sementara pikirannya penuh dengan istilah akademis dan referensi.

Tanpa sadar, waktu berlalu begitu cepat. Suara kendaraan yang lalu lalang dan obrolan orang-orang di luar mulai mengusik fokusnya. Ia menoleh ke jendela, langit sudah mulai berubah jingga, pertanda sore telah datang.

"Hah, udah setengah enam?" gumam Yura, agak terkejut.

Suasana di luar rumah tampak lebih ramai dari biasanya. Lalu lalang orang membuatnya penasaran. Biasanya sore-sore begini jalanan kompleks cukup sepi, tapi kali ini berbeda.

Karena rasa kepo-nya sudah tak tertahankan, Yura memutuskan keluar rumah. Ia membuka pintu dan melangkah ke teras. Namun sayang, saat ia muncul, rombongan orang-orang itu sudah lewat.

Ia pun maju ke pagar, berdiri di sana sambil celingak-celinguk ke arah jalan, berharap bisa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi tak ada petunjuk. Ia hanya melihat beberapa anak kecil bermain sepeda dan beberapa ibu-ibu yang berjalan sambil membawa kantong belanja.

Bersamaan dengan itu, suara khas gerobak bakso yang didorong terdengar semakin dekat.

"Tok-tok... baksooo..."

Mata Yura langsung berbinar. Ia pun segera memanggil.

"Bang, beli!" serunya sambil melambaikan tangan.

"Iya neng!" sahut si Abang bakso, menghentikan gerobaknya di depan pagar.

"Bentar ya Bang, ngambil mangkok dulu," ucap Yura, lalu berlari kecil masuk ke dalam rumah untuk mengambil mangkok dan uang.

Tak lama kemudian ia kembali dan memberikan mangkoknya.

"Itu rame-rame tadi kenapa Neng?" tanya si Abang bakso sambil sibuk menuangkan kuah ke dalam mangkok.

Yura mengangkat bahu. "Gak tahu juga Bang. Mungkin orang-orang lagi jalan sore bareng aja," jawabnya santai, meski dalam hati ia masih penasaran.

Setelah bakso siap, Yura membayar dan mengucapkan terima kasih. Ia kemudian duduk di teras, menikmati udara sore yang sejuk sambil menyendok bakso hangat dari mangkok.

Sesekali ia memandangi langit yang mulai berubah menjadi gelap, sesekali menatap rumah di seberang yang tampak tenang, yaitu rumah Ardhan.

Matanya menatap tanpa sengaja ke arah pintu rumah itu. Ia tersenyum kecil, lalu bergumam pada dirinya sendiri,

"Kalau Kak Ardhan keluar rumah, sapa ah..."

Senyumnya mengembang, membayangkan hal-hal yang mungkin bahkan belum tentu terjadi. Tapi begitulah Yura, kadang sedikit melayang dalam pikirannya sendiri.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!