Selina harus menerima kenyataan bahwa dirinya ternyata menjadi istri kedua. Tristan suaminya ternyata telah menikah siri sebelum ia mempersuntingnya.
Namun, Selina harus berjuang untuk mendapatkan cinta sang suami, hingga ia tersadar bahwa cinta Tristan sudah habis untuk istri pertamanya.
Selina memilih menyerah dan mencoba kembali menata hidupnya. Perubahan Selina membuat Tristan perlahan justru tertarik padanya. Namun, Selina yang sudah lama patah hati memutuskan untuk meminta berpisah.
Di tengah perjuangannya mencari kebebasan, Sellina menemukan cinta yang berani dan menggairahkan. Namun, kebahagiaan itu terasa rapuh, terancam oleh trauma masa lalu dan bayangan mantan suami yang tak rela melepaskannya.
Akankah Sellina mampu meraih kebahagiaannya sendiri, atau takdir telah menyiapkan jalan yang berbeda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
09. Sandiwara Dania
Pagi itu, Reykha terbuai dalam mimpi hingga ia bangun ke siangan. Biasanya pagi-pagi sebelum Tristan bangun, ia akan lebih dulu bangun berpura-pura menyiapkan semuanya.
Kini saat membuka mata ia syok. Jam dinding menunjukkan pukul tujuh pagi.
'Sellina sialan! Sekarang dia bahkan gak mau bangunin aku lagi. Apa sih maunya tu orang?' gerutunya dalam hati. 'Kayaknya dia memang sengaja ngelakuin ini semua ke aku. Awas aja kau Sellina.'
Ia buru-buru turun ke bawah, ingat akan pesan sang suami kalau hari ini dia ada rapat penting.
Saat sampai di lantai bawah, ia melihat Tristan yang tengah makan di meja makan. Segera Reykha mendekat. Ia menutupi hidupnya saat mencium bau menyengat dari piring Tristan.
"Mas kamu makan apa itu?" sentaknya seraya meraih piring Tristan.
"Gak! Kamu gak boleh makan itu. Kamu gak liat itu berlemak banget, Mas. Itu makanan gak sehat, tau. Kamu biasanya kan gak makan-makanan kayak gini?"
Tristan tak mendengarkan. Ia meraih piring dari tangan Reykha. "Berikan! Kamu tau aku ada meeting pagi ini. Tapi kamu malah bangun siang dan belum nyiapin apapun buat aku sarapan. Udah gak usah bawel, aku buru-buru."
Tristan segera menyelesaikan makannya dan berangkat kerja. Ia bahkan tidak mengecup kening sang istri seperti biasanya.
"Mas ...." teriak Reykha kesal.
****
Hotel Matthew.
Sellina yang baru turun dari taksi dan ia melihat Dania. Dia berdiri di depan hotel bersama dengan seorang wanita.
Sellina mendekati Dania. Dania yang menyadari kehadiran Sellina, segera menghampiri.
Ia mendekap tubuh Sellina dengan erat. "Sellina, apa kabar? Waktu kamu kabarin ibu kalau kamu udah kerja, ibuk seneng banget, loh."
"Aku baik, Buk. Bagaimana dengan Ibuk, Ibuk sehat kan?" tanyanya antusias.
"Ibuk juga baik, kok. Ayok ikut ibuk sebentar," ajak Dania.
"Tapi nanti aku telat, Buk. Ini hari pertama aku, kalau aku terlambat dan di pecat gimana?"
Dania menyembunyikan senyumnya di balik tangannya. "Udah tenang aja. Ibuk kenal baik sama pemilik hotel ini, nanti itu biar jadi urusan ibuk."
Tanpa lama-lama Dania menarik Sellina masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil mereka asik bercerita, seolah lama tak berjumpa.
Setelah beberapa saat, mobil berhenti di depan butik mewah, dan barang-barang branded.
Dania segera turun, diikuti oleh Sellina.
"Lho ... kita kok kesini buk?" tanya Sellina penasaran.
Dania merangkul pundaknya dan membawanya masuk.
"Karena ibuk senang kamu udah kerja, ibuk mau kasih kamu hadiah. Kamu boleh pilih pakaian manapun, nanti biar ibuk yang bayar," ujarnya sambil menunjuk pakaian yang ada di hadapan Sellina. "Kamu gak boleh nolak hadiah dari ibuk, ya."
Dengan cepat Sellina menggeleng. "Jangan Buk. Sellina gak mau, Sellina lah yang seharusnya kasih hadiah ke Ibuk. Karena Ibuk Sellina bisa kerja di hotel itu."
Tentu saja Sellina menolak. Ia tak ingin menyusahkan orang lain, ia sudah banyak berhutang budi pada Dania dan tak ingin selalu merepotkannya.
Dania menggeleng pelan. "Udah kamu gak boleh nolak. Ibuk juga mau sekalian belanja kok. Yuk."
Akhirnya Sellina mengiyakannya, kebetulan ia juga tak memiliki pakaian yang cocok untuknya bekerja.
Mata Sellina seketika berbinar saat melihat pakaian cantik di hadapannya.
Ia mendekat. Matanya membulat sempurna saat melihat label harga di baju itu.
Jantungnya berdegup kencang, tangannya yang tadi terulur kini mencelos mundur. "Ju-jutaan?" bisiknya tak percaya, nyaris tak terdengar di tengah gemerlap butik mewah itu. "Ini mah bisa buat DP motor, Buk!"
Dania tertawa kecil melihat ekspresi terkejut Sellina. "Memangnya kenapa? Bagus kan? Sekali-kali kamu harus coba pakai baju bagus, biar makin semangat kerjanya."
Sellina menggeleng cepat, wajahnya memerah menahan malu. "Bukan gitu, Buk. Sellina ... Sellina nggak terbiasa pakai baju semahal ini. Lagian, Sellina lebih nyaman kalau baju yang Sellina pakai itu sederhana aja."
Ia melirik sekeliling, merasa risih menjadi pusat perhatian karena ekspresinya yang berlebihan.
Dania segera melirik ke arah Anes asistennya. segera Anes pergi meninggalkan mereka.
"Sudah, jangan khawatir soal harga. Ini kan hadiah dari ibuk," balas Dania sambil tersenyum lembut.
Ia meraih sebuah gaun berwarna pastel yang tampak elegan namun tidak terlalu mencolok. "Coba ini, pasti sangat cocok di badan kamu."
Sellina masih ragu, namun tak ingin mengecewakan Dania. Dengan berat hati, ia menerima baju itu dan berjalan menuju ruang ganti.
Dalam hati, ia berjanji akan bekerja lebih keras lagi agar suatu saat bisa membeli baju semahal ini dengan uangnya sendiri, tanpa merasa berhutang budi pada siapapun.
Sellina keluar dari ruang ganti, memandangi bayangannya di cermin.
Gaun itu memang indah, mengubahnya menjadi sosok yang lebih elegan dan dewasa. Namun, ia tetap merasa tidak nyaman.
"Buk, ini terlalu berlebihan deh. Aku nggak pantas pakai baju semahal ini. Lagian, aku lebih suka gaya yang sederhana," ujarnya, berusaha mencari alasan untuk menolak hadiah itu.
Tiba-tiba, seorang wanita berpenampilan rapi dengan senyum menawan menghampiri mereka. "Selamat siang, Ibu dan Nona. Perkenalkan, saya Rina, manajer butik ini. Kami sangat senang Anda berbelanja di sini."
Sellina dan Dania saling bertukar pandang, Sellina bingung dengan kedatangan mendadak itu.
"Kami memiliki kabar baik! Kebetulan sekali, Nona adalah pelanggan ke-100 kami hari ini. Sebagai apresiasi, kami memberikan diskon 50% untuk semua koleksi yang Anda pilih hari ini," lanjut Rina, membuat mata Sellina terbelalak tak percaya.
"Serius, Buk? Diskon 50%?" bisik Sellina, masih ragu dengan keberuntungan yang tiba-tiba menghampirinya.
Dania mengangguk sambil tersenyum lebar. "Nah, kan? Rezeki memang nggak ke mana. Sekarang, pilih aja baju mana yang kamu suka. Nggak usah khawatir soal harga lagi, ya. Anggap aja ini hadiah untuk kerja kerasmu selama ini."
Dengan hati-hati, Sellina mulai menjelajahi rak-rak yang dipenuhi dengan gaun-gaun cantik. Ia mencoba membayangkan dirinya mengenakan pakaian-pakaian mewah itu di berbagai acara, merasa sedikit aneh namun juga bersemangat.
Tanpa sepengetahuan Sellina, seluruh adegan di butik mewah itu adalah sandiwara yang dirancang apik oleh Dania.
Butik itu, ternyata adalah miliknya. Sebelum mengajak Sellina berbelanja, Dania telah menghubungi Rina, sang manajer, untuk mengatur 'kejutan' diskon 50% itu. Ia tahu betul, Sellina akan menolak mentah-mentah jika tahu harga asli pakaian-pakaian tersebut.
Setelah puas berbelanja, Dania mengantarkan Sellina kembali ke hotel tempatnya bekerja.
Sellina yang panik karena takut terlambat, langsung berlari menuju lift.
Namun, tanpa disadarinya, beberapa staf hotel memperhatikannya dengan tatapan sinis. Bisik-bisik mulai terdengar di antara mereka.
"Mampus dia, pasti langsung dipecat sama Pak Erza," celetuk seorang staf wanita dengan nada mengejek.
"Iya, tahu sendiri kan Pak Erza paling anti sama pegawai yang telat. Walaupun penampilannya kayak anak bandel, tapi soal kerjaan dia disiplin banget," timpal staf lainnya, ikut menyulut api gosip.
Sellina memang belum lama bekerja di hotel itu, namun ia sudah mendengar reputasi Erza, sang manager hotel yang terkenal tegas dan disiplin.
Ia dikenal sebagai sosok yang urakan dengan tato di lengan dan gaya bicara yang ceplas-ceplos, namun sangat perfeksionis dalam urusan pekerjaan.
Keterlambatan sekecil apapun bisa berakibat fatal di mata Erza.
Sellina semakin panik. Jantungnya berdegup kencang membayangkan amarah Erza jika ia benar-benar terlambat.
Ia berharap lift segera sampai di lantai tujuannya, sebelum malapetaka menimpanya.
ditunggu kelanjutannya❤❤