Safa, gadis dari kalangan atas terpaksa menawarkan diri untuk menjadi istri dari Lingga, seorang CEO terkemuka demi menyelamatkan Perusahaan orang tua angkatnya.
"Ayo kita menikah. Aku akan melahirkan anak untukmu, asal kamu mau menolong Papaku"
"Kau yakin mau menikah dengan ku?"
"Aku yakin!"
Safa menjawabnya dengan tegas. Tanpa memikirkan suatu saat nanti hatinya bisa goyah dan mencintai Lingga.
Tapi sayangnya hati Lingga telah mati, dia hanya mencintai Asyifa tunangannya yang telah meninggal dunia. Lingga menikah hanya karena paksaan orang tua serta untuk melahirkan penerus keluarganya.
"Dia sangat mencintai anaknya, tapi tidak dengan wanita yang melahirkan anaknya" ~ Safa ~
Bagaimana nasib Safa saat Lingga pulang membawa wanita yang wajahnya begitu mirip dengan Asyifa? Apa yang akan Safa lakukan disaat dia sendiri sedang berjuang antara hidup dan mati?
Akankan Safa bertahan atau merelakan suaminya bahagia dengan wanita itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia berhak bahagia!
Hari pun berlalu...
Namun hanya hari yang berubah, sementara Lingga masih tetap sama. Pria berparas tampan dengan sikapnya yang dingin itu tetap saja tak berubah.
Safa benar-benar merasa lelah. Ingin rasanya dia pergi dari rumah Lingga dan mencari kebebasan di luar sana, tapi bagaimana dengan Kendra kalau dia pergi. Dia sangat menyayangi putranya itu. Kalau dia pergi membawa Kendra, pasti dengan mudahnya Lingga akan menemukan keberadaannya.
Satu-satunya yang membuat Safa bertahan saat ini adalah Kendra. Bayi yang sudah mulai bisa mengangkat kepalanya itu masih sangat membutuhkan dirinya.
"Hmm!"
Safa menoleh ke arah pintu saat seseorang masuk ke dalam kamarnya.
"Lintang?" Safa terkejut karena kedatangan adik iparnya itu. Pasalnya sudah hampir tiga bulan dia melahirkan, adik iparnya itu baru datang ke rumahnya.
Wajahnya yang mirip dengan Lingga itu menatap Safa yang duduk di sofa dengan Kendra di pangkuannya.
"Mama menyuruhku ke sini untuk membawakan baju untuk acara lusa!" Ucapnya dengan ketus.
Beberapa hari yang lalu, Novita memang menghubungi Safa dan mengatakan akan mengadakan acara besar yang akan memperkenalkan Kendra ke semua keran bisnis keluarga Kusuma Jati sekaligus syukuran atas kelahiran seorang pewaris dari keluarga itu.
Mertuanya mengirim beberapa model baju pada Safa dan meminta Safa untuk memilihnya sendiri. Safa juga memilih baju untuk Lingga, meski entah nantinya Lingga mau memakainya atau tidak.
"Terima kasih sudah merepotkan mu Lintang" Safa tau kalau Lintang tak menyukainya, namun dia tidak pernah menanggapi sikap Lintang yang selalu sinis kepadanya.
Lintang yang masih berdiri dengan kedua tangan terlipat di depan dada tampak diam namun matanya tertuju pada keponakannya yang ada di pangkuan Safa.
"Kamu tidak mau menyapa keponakan kamu dulu? Bukankah dia sangat lucu?" Safa sengaja memancing Lintang.
Dia ingat saat Lintang mau mengusap perutnya beberapa hari sebelum melahirkan. Tampaknya Lintang masih punya sisi baik di dalam dirinya Safa.
Lintang mulai mendekat. Dia duduk di samping Safa kemudian tangannya terulur untuk menyentuh tangan Kendra.
"Kenapa dia mirip sekali sama es balok itu?" Gumam Lintang.
"Ya karena Kendra anak Kakak mu yang kamu sebut es balok itu" Safa terkekeh karena Lintang menyabut Kakaknya sendiri es balok.
Lintang kembali diam, dia mengusap pipi Kendra kemudian menatap Safa dengan begitu dalam.
"Kenapa?" Safa yang ditatap seperti itu tentu saja merasa risih.
"Kenapa Mbak masih bertahan di sini?" Tanya Lintang tiba-tiba.
Safa sendiri terlihat bingung dengan pertanyaan Lintang itu.
"Maksud kamu?"
"Kenapa Mbak nggak pergi saja? Kenapa masih bertahan di sini kalau sikap Mas Lingga nggak pernah berubah sama Mbak?"
Entah mengapa, Safa bisa melihat tatapan mata Lintang yang selalu sinis itu berubah menjadi tatapan prihatin yang membuat Safa merasa miris.
"Apa jangan-jangan Mbak jatuh cinta sama Kakak, makanya Mbak masih bertahan di sini walaupun sikap Kakak masih terjebak dengan masa lalunya dan tidak pernah bisa menerima Mbak Safa, iya kan?"
Safa terlihat gelagapan. Dia mungkin saja bisa mengakui perasannya di depan Bi Sri seperti waktu itu. Tapi dia tak sanggup mengatakan yang sejujurnya di depan Lintang.
"Mbak masih bertahan di sini karena Kendra. Dia yang membuat Mbak masih bertahan di sini!"
Lintang justru tersenyum kecut. Dia seperti tak percaya dengan jawaban ari Safa.
"Buat apa Mbak masih ada di sini kalau setiap hari harus menghadapi orang yang tidak akan pernah bisa membuka hatinya lagi? Kalaupun bisa, cintanya itu sudah habis untuk orang yang sudah meninggal. Saingan Mbak itu berat sekali, jadi lebih baik Mbak pergi!"
Safa hanya diam, dia menundukkan kepalanya menatap Kendra yang kini juga sedang menatapnya dengan mata yang begitu jernih. Bibirnya bergerak-gerak seolah ingin bicara.
"Benarkah aku harus pergi? Tapi melihat wajah polos ini, aku rasanya tak sanggup untuk melakukan itu. Aku pernah sendirian tanpa ada orang tua. Aku pernah di tinggal Mama Amita dan hanya hidup dengan Papa. Apa Kendra juga harus mengalami hal yang sama, meninggalkannya demi mendapatkan kebahagiaan ku sendiri?"
Safa mengangkat Kendra dan memeluknya dengan erat kemudian menciumnya berkali-kali. Tanpa di sadari, air matanya juga sudah luruh sampai membasahi wajah Kendra.
Lintang sendiri bisa menyimpulkan bagaimana perasaannya Safa saat ini. Apalagi melihat air mata Safa itu.
"Aku pergi dulu Mbak!" Lintang memilih pergi dari sana daripada melihat Safa yang saat ini sedang menangis.
Tanpa menunggu jawaban dari Safa, dia keluar begitu saja.
"Astaga!" Lintang terkejut karena ternyata Kakanya berada di depan kamar Safa.
"Kakak ngapain di sini?" Tanya Safa sembari melihat ke pintu kamar Safa yang sudah tertutup.
"Jangan-jangan Kakak dengar apa yang aku dan Mbak Safa bicarakan?"
Lingga hanya diam dengan kedua tangan yang bersembunyi di dalam saku celananya.
"Tapi ya syukur deh kalau Kakak dengar. Sekarang kan Kakak udah punya Kendra, Mbak Safa bertahan di sini hanya demi Kendra, Kakak tadi dengar sendiri kan?"
"Lepaskan saja dia karena nyatanya kalian tidak saling mencintai. Dia juga berhak bahagia Kak!!"
Lintang rasanya gemas sendiri melihat Kakaknya hanya diam dan diam saja.
"Ck, udah deh, males ngomong sama orang berhati batu kaya Kakak!" Lintang berlalu meninggalkan Kakaknya yang kelewat dingin.
Setelah kepergian Lintang, Lingga masih berdiri di depan kamar Safa. Dia masuk ke dalam kamar itu setelah beberapa waktu berlalu.
Tanpa suara, Lingga mendekat pada Safa yang tertidur bersama Kendra di ranjang. Wajah Safa tampak tenang meski terlihat sembab. Jejak air mata juga masih terlihat di wajah Safa.
Entah apa yang Lingga pikirkan saat ini, tapi dia hanya diam menatap Safa dan juga buah hatinya.
Lingga melepas jasnya kemudian naik ke atas ranjang untuk lebih dekat dengan Kendra.
Sementara Safa, dia akhirnya terbangun setelah beberapa saat. Ternyata tanpa sadar dia ikut tertidur saat dia menidurkan Kendra tadi.
Tapi yang membuatnya lebih terkejut lagi, saat dia membuka matanya, dia justru melihat wajah Lingga dihadapannya. Lingga terlelap di samping Kendra dan menghadap ke arah Safa. Jarak mereka saat ini begitu dekat karena hanya terhalang tubuh kecil milik Kendra.
Safa sendiri tidak mendengar kapan Lingga masuk, dan juga tidak sadar saat Lingga ikut berbaring di sana. Tapi jujur, saat ini hati Safa kembali berdesir karena untuk pertama kalinya dia tidur dengan Lingga dalam satu ranjang yang sama meski hanya beberapa saat saja.
sekarang lingga yg akan berjuang untuk mengejar cinta dari safa lagi
nyesekkkk akuuuu