NovelToon NovelToon
IKATAN SUCI YANG TERNODA

IKATAN SUCI YANG TERNODA

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Selingkuh / Mengubah Takdir / Ibu Mertua Kejam / Pihak Ketiga / Romansa pedesaan
Popularitas:158.3k
Nilai: 5
Nama Author: Cublik

Niatnya mulia, ingin membantu perekonomian keluarga, meringankan beban suami dalam mencari nafkah.

Namum, Sriana tak menyangka jika kepergiannya mengais rezeki hingga ke negeri orang, meninggalkan kedua anaknya yang masih kecil – bukan berbuah manis, melainkan dimanfaatkan sedemikian rupa.

Sriana merasa diperlakukan bak Sapi perah. Uang dikuras, fisik tak diperhatikan, keluhnya diabaikan, protesnya dicap sebagai istri pembangkang, diamnya dianggap wanita kekanakan.

Sampai suatu ketika, Sriana mendapati hal menyakitkan layaknya ditikam belati tepat di ulu hati, ternyata ...?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Isyt : 08

Sriana dapat menangkap ekspresi terkejut adik iparnya, tapi dia pura-pura tidak melihat.

“Ya kasihan to Mbak. Pean ini seperti ibu ndak berperasaan, sama anak sendiri pun tega,” mimik wajahnya terlihat tegang, matanya bergerak liar menghindari menatap layar ponsel.

“Lebih baik mereka dididik keras sedari dini. Daripada pas sudah dewasa ditampar orang lain dikarenakan sifat kurang ajar! Mending dikasih paham sekarang, jadi pas besar ndak jadi sampah masyarakat, mental pengemis! Tahunya menadahkan tangan, mengharap bantuan, malas berusaha sendiri! Sepuluh menit lagi tak telepon lagi!”

Dwita mengerjap, ditatap sedikit lama ponsel dalam dalam genggamannya yang sudah tak lagi terhubung dengan kakak iparnya. “Itu tadi si bodoh Sriana ‘kan?”

Dia bergumam, lalu tersentak seakan alarm bawah sadarnya memberikan peringatan.

Dwita hendak menghubungi seseorang, tapi sudah empat kali panggilan tak jua diangkat. Dia teringat batas waktu yang diberikan oleh Sriana.

“Buk! Ibuk!” Dwita berteriak lantang mencari ibunya, mengadu tentang sikap janggal sang kakak ipar.

Sepuluh menit pun berlalu, Sriana kembali menghubungi adik iparnya, kali ini langsung sambungan video call. Dia sudah merencanakan dari semalam, pas kebetulan di Indonesia hari libur nasional. Jadi, tidak ada alasan putra dan putrinya sudah berangkat sekolah.

Ketika panggilan video terhubung, ibu dua anak itu hampir memekik kecil melihat penampilan si bungsu.

Rambut Ambar Ratih terlihat kusut, diikat asal-asalan jelas bukan oleh tangan terampil. Ada bekas luka di pipi seperti cakaran kuku, gadis kecil itu langsung menunduk begitu bertemu tatap dengan ibunya. Kedua tangannya memeluk jajanan yang diperkirakan berharga puluhan ribu.

Sriana bersikap tenang, tidak bertanya tentang penampilan apalagi jejak goresan luka. Matanya beralih memandang nelangsa yang coba dia tutupi sekuat tenaga.

Septian, anak laki-laki berumur sebelas tahun – tengah memandang rumit wajah ibunya. Entah apa yang sedang dia pikirkan, tapi satu hal tertangkap oleh mata batin wanita yang telah melahirkannya ke dunia – sorot mata itu sedang mencoba menceritakan seribu kisah.

Sriana mencubit kulit pahanya mengalihkan rasa sedih agar tidak tergugu. Dia duduk di lantai keramik menghadap jendela. Ponselnya diletakkan pada tripod agar bisa leluasa memandangi seraya mencari bukti tanpa dirinya melontarkan tanya.

“Mas Tian, dek Ambar – beli jajan apa saja?” tanyanya dengan nada sedang, tanpa mengalihkan pandangannya.

‘Terah Assuu!’ batin Sriana memaki, dia dapat melihat tubuh samping Ambar seperti ditekan sehingga gadis kecil itu menegakkan punggung.

“Ini Bun, Ambar males sarapan pizza yang kemarin dibeli tante Dwi, bosen tiap hari makan ikan, Udang, enak-enak terus.” Ambar menjatuhkan jajanan dalam pelukannya ke lantai. Dia bergeser sampai tangannya menempel di lengan sang kakak.

“Mas Tian beli apa?”

“Niki Bun.” Dia mengeluarkan jajanan seperti telur berharga belasan ribu dari saku celana, ada juga coklat batangan.

‘Sejak kapan putra kebanggaanku suka coklat?’ rasanya dia ingin menjerit – Septian tidak suka makanan manis.

Kamera yang sepertinya diletakkan pada lantai dan ditopang sesuatu itu – memperlihatkan banyaknya makanan ringan.

Sriana mengangguk-anggukkan kepalanya. “Jajanan itu dibeli pakai uang kan?”

Kedua anaknya Sri mengangguk, lalu saling melirik.

“Sekarang buka semua bungkusnya! Buka sekaligus, jangan ada masih terbungkus rapat! Makan satu persatu – Bunda mau ngeliat kalian makan jajanan itu! Tian, Ambar … Bunda sering kasih kalian nasehat, ndak boleh boros apalagi sampai membuang makanan ‘kan? Tante Dwi bilang, kalau kalian suka jajan, belum habis udah beli lagi. Nah, sebagai hukuman. Kudu habiskan apa yang tadi dibeli, sekarang baca doa makannya, terus makanlah!”

Titah itu tak lantas membuat Septian dan juga Ambar bergerak, bahkan si bungsu menampilkan ekspresi tertekan, pelupuk matanya berair. Dia menunduk, lebih merapat ke kakaknya.

“Ayo makan Nak! Bukannya Ambar paling suka permen Yupi, itu ada banyak. Terus keripik kentang kesukaan Tian, kan? Ndang’o pangan!” kalimat terakhir dia tekankan membuat tubuh Ambar Ratih tersentak, dan Septian menegang.

“Mbak, joh galak-galak! Kasihan _”

“Menengo Wi! Aku lagi menjalankan peranku sebagai seorang ibu. Kamu sering ngeluh kalau Ambar dan Tian, gila jajan. Nah, biar puas atiku – pengen lihat langsung seberapa rakus anak-anakku!” hardiknya, seperti dugaannya kalau kedua buah hatinya tengah diawasi.

Dia kembali menyuruh kedua buah hatinya membuka jajanan. Pada saat itu, ujung baju Septian seperti ditarik, walaupun dia tidak bisa melihat keseluruhan tapi tampak dari bagian mengencang.

Ambar lebih dulu bergerak, menggigit bungkus keripik kentang, sangat lambat dia mulai mengunyah. Tubuhnya tidak bisa diam, bergerak gelisah.

Septian menyobek bungkus permen Yupi, memasukkan kedalam mulut. Tatapannya menatap tenang sang ibu, tapi ada getar pada netra hitam itu.

Perasaan Sriana seperti diterjang badai, hatinya berkecamuk. Dia tetap teguh meskipun batinnya berteriak pilu.

“Yungalah isuk-isuk kok wes hujan!” itu teriakan Wiyah, ibu mertuanya Sriana.

"Bun hujan!” Ambar memekik, dia seperti ketakutan dan langsung mau beranjak.

"Kenapa kalau hujan?!” intonasinya dikeraskan.

Ambar yang sudah berjongkok tidak jadi beranjak. “Di luar ada jemuran Jagu_ eh.”

Kening gadis kecil berkulit coklat gelap itu mengernyit. Pada waktu bersamaan hati Sriana seperti dicabik-cabik, dia tahu ada yang tak beres.

Kamera Dwita hanya menangkap sebagian tubuh Ambar dan juga Septian, separuhnya lagi tak terlihat.

“Ambar mau main hujan Bun,” suaranya seperti menahan sakit.

“Dwi, tulongo Ibukmu ngangkat padi!”

‘Padi? Jagung? Sejak kapan kewan iku nduwei (Sejak kapan hewan itu mempunyai)?’

Sriana melihat Dwita cepat-cepat berlari keluar, sayup-sayup mendengar pekikan adik iparnya.

“Menengo, Pak! Si pekok iku mbuh kesurupan opo. Sok tenan gayane!” (Diam, Pak! Si bodoh itu entah kesurupan apa, gayanya sok sekali)

Tiba-tiba gambar ponsel bergoyang, putra sulung Sriana berlutut dan mengarahkan kamera keluar lewat jendela.

Gelaran tikar menampung jagung dan padi pun tampak jelas tengah digulung oleh Wiyah, Toro, dan Dwita.

‘Opo maneh iki Gusti?’ sebisa mungkin Sriana tetap menjaga ekspresi seperti seorang ibu tegas.

Ponsel pun diletakkan ke tempat tadi, dan memperlihatkan bagaimana rakusnya Ambar memakan keripik kentang seolah baru pertama kali mencicipinya. Sudut mulut gadis kecil itu bernoda bumbu, ada jejak air mata pada pipi, dia sampai tersedak entah karena kecepatan menelan atau tengah menahan tangis di sela mengunyah.

“Dek, jangan dihabiskan! Nanti kamu dipukul lagi!”

“Ben, Mas! Mumpung mereka sibuk, kalau ndak … kita mung kebagian foto-foto terus bisanya cuma ngelek iduh!” dia tak peduli, mengeruk isi bungkus plastik dan memasukkan ke dalam mulutnya.

(Biarkan, Mas. Kebetulan mereka sibuk, kalau tidak ... kita cuma bisa menelan ludah)

Sriana sudah tidak tahan lagi, dia mendengar bisik menyakitkan hati itu.

“Septian, biar adekmu makan sepuasnya. Jangan dilarang Nak … hiks hiks hiks.”

“Ndak usah nangis Bun! Kami sudah biasa og, ndak apa-apa ... yang penting Bunda sehat di perantauan.” Dia tidak berani menatap ibunya, menyibukkan diri membantu sang adik mengelap bagian mulut yang kotor.

“Mas Tian, tolong lihat Bunda sebentar!” Secarik kertas dia bentangkan. “Hafal nomor ini, kasih ke bude Wulan, bisa Nak ...?”

.

.

Bersambung.

1
bunda fafa
yess...mantull... biarkan mokondo itu terhempas jd gembel jalanan 🤣🤣
bunda fafa
basi.. jyjyk 🤮
sryharty
Tian Ambar lagi goleti OPO nduuk
semoga berhasil
kacublik bikin para penghuni rumah Sri Podo teler sek Yo Ben Tian Ambar berhasil sek
sryharty
jijaaaaaayyy,,
sryharty
ko mendadak pengen panggil Rukmi buat nyantet agung dan trindil
bunda fafa
love you duit itu yg bener 😤🤦
bunda fafa
pen tau jawabannya si mokondo 😁😁
bunda fafa
dikira sri masih doyan sm km apa? najis yg ada🤦 dan satu lg tdk semua perempuan itu segatal sundel tri kesayangan mu itu 😏
bunda fafa
pekok...baru sj merayu mendayu2 skr matre nya dikeluarin 🤦
bunda fafa
bagus Sri...harus bs berkamuflase dengan sempurna saat menghadapi badjingan
bunda fafa
dak dek..kl butuh sj manggil dek coba biasanya sra Sri sj manggilnya..stop sri km hrs jd raja tega kl sama si mokondo sialan itu
bunda fafa
jd simalakama...kl sundel di HK sriana yg gak bs bebas vc sm buah hatinya tp kl sundel pulang kampung Tian sama Ambar yg tertekan dan akan di sakiti
Titik wildan
thor,novelmu ini seperti asupan wajib 3xsehari,bener2 nyandu dan bikin laper,nungguin terus update nya,dan langsung di lahap kalau ada notif🤣🤣maksih🙏🙏
bunda fafa
mmg susah kl org sudah kena penyakit hati itu🤦 bukannya nyadar malah mengumpat,marah dan dendam sm org yg justru km sakiti😤
bunda fafa
dasar otak omes🤦yg dipikirkan vcs sj..mana sama suami saudara sendiri pula😤
bunda fafa
ada ya seorang ibu mendukung putri nya jd pelakoorrr 😏
SasSya
semoga dalam lindungan Nya za kalian nok_leeee
semoga berhasil ambil Semua yg berharga,🤲🤲🤲
SasSya
baguuuuuusss
ada paparazi
lek Dimas?
bunda fafa
ibu macam apa ita ini??🤦🤦kok justru nyuruh anaknya minta dinikahin si mokondo yg notabene suami keponakan nya sendiri 🤦
SasSya
najoong!!!!🤮🤢


naaaaaa kaaannnn
sudah lama hubungan mereka
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!