NovelToon NovelToon
Cinta Sang Pewaris

Cinta Sang Pewaris

Status: sedang berlangsung
Genre:Playboy / Murid Genius / Diam-Diam Cinta / Cinta Murni / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: CantiknyaKamu

Argani Sebasta Ganendra adalah pewaris muda dari keluarga yang berdiri di puncak kejayaan. Ayahnya seorang CEO tambang emas, ibunya desainer ternama dengan butik yang selalu menjadi pusat perhatian sosialita. Semua yang ia butuhkan selalu tersedia: mobil sport mewah, sekolah elit dengan fasilitas kelas dunia, dan hidup yang diselimuti gengsi serta hormat dari sekitarnya. Di sekolah, nama Argani bukan sekadar populer—ia adalah sosok yang disegani. Wajah tampan, karisma dingin, dan status pewaris membuatnya tampak sempurna. Namun, di balik citra itu, Argani menyimpan ruang kosong di hatinya. Sebuah perasaan yang ia arahkan pada seorang gadis—sederhana, berbeda, dan jauh dari dunia yang penuh kemewahan. Gadis itu tak pernah tahu kalau ia diperhatikan, dijaga dari kejauhan oleh pewaris yang hidupnya tampak sempurna. Kehidupan Argani semakin rumit ketika ia dipaksa mengikuti jejak keluarga: menjadi simbol keberhasilan, menghadiri pertemuan bisnis, bahkan menekan mimpi pribadinya. Di satu sisi, ia ingin bebas menjalani hidupnya sendiri; di sisi lain, ia terikat oleh garis keturunan dan kewajiban sebagai pewaris

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CantiknyaKamu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ASTORIA

Argani berdiri sejenak di halaman panti, menatap bangunan yang biasanya penuh dengan suara tawa anak-anak dan sapaan hangat Bunda Indri. Malam itu, suasana terasa berbeda. Mobil-mobil terparkir rapi, menandakan ada tamu lain, tapi bagi Argani yang ia rasakan hanya kekosongan.

Jawaban dari Teteh Santi tadi masih terngiang di kepalanya.

“Bunda Indri di rawat, Nak Gani… asam lambungnya kumat. Anak-anaknya sudah jagain.”

Tangannya yang menggenggam kunci mobil terasa dingin. Argani menekan tombol, bunyi klik pintu mobil terbuka dengan elegan. Tapi tubuhnya masih belum lekas melangkah.

“Jadi itu alasan kenapa Latisha enggak kelihatan seharian di sekolah,” gumamnya lirih, hampir seperti bicara dengan dirinya sendiri. Ada perasaan yang sulit ia definisikan,antara khawatir, heran, sekaligus berat hati.

Argani akhirnya masuk ke dalam mobil, menyalakan mesin yang berdengung halus. Jemarinya mengetuk setir, gelisah, seperti sedang menimbang sesuatu.

“Mahkota Medika… di sanalah dia sekarang.”

Matanya menatap lurus ke depan, namun pikirannya sudah melayang. Ada dorongan kuat untuk berbelok, menuju rumah sakit. Tapi ia menahan diri. Jika ia tiba-tiba muncul, apa Latisha tidak akan curiga? Apa Arsela atau teman-temannya tidak akan tahu?

Ia menarik napas panjang, lalu menyalakan lampu sein. Mobil melaju perlahan meninggalkan panti, tapi sorot mata Argani penuh dengan tekad.

“Besok… aku harus lihat dengan mata kepala sendiri.”

......

Sesampainya di rumah, Argani langsung melempar tasnya ke sofa dan bergegas menuju kamar. Jam sudah menunjukkan pukul 18.30, hanya tersisa waktu singkat sebelum acara di Hotel Iceland. Ia mandi cepat, berpakaian rapi, lalu berdiri di depan cermin. Jas hitam sederhana dipadukan dengan kemeja putih polos, cukup elegan tanpa perlu banyak aksesori.

“Enggak boleh telat. Kalau telat, pasti yang lain curiga,” batinnya sambil merapikan dasi.

Sementara itu, di rumah masing-masing, geng Astoria dan siswa lainnya sibuk dengan outfit glamor mereka. Ada yang mencoba gaun panjang, ada yang menyiapkan setelan jas dengan sepatu mengkilap. Grup chat kelas penuh dengan foto mirror selfie dan komentar saling menggoda.

Di rumah Vion, suasana sedikit berbeda. Ia duduk di lantai ruang tengah, bermain dengan anjing kecil berbulu putih yang terus menggoyang-goyangkan ekornya. Senyuman Vion terlihat begitu lepas, membuat mamanya yang memperhatikan dari jauh heran.

“Kamu dua hari ini ceria terus, Nak… mama sampai bingung. Biasanya wajahmu datar saja,” ucap sang mama sambil menyilangkan tangan.

Vion tersenyum tipis, tangannya mengelus kepala anjing kesayangannya.

“Mungkin cuma perasaan mama aja. Aku biasa-biasa aja kok.”

Ia lalu berdiri, menepuk-nepuk celananya, bersiap menaiki tangga. Tapi sang mama menatapnya tajam, lalu bertanya dengan nada lembut namun penuh arti.

“Kamu jatuh cinta lagi, ya, Nak?”

Langkah Vion terhenti di anak tangga pertama. Ia menoleh sedikit, senyumannya berubah menjadi senyum nakal.

“Ma, come on… but… I can say yes about what you say.”

Ia mengedipkan matanya, membuat mamanya terkejut sejenak, sebelum akhirnya ia melanjutkan langkah ke atas menuju kamarnya. Sang mama hanya bisa menghela napas, tersenyum penuh tanda tanya.

“Kalau benar begitu… siapa, ya?”

Menjelang pukul 19.45, jalanan sekitar sekolah Astoria terasa berbeda. Satu per satu siswa muncul dengan gaya masing-masing. Ada yang diantar sopir dengan mobil keluarga besar, ada yang datang dengan sedan sport pribadi, ada juga yang memilih mengendarai motor kesayangan mereka, suaranya meraung memecah malam.

Parkiran Hotel Iceland perlahan penuh. Cahaya lampu-lampu hotel bintang lima itu memantul di permukaan mobil-mobil mewah. Dari luar, jelas terlihat kalau parkiran itu bukan parkiran biasa—semuanya adalah milik siswa Astoria.

Namun, di sisi lain jalan, setir mobil Argani sedikit berbelok. Ada rasa yang mengganjal di hatinya. Ia tidak langsung menuju hotel, melainkan membelokkan mobilnya ke arah Mahkota Medika, rumah sakit tempat bunda Latisha dirawat.

Mobil hitam elegannya berhenti di depan lobby rumah sakit. Pintu otomatis terbuka, dan Argani turun. Malam itu ia sengaja tidak mengenakan jasnya, hanya kemeja putih dengan celana hitam rapi. Penampilannya sederhana, tapi cukup membuat beberapa perawat yang kebetulan melintas menoleh. Ada yang saling menyikut, ada pula yang tersenyum malu-malu.

Bahkan, dua perawat laki-laki yang sedang istirahat di depan ruangan staf berbisik kagum sambil melirik mobilnya.

“Gila, itu kan mobil langka, ya? Astaga, keren banget…”

Langkah Argani tegap. Wangi parfumnya menyebar tipis, menambah aura yang membuat suasana seolah melambat. Ia berjalan menuju meja resepsionis.

“Permisi,” ucapnya dengan nada rendah namun sopan.

“Pasien atas nama Indri… dirawat karena asam lambung. Ruangan mana, ya?”

Resepsionis, seorang perawat muda yang sedari tadi tertegun menatapnya, sempat tersentak sebelum cepat-cepat membuka daftar pasien.

“B… benar, pasien atas nama Indri ada di lantai 3, kamar 305, Pak,” jawabnya agak gugup, lalu menambahkan dengan senyum canggung, “Tapi untuk jam besuk sudah hampir habis…”

Argani hanya tersenyum tipis, mengangguk singkat.

“Baik, terima kasih.”

Ia lalu melangkah menuju lift dengan tenang, sementara pandangan beberapa staf rumah sakit masih mengikutinya sampai pintu lift menutup.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!