“Le, coba pikirkan sekali lagi.”
“Aku sudah mantap, Umi.”
Umi Shofia menghela nafas berkali-kali. Dia tak habis pikir dengan pilihan Zayn. Banyak santri yang baik, berakhlak, dan memiliki pengetahuan agama cukup. Tetapi mengapa justru yang dipilihnya Zara. Seorang gadis yang hobinya main tenis di sebelah pondok pesantren.
Pakaiannya terbuka. Belum lagi adabnya, membuatnya geleng-geleng kepala. Pernah sekali bola tenisnya masuk ke pesantren. Ia langsung lompat pagar. Bukannya permisi, dia malah berkata-kata yang tidak-tidak.Mengambil bolanya dengan santai tanpa peduli akan sekitar. Untung saja masuk di pondok putri.
Lha, kalau jatuhnya di pondok putra, bisa membuat santrinya bubar. Entah lari mendekat atau lari menghindar.
Bagaimana cara Zayn merayu uminya agar bisa menerima Zara sebagaimana adanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Insiden Sedan Toyota Putih
“Wah, Gus Zayn pasti nervous. Karena bidadari pilihannya sangat istimewa. Sampai-sampai tegang begini,” goda pak penghulu. Dia mencoba memecahkan suasana tegang yang kini melanda semua orang yang hadir di majelis tersebut.
“Pak penghulu bisa-bisa saja,” jawab Zayn santai. Dia merasa nyeri dadanya sudah banyak berkurang setelah batuk-batuk yang dia alami.
“Bagaimana sudah siap atau belum. Ini kesempatan terakhir lho. Kalau berhasil, bisa bawa pulang bidadari yang kamu impikan. Kalau tidak, sepertinya...” Pak penghulu tak berani meneruskan kata-katanya. Khawatir akan terjadi sesuatu yang buruk di kemudian hari. Astaghfirullah al adzim....
“Insyaallah saya siap,” kata Zayn.
Dalam hati, dia berdoa dengan khusyu’, agar dimudahkan dalam mengucapkan kalimat qobul kali ini.
“Oke, siap. Kita mulai,” kata pak penghulu.
Sulaiman dan Zayn pun bersalaman kembali. Dia pun mengucapkan ijab kembali dengan berlahan-lahan namun jelas.
“Aku nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri saya Zara binti Sulaiman, dengan mas kawin berupa perhiasan seberat 25 gram dan seperangkat alat shalat dibayar tunai.”
Sulaiman segera menghentak tangannya pada tangan Zayn agar Zayn menjawabnya.
“Saya terima nikah dan kawinnya dengan Zara binti Sulaiman dengan mas kawin tersebut di atas dibayar tunai, dan saya rela dengan hal itu,” jawab Zayn dalam satu tarikan nafas.
“Bagaimana saksi, sah?” tanya pak Penghulu.
"Sah,” jawab semua orang yang hadir dengan serentak.
Sekarang, semua bisa bernafas lega. Termasuk Zara. Alangkah bahagia dirinya, kini telah resmi menjadi istri Gus Zayn yang sebulan ini membuat dirinya harus pontang-panting baik secara fisik maupun pikiran.
Dia pun tak bisa menahan air matanya. Yang semula karena gundah dan gelisah, sekarang karena bahagia yang tak bisa lagi dia sembunyikan.
Dengan diantar oleh bunda dan tantenya, dia dipersandingkan dengan Gus Zayn. Jantungnya menjadi dag dig dug, saat langkahnya semakin dekat dengan lelaki yang kini menjadi suaminya.
Hampir-hampir Zara salah tingkah, saat Zayn menyambut dirinya. Dia menggenggam tangannya dengan erat, untuk menggantikan genggaman bundanya sesaat lalu.
Zayn meletakkan telapak tangannya di pucuk kepalanya. Zayn melafalkan doa yang belum Zara mengerti, untuk menyambut dirinya dalam kehidupan barunya. Dan sesaat kemudian Zayn memberikan kecupan manis di dahinya.
Zara merasakan Jantungnya kian berdebar-debar menjalani seremonial semacam itu, seremonial yang tak pernah dia saksikan saat menghadiri pernikahan teman-teman satu clubnya.
Zara agak kikuk, ketika harus duduk berdekatan dengan Zayn di hadapan semua orang. Ia merasa aneh dan asing , tapi juga bahagia.
Senyum manis tersungging di bibir sebelum menundukkan kepala, menyembunyikan rasa malu atau entah namanya.
Acara pun dilanjutkan dengan khutbah nikah yang akan disampaikan oleh bapak penghulu, sebagai bekal awal bagi keduanya, dalam mengarungi biduk rumah tangga. Tidak terlalu panjang, namun cukup menyentuh hati keduanya.
Kemudian acara ditutup dengan doa yang dipimpin langsung oleh kyai Munif.
Rangkaian acara ijab qobul telah selesai. Semua berdiri dan melantunkan shalawat bersama-sama. Mengiringi sepasang pengantin yang hendak meninggalkan tempat ijab qobul.
Zayn berhenti sejenak di tengah pintu masjid. Dia bingung menentukan mobil yang mana yang harus mereka naiki untuk menuju tempat resepsi diselenggarakan.
Dirinya sudah menyiapkan sedan mercy warna hitam. Namun rupanya keluarga Zara juga menyiapkan kendaraan juga, sedan toyota warna putih.
“Ada apa Aa Gus,” tanya Zara. Dia tak tak tahu harus memanggil apa pada lelaki yang kini telah resmi menjadi suaminya.
Semoga panggilan Aa Gus berkenan di hati suaminya.
Zayn senyum-senyum sendiri mendengar panggilan istimewa yang Zara berikan untuknya.
Aa Gus...bukankah artinya sama. Aa artinya kakak. Gus artinya juga kakak. Tapi Aa Gus kok enak juga didengar di telinga. Dan yang terpenting, panggilan itu ternyata bisa membuat hatinya bergetar.
“Iya Neng Zara,” balas Zayn sambil mengembangkan senyum tulusnya.
Sontak membuat Zara tersipu. Dia tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya dengan panggilan istimewa yang Zayn berikan.
“Eh Neng, kita naik mobil yang mana ya?”
“Terserah Aa Gus saja. Tapi kalau aku boleh kasih saran. Kita naik sedan putih saja. Kasihan bunda yang sudah capek-capek menyiapkan. Kita hargai usahanya.”
“Ok. Ayo kita ke sana.”
Sambil bergandeng tangan, Zara dan Zayn pun menuju mobil sedan yang berwarna putih yang terparkir tak jauh dari mereka berdiri.
Saat tiba di depan pintu mobil, Zayn dengan sigap membukakan pintu Zara. Dia tak ingin membuatnya istri yang baru saja nikahi mendapatkan kesulitan. Pakaian dan segala aksesoris yang telah membuatnya semakin cantik juga merupakan kesulitan sendiri dalam menempatkan diri di dalam mobil.
Setelah menutup pintu, dia masuk dari pintu yang ada di sisi lain.
Namun mengapa, sudah beberapa kali dia mencoba membuka, pintu mobil itu tak juga goyah. Dia pun meminta tolong pada Zara untuk membantunya. Namun sayang, Zara juga tak bisa. Pintu itu tetap sulit dibuka. Paman Zara yang duduk di depan turut membantu membukanya. Tapi tak berhasil juga.
“Maaf Gus. Pintu itu memang tidak bisa dibuka,” kata sopir yang diberi amanah menjalankan mobil sedan ini.
Yeah, mengapa tidak bilang dari tadi. Dia tidak perlu repot-repot dan bersusah payah hanya untuk pintu yang memang sudah minta diganti. Sia-sia dong, usaha yang baru saja ia lakukan.
Dan kalau tahu keadaan mobilnya seperti ini, mungkin dia akan memilih menaiki mobil sedan mercy warna hitam yang sudah ia persiapan.
Tapi semua sudah terlanjur. Mobil yang dia persiapan, sudah penuh orang.
Dengan rasa kecewa, Zayn kembali. ia terpaksa menyuruh Zara bergeser agar dirinya bisa masuk.
Namun rasa kecewanya hilang saat melihat senyum Zara yang manis.
“Maaf Aa Gus, aku nggak tahu kalau mobilnya seperti ini.” kata Zara dengan penuh penyesalan.
“Nggak apa-apa,” jawab Zayn.
Dia pun menggenggam tangan Zara, agar tak lagi memikirkan sesuatu yang seharusnya terjadi.
“Sudah Pak. Kita berangkat,” kata Zayn pada sopir yang mengemudikan sedan ini.
Insiden ini menyebabkan mereka semua menunggu. Tak mungkin rombongan ini akan berangkat, kalau dia belum berangkat.
Zayn sungguh merasa bersalah atas insiden ini. mereka menjadi terlambat ke tempat resepsi.
Mesin mobil mereka pun dihidupkan, bergerak berlahan-lahan meninggalkan halaman masjid. Kemudian diikuti oleh dengan mobil-mobil lainnya.
Tak lama kemudian, mereka telah sampai di pesantren. Di sana telah menunggu pengiring pengantin dari keluarga Zara. Mereka sabar menunggu di luar pesantren dengan berlindung di bawah mobil dan rumah penduduk di sekitar pesantren.
Demikian juga dengan tamu undangan. Mereka menunggu dengan sabar di bawah terop-terop yang ada di pesantren.