 
                            Berkisah tentang seseorang yang terkena kutukan 'Tanpa Akhir' di kehidupan pertamanya. Pada kehidupan ke 2020 nya, sang Trasmigrator yang sudah tidak tahan lagi dengan kutukannya, memohon kepada Tuhan untuk membiarkannya mati.
 
Akan tetapi, seolah Kutukan Tanpa Akhir' menertawakannya. Sang Trasmigrator yang mengira kehidupan ke 2020 nya ini adalah yang terakhir. Sekali lagi jiwanya terbangun didalam tubuh orang lain. Kali ini adalah kehidupan seorang Nona Muda Bangsawan manja bernama Rihana Ariedny yang meninggal karena keracunan. 
Sang Trasmigrator yang berhenti mengharapkan 'Kematian'  memutuskan untuk menghibur dirinya dengan memulai kehidupan baru yang damai di sebuah wilayah terpinggirkan bernama Diamond Amber.
Namun siapa sangka banyak masalah mulai muncul setelahnya. Musuh bebuyutan dari banyak kehidupannya, sesama Transmigrator, yang baru saja ia temui setelah sekian lama malah ingin menghancurkan dunianya.
Yuuk ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NATALIA SITINJAK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
P. D. A
Ada rahasia kelam yang selama ini hanya di ketahui oleh keluarga kerajaan Serafim mengenai kondisi benua Timur.
Sejak Ratu KaAnarika meninggal dunia, benua Timur mulai mengalami ganguan Gelombang mana ektrim yang menyebabkan para penyihir di seluruh daratan mulai kehilangan kendali penuh atas kekuatannya.
Selama bertahun-tahun, fenomena mengerikan itu menyebabkan menurunnya populasi para penyihir yang bergantung penuh para Energi Mana, secara drastis. Hingga hari ini.
Itulah sebabnya, bangsa Timur yang tidak bisa merasakan ataupun mengunakan sihir lagi, secara perlahan mulai beradaptasi dengan lingkungan baru meskipun itu artinya mereka tidak bisa lagi mengunakan kekuatan seumur hidup.
Adapun penyihir tingkat rendah di benua Timur, beberapa di antara mereka sebenarnya lahir atau di besarkan di benua lain. Biasanya mereka hanya biasa ditemukan di kuil Dewa Aliyah dan Dewa Amira.
Itulah sebabnya Putri mahkota Mahar sangat panik ketika tabib muda itu mengatakan bahwa sihir di hadapan mereka saat ini adalah ilmu sihir tingkat tinggi.
Jika itu benar maka Ayah benar-benar dalam bahaya!.
"Aku Tidak Perduli Dengan Cara Apapun, Cepat Hancurkan Pintu Ini!!!."
"Kapten Indrak-!."
MERINDING.
"Hiiii!!!."
"Apa-Apaan!!!."
Semua orang yang berada di luar pintu merinding. Orang-orang dari benua timur pada masa ini memang tidak pernah melihat energi sihir, tapi, mereka tahu kalau sihir itu ada.
Tapi sekarang, begitu melihat kokohnya pintu serta sensasi asing namun familiar di kulit mereka, hanya ada satu jawaban untuk semua pertanyaan mereka, dan barusan sudah di pertegas oleh sang tabib muda.
"Pe-Penyihir Agung!."
"Penyihir Agung Di Kerajaan Serafim?"
"Berhenti Kagum Dasar Kalian Orang-orang Bodoh! ... Di Balik Pintu Itu Ada Musuh Yang Sedang Menyandera Baginda Raja ... Kembali Pada Formasi Awal Dan Hancurkan Pintu Ini!," teriak Sang kapten kesatria.
Mereka yang mendengar suara keras sang kapten kembali sadar dan segera kembali pada formasi strategi sebelumnya.
"HAAAA......"
""""DORONG""""
DUBRAK.
15 menit berlalu namun pintu emas masih belum terbuka, jangankan terbuka, sedikit lecet akibat benturan keras saja tidak ada disana.
"SIAL!."
"Putri Mahkota."
"Diam."
Satu kata dari sang putri membuat puluhan prajurit berkeringat menundukkan kepala.
"Andrew, bagaimana? Apa ada perkembangan?."
Sang wakil kapten menjawab. Permohonan maaf saya Yang Mulia, kami disini sedang berupaya menghancurkan jendela dari laut namun tetap saja kami tidak bisa menghancurkany-."
"PERSETAN."
"Posisi anda disana bagaimana tuan putri."
"Tidak ada hasil, bagian jendela, dinding ataupun ruang bawah tidak dapat di hancurkan."
"Tsk... Aku yakin ini ulah penyihir hebat."
Putri mahkota mengalami sakit kepala, tidak ada cara melawan penyihir yang kekuatannya tidak dapat di identifikasi.
Fakta itu membuatnya resah semakin resah.
BAM.
5 menit kemudian, energi sihir dari dalam kamar mulai pudar. "Ini Kesempatan Kita!."
"Dimengerti."
Pintu kembali di dorong, kali ini dorongan kuat mereka mulai menunjukan hasil. BUK BUK BUK...
"DORONGGG....."
"""HAAAAA."""
GDUBRAK.
Pada dorongan terakhir, pintu akhirnya terbuka lebar, para prajurit kelas atas dengan bergelar master pedang, segera di perintahkan terlebih dahulu untuk menyerang penyusup serta mengamankan sang raja sesuai dengan formasi awal.
Namun.
Yang Mulia Baginda Raja yang sangat mereka cintai malah terlihat baik-baik saja, dan tidak ada satupun orang selain dirinya di kamar itu. Penyihir itu hilang, menghilang tidak tahu entah kemana perginya.
Selesai mencari keseluruh ruangan dan tak menemukan apapun. Merekapun beralih kepada Sang Raja.
Mau di periksa seribu kali pun, mereka tidak menemukan luka pada sang Raja. Dari pada luka, mereka malah mendapati wajah sang Raja yang sebelumnya terlihat lemas-lesu karena sakitnya selama bertahun-tahun, sekarang menunjukan tanda-tanda pemulihan tak wajar.
Beliau yang sebelumnya tidak dapat berdiri atau berjalan dalam waktu lama, kini terlihat tegak bahkan mampu berjalan cukup lama.
Semua orang mulai bertanya-tanya di benak mereka masing-masing. Lalu, ketika mereka bertanya lagi pada sang raja, jawabannya terdengar samar seolah dirinya tidak ingin mereka tahu kebenaranya.
Kembali ke masa kini.
"Ayah."
Sang putri yang tidak lagi mengunakan bahas formal karena khawatir dengan kondisi kesehatan Ayahnya, berusaha untuk menyakinkan sang raja untuk mengurungkan niatnya menuju gedung pengadilan.
"Ayah!."
"Tsk ya ampun... Kamu cerewet sekali sama seperti ibumu," sambil menunjuk dirinya yang sudah sehat, Raja Right berkata. "Aku baik-baik saja, sakit kepalaku sudah menghilang dan aku sudah bugar kembali. makanya, secepatnya Ayahmu ini ingin segera menjalankan tugas yang sempat tertunda."
"Apa? Bagaimana bisa Ayah yakin kesehatan Ayah sudah kembali normal ketika Ayah sendiri sudah terbaring selama seminggu penuh di kasur busuk itu."
"Tsk Tsk Tsk.... Putriku, apakah kau tidak percaya dengan kekuatan Dewa Aliyah?."
Mendengar Ayahnya menyebut nama dewa Agung membuat pikiran Mahar semakin kacau.
Apa benar Ayah sudah sembuh sepenuhnya? Aku dengar ada penyihir di benua Utara yang mampu mengendalikan pikiran, apakah ini salah satu contohnya?.
Mahar terus berbicara pada ayahnya sepanjang perjalanan, dia tidak perduli dengan orang-orang yang mengikutinya dari belakang karena fokusnya hanya tertuju pada sang raja yang tidak mau mendengarkan pendapatnya.
Menarik Tangan.
"Ayah!."
"Apa lagi Mahar?."
"Apa Ayah tidak di cuci otaknya oleh penyihir di kamarmu—."
"Shuuut!!! ... Jangan berteriak soal itu," sang raja langsung menutup mulut putrinya dan mengisyaratkan supaya dia diam.
"Aku tidak sedang di cuci otaknya mengerti, Ayahmu ini dulunya seorang master pedang hebat yang sudah bertarung dengan penyihir dimasa mudanya. ... Mana mungkin Ayah bisa di cuci otaknya."
"Tapi aku melihatnya seperti itu, ayah tiba-tiba saja sembuh dari penyakit yang tak seorangpun bisa sembuhkan, lalu mulai bertingkah aneh setelahnya."
"Itu Tidak benar putriku!."
"Kalau begitu katakan padaku alasan mengapa Ayah begitu terburu-buru menuju aula persidangan."
Kepala kesatria yang mengawal kedua orang penting itu juga mengemukakan pendapatnya. "Baginda Raja, saya tahu hamba tidak layak untuk memberi saran, namun cobalah untuk mengerti permintaan Putri Mahkota, Yang Mulia, beliau sangat menghawatirkan kondisi anda."
"Ais... Kalian tidak mengerti, aku harus cepat ke pengadilan sekarang juga."
Putri mahkota berteriak kesal. "MENGAPA? Mengapa Ayah Bersikeras Untuk Menghadiri Persidangan Ketika Terdakwa Hanya Berasal Dari Kalangan Bangsawan Bias-."
Menyela. "Ada orang penting yang harus aku lihat disana."
""Apa????.""
Baik putri Mahkota dan Kapten kesatrian, keduanya tercengang. Pasalnya, raja Agung yang di cintai oleh rakyat menunjukan ekspresi yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya. Itu adalah wajah putus asa sekaligus kerinduan untuk bertemu dengan seseorang yang di kagumi.
"...."
Putri Mahkota Mahar pernah melihat itu sekali, itu adalah kali pertamanya melihat sang raja menangis karena melihat potret dari mendiang ratu tiga tahun yang lalu.
Dua ekspresi di masalalu dan sekarang begitu mirip, membuatnya tak tega menghalangi jalan sang raja.
"Baiklah," meski berat hati, dia akhirnya mengizinkan sang raja untuk melakukan apapun yang di inginkannya, tapi dengan satu syarat.