Setelah dikhianati dan mati di tangan suaminya sendiri, Ruan Shu Yue dibangkitkan kembali sebagai putri keempat Keluarga Shu yang diasingkan di pedesaan karena dianggap pembawa sial.
Mengetahui bahwa dirinya terlahir kembali, Ruan Shu Yue bertekad menulis ulang takdir dan membalas pengkhianatan yang dia terima dari Ling Baichen. Selangkah demi selangkah, Ruan Shu Yue mengambil kembali semua miliknya yang telah dirampas menggunakan identitas barunya.
Anehnya, Pangeran Xuan - Pangeran Pemangku yang menjadi wali Kaisar justru muncul seperti variabel baru dalam hidupnya.
Dalam perjalanan itu, dia menyadari bahwa ada seseorang yang selalu merindukannya dan diam-diam membalaskan dendam untuknya.
***
"A Yue, aku sudah menunggumu bertahun-tahun. Kali ini, aku tidak akan mengalah dan melewatkanmu lagi."
Ruan Shu Yue menatap pemuda sehalus giok yang berdiri penuh ketulusan padanya.
"Aku bukan Shu Yue."
Pemuda itu tersenyum.
"Ya. Kau bukan Shu Yue. Kau adalah Ruan Shu Yu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhuzhu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Epsiode 9: Bawa Aku Keluar
Pei Yuanjing duduk di kursi belajar mendampingi Kaisar Muda. Rapat istana baru saja selesai dan para menteri sudah dibubarkan.
Dia membawa keponakan kecilnya yang sudah jadi seorang Kaisar ke ruang baca di Istana Qianqing untuk mengajarinya membaca dan menulis.
“Paman, kepalaku pusing. Bisakah Paman menyingkirkan kuas dan kertas yang lebar ini?”
Suara khas anak kecil dari Pei Ziyan membuat Pei Yuanjing yang sedang sibuk mengajarinya menulis berhenti sejenak.
Mata jernihnya menatap lurus keponakannya yang berwajah imut dan polos. Wajah itu begitu mirip dengan Kaisar Tua, yang selalu penyayang namun penuh perhitungan itu.
“Bulan ini Yang Mulia sudah mengusir dua guru. Perlukah aku memanggil lebih banyak guru untuk mengajarimu?”
Mata Pei Ziyan berkedip. “Para guru itu mengajariku hukum tata negara. Aku tidak mengerti sama sekali dan mereka tidak bisa diajak bermain. Sangat membosankan. Xiao Lizi bahkan lebih menyenangkan daripada mereka.”
Pei Yuanjing menarik napasnya. Dia harus ekstra bersabar saat menghadapi keponakannya.
Lebih sulit menghadapi seorang anak kecil dibandingkan puluhan orang dewasa. Selain harus menggunakan cara yang halus, dia juga harus berhati-hati karena kedudukan keponakannya itu jauh di atasnya.
“Yang Mulia, kau adalah seorang Kaisar, kepala negara Kerajaan Dongyu. Jika kau bahkan tidak bisa menulis dan membaca, atau bahkan tidak memahami hukum tata negara, kelak bagaimana kau bisa memimpin negeri ini?”
Pei Ziyan memiringkan kepalanya. Ekspresi polosnya membuat Pei Yuanjing mulai khawatir.
Biasanya jika sudah memasang ekspresi seperti itu, keponakannya pasti akan mengucapkan sesuatu yang mengejutkan.
“Apakah hukum tata negara sangat penting? Ada Paman dan para menteri yang memahaminya untukku. Aku hanya perlu bermain saja. Selain itu, mengurus negara sangat merepotkan. Paman saja yang mengurusnya.”
“Yang Mulia, kau tidak boleh mengucapkan kata-kata seperti itu. Kerajaan Dongyu dibangun oleh leluhur Keluarga Pei dengan tujuan menyejahterakan rakyat. Jika kau tidak peduli, bukankah rakyat akan sangat kecewa? Kau harus menyayangi rakyat seperti anakmu sendiri.”
“Tapi, aku masih sangat kecil dan aku juga anak-anak. Jika aku harus menyayangi rakyat, lalu siapa yang akan menyayangiku? Ayahanda sudah meninggal, ibunda juga menutup diri dan tidak mau bertemu denganku. Paman, aku juga ingin disayangi.”
Pei Yuanjing terdiam sejenak. Pei Ziyan jelas masih kecil, namun perasaannya begitu sensitif. Mungkin karena di dalam tubuhnya mengalir darah keluarga kerajaan, membuatnya menjadi anak kecil yang berbeda dan memahami beberapa hal dibandingkan anak seusianya.
“Ibumu bukan tidak mau menemuimu, dia hanya sedang memulihkan diri dan berdoa untukmu dan untuk ayahmu. Selain itu, jutaan rakyat Kerajaan Dongyu menyayangimu. Jangan katakan tidak ada yang menyayangimu.”
“Seperti Paman menyayangiku?”
“Ya. Seperti aku menyayangimu.”
“Kalau begitu, Paman, temani aku bermain. Aku bosan di istana. Aku dengar dari para anak bangsawan yang sering datang bersama orang tua mereka ke perjamuan, dunia di luar istana sangat menyenangkan. Aku juga ingin melihatnya. Paman menyayangiku, jadi pasti tidak keberatan mengajakku keluar untuk bermain.”
Sial, Pei Yuanjing seharusnya sadar lebih awal kalau dia sudah dijebak. Pei Ziyan meski masih kecil, otaknya begitu pintar.
Ia bisa menjebak Pei Yuanjing menggunakan ucapannya sendiri. Kalau menolak, maka itu akan menjadi pelanggaran terhadap janji dan perintah.
“Paman…” Pei Ziyan memanggilnya dengan nada memelas. Bahkan kedua bola matanya terlihat berair.
“Ganti pakaianmu. Kita keluar istana sekarang.”
Pei Ziyan berjingkrak kegirangan. Xiao Lizi, kasim pribadinya langsung membawanya ke dalam untuk mengganti pakaian.
Setelah beberapa saat, Pei Ziyan keluar dengan pakaian yang berbeda, tak lagi menunjukkan identitasnya sebagai Kaisar. Bocah kecil itu terlihat sangat antusias.
Pei Yuanjing membawanya keluar dari Gerbang Barat. Sebisa mungkin tidak ketahuan oleh orang-orang, terutama Janda Selir Agung dan Janda Permaisuri.
Namun sayangnya, mereka malah bertemu seseorang yang sepertinya hendak keluar dari istana juga.
“Yang Mulia Kaisar, Yang Mulia Pangeran Xuan?”
Tuan Shu mengernyit saat matanya tanpa sengaja melihat Kaisar Muda dan Pangeran Xuan berjalan melewati Gerbang Barat dengan waspada.
Aneh sekali. Biasanya Pangeran Xuan selalu melewati Gerbang Selatan setiap kali keluar istana atau selesai mengurus urusan pengadilan mewakili Kaisar Muda.
Pei Yuanjing dan Pei Ziyan berhenti melangkah. Seperti biasa, Pei Yuanjing selalu dalam keadaan tenang dalam situasi apapun.
Tidak ada yang salah dengan kepergian kali ini, juga tak ada aturan yang melarang seorang Kaisar keluar dari Gerbang Barat. Sekalipun membuat orang penasaran, seharusnya tidak akan berdampak besar.
“Tuan Shu, aku pikir kau sudah pulang. Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Pei Yuanjing.
“Menjawab, Yang Mulia, Yang Mulia Kaisar. Hamba ini sedang menunggu orang.”
“Menunggu orang?”
Pei Ziyan mendongak dan berkata pada pamannya, “Tadi Shu Yantang minta izin dariku untuk membiarkan tabib istana datang ke rumahnya.”
“Tabib istana?”
“Benar, Yang Mulia. Putriku sedang sakit, namun tabib biasa tidak bisa mengobatinya. Jadi, hambamu ini memberanikan diri meminta tolong kepada tabib istana.”
“Putrimu? Putrimu yang mana yang sedang sakit?”
Tersirat rasa khawatir dan penasaran di balik pertanyaan itu. Pei Yuanjing entah kenapa merasa gelisah dan perasaannya jadi tidak menentu.
Karena nada bicaranya yang aneh, Pei Ziyan mendongak dan menatapnya lagi. Dahinya juga ikut mengernyit.
Tuan Shu kebingungan. Keringat mulai menetes di keningnya. Sejak dahulu, sejak Kaisar Tua masih hidup, sosok Pangeran Xuan seperti sebuah bintang di istana.
Ia tak hanya memimpin pengadilan mewakili Kaisar, tapi juga menjadi orang yang mengambil keputusan. Dia bijak, namun sangat tegas dan tidak kenal ampun saat sudah menjatuhkan hukuman.
Kali ini, dia takut Pangeran Xuan akan mempersulitnya dan menuduhnya memanfaatkan jabatan untuk memperdaya sumber daya istana.
“Oh, putri kelimaku yang sedang sakit.”
“Ah, putri kelimamu rupanya. Syukurlah bukan dia yang sakit,” gumam Pei Yuanjing.
Tuan Shu kebingungan. Memangnya siapa yang diharapkan oleh Pangeran Xuan jatuh sakit?
Mengapa nada bicara dan ucapannya terdengar seperti sedang merujuk pada seseorang? Dari mana pula ia tahu ada putri lain di kediamannya?
“Tabib istana boleh saja kuizinkan. Tapi, kau sekalian bawa saja Kaisar bersamamu.”
“Yang Mulia, ini tidak pantas dan tidak sesuai aturan. Jika ingin keluar, Kaisar harus melewati Gerbang Timur.”
“Tidak sesuai aturan? Aturan mana yang dilanggar? Tuan Kepala Sensor, coba kau sebutkan, aturan mana yang dilanggar dan bagian mana yang tidak pantas?”
Tuan Shu terdiam. Kepala Sensor bertugas mengawasi kehidupan para bangsawan, pejabat, dan keluarga kerajaan.
Memang tidak ada aturan tertulis kalau Kaisar harus melewati Gerbang Timur, juga tidak ada aturan yang melanggar seorang Kaisar keluar istana. Tapi… dia merasa ada sesuatu yang aneh di sini.
“Shu Yantang, aku sedang bosan. Jika kau ingin menyelamatkan putri kelimamu, bawa aku keluar dari sini,” ucap Pei Ziyan.
Kali ini, Tuan Shu tidak bisa menolak atau mengelak lagi. Kaisar sudah bertitah, ucapannya dianggap suci dan nyata. Sebagai menterinya, Tuan Shu jelas harus mematuhinya.
Pangeran Xuan dan Kaisar Muda begitu kompak menjebaknya. Mau tidak mau dirinya harus membawa mereka keluar.
“Kalau begitu, mari, Yang Mulia, saya akan membawa Anda berdua keluar.”
Ketiga orang itu naik kereta kuda Kediaman Shu meninggalkan istana. Jingdu sedang ramai dengan persiapan Festival Musim Semi.
Ada banyak sekali pendatang datang dari luar kota. Kota yang sibuk ini selalu terlihat hidup. Satu-satunya yang hilang dari Jingdu di mata Pei Yuanjing hanyalah orang itu.
“Turunkan zhen di sini. Paman, aku ingin membeli gulali.”
Setelah itu, Pei Yuanjing dan Pei Ziyan berjalan-jalan di tengah kota. Belum banyak yang tahu wajah asli Kaisar Muda mereka, jadi tidak ada yang bisa mengenalinya.
Adapun Pei Yuanjing, kali ini dia juga memakai topeng yang sama dengan yang selalu ia gunakan setiap kali keluar istana.
Kereta kuda Kediaman Shu sudah melaju kembali. Tuan Shu, hari ini mendapat anugerah besar yang tidak tahu akan membawa bencana atau keberuntungan.
Untungnya, dua leluhur suci Kerajaan Dongyu itu tidak ikut menumpang ke rumahnya dan tidak menginginkan syarat lain.
Emang enak di tampar kenyataan
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣