Penasaran dengan ceritanya yuk langsung aja kita baca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22: Perang di Ruang Udara
Pagi itu, ketenangan di Sektor 12-B terusik bukan oleh suara mesin, melainkan oleh deretan berita di ponsel pintar warga. Sterling Global Development telah meluncurkan kampanye media internasional yang masif. Sebuah artikel di majalah arsitektur ternama dunia merilis tajuk utama yang menyakitkan: "Eksperimen Berbahaya di Jakarta: Apakah Arsitektur Bambu Layak Menampung Ratusan Nyawa?"
Di dalam artikel itu, para pakar—yang jelas dibayar oleh Robert Sterling—mempertanyakan integritas struktur Rumah Senja. Mereka menyebut bangunan itu sebagai "bom waktu" yang rentan terhadap api dan rayap. Mereka secara halus menghina Aris, menyebutnya sebagai "arsitek legendaris yang kehilangan akal sehat di masa tua."
"Mereka menyerang teknis kita, Pak," lapor Hendra dengan wajah tegang. "Bahkan dinas pemadam kebakaran mulai mengirim surat peringatan untuk meninjau ulang izin keamanan gedung karena tekanan dari atas."
Aris duduk di teras, tangannya gemetar bukan karena takut, melainkan karena menahan emosi. "Uang Sterling mulai bekerja. Mereka ingin membuat warga merasa tidak aman di rumah mereka sendiri. Jika warga mulai ragu, bangunan ini akan runtuh dari dalam."
Aris menyadari bahwa ia tidak bisa melawan media internasional dengan spanduk atau orasi. Ia harus melawan mereka dengan sains.
"Hendra, siapkan laboratorium lapangan," perintah Aris. "Kita akan melakukan uji bakar dan uji beban secara terbuka di hadapan pers besok sore. Jika mereka bilang bambu ini berbahaya, kita akan tunjukkan bahwa bambu yang diawetkan dengan benar lebih tahan lama daripada janji-janji manis korporasi."
Maya bekerja cepat menghubungi jaringan jurnalis independen dan aktivis lingkungan. Sementara itu, Yudha mulai menelusuri aliran dana Sterling Global, mencoba mencari tahu siapa saja pejabat yang mulai "berubah pikiran" setelah pertemuan dengan Robert Sterling.
Sepanjang hari, suasana di bantaran sungai menjadi sibuk. Warga bahu-membahu menyiapkan panggung untuk demonstrasi teknis tersebut. Aris, meski napasnya kian pendek, tetap turun ke lapangan. Ia menjelaskan kepada anak-anak muda di sana tentang bagaimana struktur seluler bambu petung bekerja. Ia sedang mentransfer ilmu, seolah sadar bahwa ia sedang menyiapkan barisan arsitek rakyat yang akan menjaga tempat ini jika ia sudah tidak ada.
Namun, di tengah kesibukan itu, Robert Sterling muncul kembali. Kali ini ia tidak membawa tawaran, melainkan sebuah dokumen resmi dari pemerintah pusat yang memerintahkan penundaan proyek untuk "audit keselamatan menyeluruh" yang bisa memakan waktu berbulan-bulan.
"Tolong hentikan pengerjaan ini, Mr. Aris," ucap Robert dengan nada yang sok peduli. "Kami hanya ingin memastikan keselamatan warga. Mengapa Anda begitu keras kepala membahayakan mereka?"
Aris menatap Robert tepat di matanya. "Keselamatan yang Anda maksud adalah kenyamanan investor Anda. Anda tidak peduli pada warga, Anda hanya peduli pada lahan ini."
"Audit itu akan memakan waktu lama, Mr. Aris. Dalam waktu itu, bantuan dana yayasan Anda akan habis. Bangunan ini akan menjadi rongsokan bambu yang membusuk," Robert tersenyum sinis sebelum melangkah masuk ke mobilnya.
Malam itu, Aris duduk sendirian di tengah aula yang belum beratap penuh. Ia melihat bintang-bintang di sela-sela rangka bambu. Ia tahu, pertempuran kali ini bukan soal beton atau kayu, melainkan soal opini publik. Ia harus memenangkan hati warga kota dan dunia dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam. Jika besok ujian terbukanya gagal, maka tamatlah riwayat Rumah Senja.
Aris mengambil pensilnya, menuliskan satu kalimat di dinding bambu yang masih polos: "Kebenaran tidak butuh iklan, ia hanya butuh saksi."
