Alda Putri Anggara kehilangan kedua orang tuanya sejak kecil dan tumbuh di bawah asuhan paman dan bibi yang serakah, menguasai seluruh harta warisan orang tuanya. Di rumah sendiri, Alda diperlakukan seperti pembantu, ditindas oleh sepupunya, Sinta, yang selalu iri karena kecantikan dan kepintaran Alda. Hidupnya hanya dipenuhi hinaan, kerja keras, dan kesepian hingga suatu hari kecelakaan tragis merenggut nyawanya untuk beberapa menit. Alda mati suri, namun jiwa seorang konglomerat wanita cerdas dan tangguh bernama Aurora masuk ke tubuhnya. Sejak saat itu, Alda bukan lagi gadis lemah. Ia menjadi berani, tajam, dan tak mudah diinjak.
Ketika pamannya menjodohkannya dengan Arsen pewaris perusahaan besar yang lumpuh dan berhati dingin hidup Alda berubah drastis. Bukannya tunduk, ia justru menaklukkan hati sang suami, membongkar kebusukan keluarganya, dan membalas semua ketidakadilan dengan cerdas, lucu, dan penuh kejutan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 – “Rahasia yang Terkubur dan Kode ‘Eden"
Pagi itu, udara masih lembut dengan aroma kopi yang menggoda.
Aurora atau semua orang menyebutnya Alda sekarang menatap dirinya di cermin kamar besar keluarga Varmond.
Ia tersenyum kecil. “Sudah cukup main-main, Aurora. Waktunya ambil kembali yang jadi milikmu.”
Ia mengambil tas kecil, menatap kaca sekali lagi, dan bergumam dengan gaya khasnya,
“Mode ‘Queen of Chaos’ aktif.”
---
Saat Arsen masih tertidur di kamarnya, Aurora sudah turun pelan-pelan.
Ia mengenakan kemeja putih longgar, celana jeans, dan kacamata hitam besar terlihat seperti gadis biasa, tapi langkahnya mantap seperti bos besar yang sedang menyamar.
Bu Maya sempat bertanya, “Bu Alda mau ke mana pagi-pagi begini?”
Alda tersenyum lembut. “Belanja. Tapi bukan belanja diskon, Bu. Ini belanja masa lalu.”
Sebelum Bu Maya sempat bertanya lagi, Alda sudah keluar rumah.
----
Mobil taksi melaju ke arah luar kota ke daerah yang tampak tenang dan sedikit terpencil.
Aurora menatap keluar jendela, hatinya berdebar aneh.
Tempat yang akan ia datangi… sudah hampir tiga tahun tak ia kunjungi, bahkan sejak sebelum kematiannya.
“Rumah itu… masih berdiri,” bisiknya pelan saat mobil berhenti di depan sebuah vila tua bergaya Eropa, tersembunyi di balik pepohonan.
Ia melangkah turun, membuka gerbang yang mulai berkarat.
Suara langkahnya menggema di halaman.
Dan dari dalam rumah, terdengar suara seorang pria paruh baya, berat tapi lembut:
“Siapa di sana?”
Aurora tersenyum samar. “Aku yang dulu kamu jaga, Pak Bram.”
Pintu terbuka perlahan. Seorang pria dengan rambut memutih dan wajah tegas menatapnya tajam.
Ia sempat terdiam, seolah tidak percaya. “Aurora…?”
Aurora menatapnya dalam, kemudian menghela napas pelan.
“Tubuhku memang bukan Aurora yang dulu. Tapi jiwa yang bicara ke kamu sekarang, masih orang yang sama.”
Pak Bram nyaris menjatuhkan tongkatnya. “Tapi—tapi—kau sudah meninggal!”
Aurora tersenyum miring. “Yah, aku memang sempat liburan ke alam baka sebentar.”
Pak Bram menatapnya lama, kemudian perlahan meneteskan air mata.
“Jadi… kamu benar-benar hidup lagi?”
“Dengan sedikit upgrade,” jawabnya santai. “Sekarang aku bisa bikin kopi, marah sambil senyum, dan punya suami tampan yang agak dingin.”
Pak Bram terkekeh kecil, menggeleng tak percaya. “Masih suka bercanda ya, Nona Aurora.”
---
Mereka duduk di ruang tamu, dindingnya masih penuh lukisan dan perabot mewah yang dulu Aurora pilih sendiri.
Aurora memandang sekeliling dan berbisik,
“Tempat ini seperti berhenti di waktu yang sama dengan kematianku.”
Pak Bram menatapnya penuh hormat. “Saya menjaga semuanya, seperti pesan Nona dulu. Bahkan brankas bawah tanah belum saya sentuh.”
Aurora menatapnya. “Kode brankasnya masih sama?”
Pak Bram mengangguk. “Masih. Eden-777.”
Aurora tersenyum kecil. “Nama taman tempat kita pertama kali bikin perjanjian. Kau benar-benar setia, Pak Bram.”
Mereka berjalan ke ruang bawah tanah. Di balik lemari tua, ada pintu besi besar dengan panel digital.
Aurora mengetikkan: E-D-E-N-7-7-7.
Beep!
Pintu terbuka, dan udara dingin keluar dari dalam ruangan.
---
Di dalamnya… puluhan kotak hitam rapi berjajar.
Ada sertifikat perusahaan, dokumen bank, dan beberapa drive penyimpanan berlogo A.L. Industries, perusahaan miliknya dulu yang tak pernah diketahui suaminya.
Aurora mengelus salah satu berkas.
“Semua masih di sini… semua kerja keras hidupku.”
Pak Bram menatapnya haru. “Saya tahu suatu hari Nona akan kembali mengambilnya.”
Aurora tersenyum, lalu membuka satu drive dan menyalakan laptop kecil yang ia bawa.
Di layar, muncul daftar aset yang bahkan bisa membuat bank internasional ternganga:
5 perusahaan cabang di luar negeri
3 properti besar di Eropa
Saham senilai 800 juta dolar. Dan... rekening dengan kode transfer rahasia: ‘Ares Vault’
Aurora tersenyum puas. “Bagus. Dengan ini, aku bisa bangun kembali… dan menjatuhkan siapa pun yang menghancurkan aku dulu.”
Pak Bram berkata pelan, “Apa Nona berniat membalas dendam?”
Aurora menatapnya, kali ini tanpa senyum.
“Bukan ‘berniat’, Pak Bram. Aku sudah menulis daftarnya. Dan aku tak sabar mencentang satu per satu.”
----
Tapi sebelum ia pergi, Aurora sempat berkata lembut,
“Tapi kali ini, aku gak mau jadi monster kayak mereka. Aku mau buat mereka kalah dengan gaya yang manis… dan pakai lipstik merah.”
Pak Bram tertawa lirih. “Itu baru Nona Aurora yang saya kenal.”
Aurora menepuk pundaknya. “Pak Bram, siapkan semuanya. Transfer aset ke nama baru: Alda Varmond.”
Pak Bram menatap kaget. “Nona mau…?”
“Ya. Dunia harus kenal aku bukan sebagai korban yang dibunuh, tapi sebagai istri sah pewaris Varmond yang akan mengguncang bisnis mereka.”
Ia berjalan ke arah pintu, menoleh sebentar.
“Oh, dan satu lagi pastikan saham ‘Varmond Holdings’ dalam radar kita juga. Aku ingin bantu suamiku… tanpa dia tahu siapa yang sebenarnya menopang bisnisnya.”
Pak Bram tersenyum bangga. “Nona selalu sepuluh langkah di depan.”
Aurora menoleh sambil tersenyum nakal. “Bukan sepuluh. Dua puluh.”
---
Saat sore menjelang, Aurora kembali ke rumah Varmond dengan perasaan puas.
Ia menatap langit dari jendela mobil, bergumam pelan,
“Selamat datang kembali, Aurora. Dunia belum tahu… tapi kamu baru saja hidup lagi.”
Ketika ia tiba di rumah, Arsen menunggu di ruang tamu, tampak sedikit kesal.
“Kemana saja kamu? Aku khawatir.”
Aurora melangkah mendekat, tersenyum lembut.
“Cuma jalan-jalan ke masa lalu.”
Arsen menatapnya heran. “Apa itu artinya kamu… sudah siap menghadapi masa depan?”
Aurora mendekat, menatapnya penuh arti.
“Bukan siap, Tuan Dingin. Aku mau menulis ulang masa depan itu dengan gaya baru.”
Arsen tak mengerti maksudnya, tapi ketika Aurora menatapnya begitu dalam, ia tahu,
Perempuan di depannya bukan sekadar istri pengganti.
Ia adalah badai yang tenang.
---
Malam itu, saat semua orang tidur, Aurora duduk di depan cermin dan membuka laptop.
Ia menulis pesan terenkripsi ke Pak Bram:
“Operasi Eden dimulai. Target pertama: Leonard Valente.”
Lalu ia menutup laptop, tersenyum puas. “Kau mencuri nyawaku dulu, Leo. Sekarang aku akan mencuri duniamu."
Dan entah kenapa, di luar jendela, angin malam terasa bertepuk tangan.
bersambung