NovelToon NovelToon
Cincin Peninggalan Kakek

Cincin Peninggalan Kakek

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Kebangkitan pecundang / Menjadi Pengusaha / Anak Lelaki/Pria Miskin / Balas Dendam / Mengubah Takdir
Popularitas:26.3k
Nilai: 5
Nama Author: RivaniRian21

Di sebuah desa kecil di lereng Gunung Sumbing, Temanggung, hidup seorang pemuda bernama Arjuna Wicaksono. Sejak kecil, ia hanya tinggal bersama neneknya yang renta. Kedua orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan saat ia masih balita, sementara kakeknya telah lama pergi tanpa kabar. Hidup Arjuna berada di titik terendah ketika ia baru saja lulus SMA. Satu per satu surat penolakan beasiswa datang, menutup harapannya untuk kuliah. Di saat yang sama, penyakit neneknya semakin parah, sementara hutang untuk biaya pengobatan terus menumpuk. Dihimpit keputusasaan, Arjuna memutuskan untuk merantau ke Jakarta, mencari pekerjaan demi mengobati sang nenek. Namun takdir berkata lain. Malam sebelum keberangkatannya, Arjuna menemukan sebuah kotak kayu berukir di balik papan lantai kamarnya yang longgar. Di dalamnya tersimpan cincin perak kuno dengan batu safir biru yang misterius - warisan dari kakeknya yang telah lama menghilang. Sejak menggunakan cincin itu, kehidupanNya berubah drastis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RivaniRian21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1 Senja Yang Redup

Senja di Temanggung selalu terlihat indah, namun tidak bagi Arjuna sore ini. Semburat jingga yang memantul di kaca jendela rumahnya yang reot seolah mengejek nasibnya. Tujuh amplop coklat berlogo berbagai universitas berserakan di atas meja kayu lapuk, masing-masing berisi penolakan beasiswa yang ia ajukan. Satu-satunya harapannya untuk bisa kuliah, kini hancur berkeping-keping.

"Jun... Arjuna..." Suara parau itu memanggilnya lirih dari kamar sebelah. Arjuna bergegas menghampiri. Di atas dipan bambu yang sudah dimakan rayap, Mbah Darmi terbaring lemah. Wajahnya pucat, bibirnya yang pecah-pecah bergetar menahan sakit.

"Ya, Mbah?" Arjuna berlutut di samping neneknya, menggenggam tangan keriput yang terasa dingin itu.

"Sudah makan, Nak?"

Arjuna menggeleng pelan, mencoba tersenyum. "Nanti saja, Mbah. Masih kenyang."

Bohong. Perutnya sudah melilit sejak pagi. Tiga hari ini mereka hanya makan singkong rebus. Uang terakhir mereka sudah habis untuk membeli obat sang nenek minggu lalu. Bahkan untuk membeli beras satu kilo pun, Arjuna harus berutang pada Yu Minah, pemilik warung kelontong di ujung desa.

"Jangan bohong sama orang tua, Jun," Mbah Darmi tersenyum lemah. "Nenek dengar perutmu berbunyi dari ta—" Kalimatnya terputus oleh batuk keras yang mengguncang tubuh rentanya.

"Mbah!" Arjuna panik saat melihat bercak merah di saputangan yang digenggam neneknya. Darah. Penyakit itu semakin parah.

"Ndak apa-apa, Jun," Mbah Darmi mencoba menenangkan cucunya. "Cuma batuk biasa."

Tapi Arjuna tahu ini bukan batuk biasa. Sudah tiga bulan neneknya menderita, dan mereka tak mampu ke rumah sakit. Puskesmas desa hanya memberi obat generik yang tak mampu meredakan sakitnya. Dok Hadi, dokter puskesmas, bahkan sudah menyarankan untuk membawa Mbah Darmi ke rumah sakit besar di kota. Tapi dari mana uangnya?

"Jun..." Mbah Darmi menggenggam tangannya lemah. "Nenek minta maaf ya."

"Kenapa Mbah minta maaf?" Arjuna menahan air matanya.

"Gara-gara nenek sakit, kamu jadi tidak bisa kuliah. Padahal kamu juara satu terus di sekolah. Harusnya kamu bisa jadi orang hebat, Jun. Bukan terjebak di sini ngurus nenek yang sudah tua ini."

"Mbah ngomong apa sih?" Suara Arjuna bergetar. "Arjuna yang harusnya minta maaf. Arjuna nggak bisa jadi cucu yang baik. Nggak bisa kasih Mbah hidup yang layak. Bahkan buat beli obat aja Arjuna nggak mampu."

Keheningan mengisi ruangan sempit itu. Hanya suara jangkrik dan kayu yang berderit sesekali terdengar. Cahaya lampu minyak menari-nari di dinding, membuat bayangan mereka terlihat lebih menyedihkan.

"Jun..." Mbah Darmi berbisik sebelum tertidur. "Nenek mimpi ketemu kakekmu semalam. Dia bilang... kamu akan menemukan jalanmu..."

Arjuna tertegun. Kakek? Dia bahkan tak punya ingatan tentang sosok itu. Yang ia tahu hanya dari cerita neneknya, bahwa Eyang Prabu Wicaksono menghilang saat Arjuna masih bayi, tak lama setelah kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan misterius.

Malam semakin larut. Arjuna kembali ke kamarnya setelah memastikan neneknya tertidur. Besok ia harus mencari pinjaman lagi untuk membeli obat. Tapi ke mana? Pak Karso sudah menolak memberi hutang lagi. Yu Minah juga sudah mengancam tak akan memberi hutang beras jika hutang yang lama belum dilunasi.

"Mungkin lebih baik aku berhenti bermimpi," gumamnya pada diri sendiri. "Cari kerja di kota... jadi kuli atau apa saja..."

KREK!

Suara itu mengejutkannya. Lantai kayu yang dipijaknya berbunyi aneh, berbeda dari biasanya. Arjuna berlutut, mengamati papan yang tampak sedikit menonjol. Didorong rasa penasaran, ia mencongkel pinggiran papan itu.

Arjuna mengamati papan lantai yang mencurigakan itu. Tangannya yang kasar karena sering membantu tetangga mencangkul meraba permukaan kayu yang sudah menghitam dimakan usia. Ada sesuatu yang janggal. Papan ini terasa... berbeda.

Dengan hati-hati, ia mencoba mengangkat papan itu. Debu-debu beterbangan, membuatnya terbatuk pelan. Cahaya lampu minyak yang temaram menerangi rongga gelap di balik papan. Matanya membulat ketika menangkap kilau samar dari sebuah benda.

Sebuah kotak kayu jati.

Ukiran-ukiran rumit menghiasi permukaannya, menciptakan pola yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Di tengah tutupnya, terukir aksara Jawa kuno yang sudah memudar. Jemarinya yang gemetar perlahan menyentuh kotak itu, merasakan tekstur kayunya yang masih kokoh meski berdebu.

"Ini..."

"Jun... Arjuna!"

Suara batuk keras dan panggilan lemah neneknya memecah konsentrasinya. Arjuna tersentak, hampir menjatuhkan kotak misterius itu.

"UHUK! UHUK! Jun... tolong..."

Suara itu lebih lemah dari biasanya. Ada sesuatu yang berbeda. Tanpa pikir panjang, Arjuna menyimpan kotak itu ke dalam saku bajunya yang lusuh dan bergegas ke kamar neneknya.

"Mbah! Mbah kenapa?!"

Pemandangan di hadapannya membuat darahnya berdesir. Mbah Darmi terduduk di pembaringannya, tangan keriputnya mencengkeram dada, sementara tangan yang lain menutupi mulut. Darah segar merembes di sela-sela jarinya.

"Ya Allah, Mbah!" Arjuna panik, "Tunggu sebentar, Arjuna panggil Pak Karso!"

"Jangan..." Mbah Darmi menahan tangan cucunya dengan sisa tenaganya. "Jangan tinggalkan nenek... Jun..."

"Tapi Mbah butuh bantuan! Arjuna harus—"

"Dengarkan nenek dulu..." Suara itu begitu lirih, nyaris berbisik. "Nenek... nenek melihatnya dalam mimpi... kakekmu... dia bilang... sudah waktunya..."

"Mbah ngomong apa? Arjuna nggak ngerti. Mbah istirahat dulu, ya? Arjuna—"

"Kotak itu..." Mata tua Mbah Darmi menatap tajam ke arah saku Arjuna, tempat kotak kayu itu tersembunyi. "Kamu... sudah menemukannya..."

Arjuna terperanjat. Bagaimana neneknya bisa tahu?

"Buka... Jun... buka sekarang..."

"Tapi Mbah—"

"Sekarang... sebelum terlambat..."

Dengan tangan gemetar, Arjuna mengeluarkan kotak itu. Di bawah cahaya temaram, ukiran-ukiran di permukaannya seolah bergerak, menari dalam bayangan. Perlahan, sangat perlahan, ia membuka tutupnya.

Derit kayu tua terdengar saat tutup kotak itu terbuka. Di dalamnya, terbaring sebuah cincin perak yang tampak kusam. Batu biru di tengahnya seolah menyimpan kegelapan malam, begitu dalam dan misterius. Arjuna terpaku, jantungnya berdegup kencang.

"Mbah... ini..."

"UHUK! UHUK!"

Batuk Mbah Darmi semakin keras, lebih parah dari sebelumnya. Darah segar membasahi seprai putih lusuh yang sudah menguning. Tubuh rentanya terguncang hebat, mencengkeram dada dengan wajah kesakitan.

"MBAH!" Arjuna menjatuhkan kotak itu, cincin perak menggelinding di lantai kayu. "Ya Allah, Mbah bertahan! Arjuna panggil—"

"Jun..." Suara itu nyaris tak terdengar. "Maafkan... nenek..."

"Mbah jangan bicara dulu! Arjuna—"

"Dengarkan..." Tangan keriput itu menggenggam lengan Arjuna lemah. "Jagalah... cincin itu... Kakekmu... dia akan... menjelaskan..."

"Mbah ngomong apa? Arjuna nggak ngerti! Mbah bertahan, ya? MBAH!"

Genggaman di lengan Arjuna perlahan mengendur. Mata tua yang selalu memancarkan kehangatan itu menatap cucunya untuk terakhir kali, sebelum akhirnya tertutup perlahan.

"Mbah...?" Arjuna mengguncang tubuh neneknya pelan. "Mbah, bangun... Arjuna masih butuh Mbah..."

Hening.

"Mbah, jangan tinggalin Arjuna... Mbah!" Air mata mulai mengalir di pipinya. "MBAH!"

Malam itu, rumah kecil di lereng Gunung Sumbing dipenuhi isak tangis. Arjuna memeluk tubuh kaku neneknya, satu-satunya keluarga yang ia miliki. Di lantai, cincin perak itu tergeletak sunyi, batu birunya berkilau redup seolah ikut berduka.

Arjuna tak pernah merasa sesendiri ini. Dulu, saat kedua orang tuanya meninggal, setidaknya ada Mbah Darmi yang memeluknya, menghapus air matanya, membisikkan kata-kata penghiburan. Tapi sekarang... siapa yang akan memeluknya? Siapa yang akan menghiburnya?

"Mbah..." isaknya lirih. "Arjuna belum jadi apa-apa... Arjuna belum bisa banggain Mbah... Arjuna masih butuh Mbah..."

Di luar, angin malam berhembus kencang. Daun-daun kering bergesek menciptakan melodi pilu. Lampu minyak bergoyang-goyang, menciptakan bayangan yang menari di dinding. Dan di sudut ruangan, cincin perak itu mulai memancarkan cahaya biru yang samar.

1
Aman Wijaya
lanjut terus Thor
agus purnomo
kopi plus vote suhu
biar nulisny makin lancar...💪
Was pray
kalau merasa terbebani dengan cincin warisan kakeknya ya dilepas saja Juna, daripada kamu mengeluh terus, kayaknya gak ikhlas menerima takdirmu juna
Aman Wijaya
jooooz jooooz gandos lanjut terus
Aman Wijaya
lanjut terus Thor
Aman Wijaya
top markotop ceritanya Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz pooolll lanjut terus
4U2C
𝘆𝗮 𝗶𝗻𝗴𝗮𝘁 𝗮𝘀𝗮𝗹 𝘂𝘀𝘂𝗹𝗺𝘂 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗯𝗶𝗮𝗿 𝗽𝗮𝗿𝗮 𝗿𝗲𝗮𝗱𝗲𝗿 𝘀𝘂𝗸𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗰𝗮 𝗸𝗶𝘀𝗮𝗵𝗺𝘂..
4U2C
𝗷𝗮𝘂𝗵𝗶 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴-𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗼𝗻𝗴𝗹𝗼𝗺𝗲𝗿𝗮𝘁 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝘀𝗲𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗸𝗮𝗺𝘂 𝘀𝗲𝗻𝗱𝗶𝗿𝗶 𝗷𝗮𝗱𝗶 𝘀𝗼𝘀𝗼𝗸 𝗸𝗼𝗻𝗴𝗹𝗼𝗺𝗲𝗿𝗮𝘁 𝘀𝗲𝘀𝘂𝗻𝗴𝗴𝘂𝗵 𝗻𝘆𝗮,,𝗶𝘁𝘂 𝘀𝗲𝗺𝘂𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗽𝗲𝗿𝘀𝘂𝗹𝗶𝘁𝗸𝗮𝗻 𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽𝗺𝘂 𝗻𝗮𝗻𝘁𝗶𝗻𝘆𝗮,,𝗹𝗶𝗵𝗮𝘁 𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗮𝗽𝗮-𝗮𝗽𝗮 𝘀𝘂𝗱𝗮𝗵 𝗮𝗱𝗮 𝗺𝘂𝗻𝘀𝘂𝗵𝗺𝘂 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗱𝗶𝗺𝗮𝗻𝗮-𝗱𝗶𝗺𝗮𝗻𝗮..𝘁𝗲𝘁𝗮𝗽𝗹𝗮𝗵 𝗿𝗲𝗻𝗱𝗮𝗵 𝗵𝗮𝘁𝗶 𝗯𝗮𝗻𝘁𝘂 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗻𝘁𝘂 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗸𝘂𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗮𝗺𝗽𝘂..𝗷𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝘁𝗲𝗿𝗴𝗶𝘂𝗿 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮 𝗿𝗮𝘆𝗮..
4U2C
𝗽𝗮𝗰𝗮𝗿 𝗺𝗶𝗮 𝗥𝗜𝗔𝗡 𝗱𝗶𝗮𝗺𝗯𝗶𝗹 𝗦𝗜𝗡𝗧𝗔 𝗱𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗸𝗮𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗗𝗜𝗢𝗡,,𝗮𝗽𝗮 𝗮𝗱𝗮 𝗵𝘂𝗯𝘂𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗗𝗜𝗢𝗡 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗠𝗜𝗔 𝘆𝗮,,𝗱𝗮𝗻 𝗹𝗮𝗴𝗶 𝗸𝗲𝗺𝗮𝗻𝗮 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗽𝗲𝗻𝗴𝗮𝘄𝗮𝗹 𝗶𝗯𝘂 𝗟𝗜𝗔𝗡𝗔 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗠𝗜𝗔,,𝗺𝗲𝗹𝗮𝗺𝘂𝗻,𝗮𝗽𝗮 𝗺𝗮𝘀𝗶𝗵 𝗺𝗲𝗹𝗼𝗻𝗴𝗼..𝗮𝗸𝘂 𝘀𝗮𝗿𝗮𝗻𝗸𝗮𝗻 𝗷𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗯𝘂𝗮𝘁 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗱𝗲𝗸𝗮𝘁 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮 𝘀𝗲𝗱𝘂𝗻𝗶𝗮..𝗺𝗮𝘂 𝗻𝘆𝗮𝗸 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗯𝗶𝗮𝘀𝗮 𝗮𝗷𝗮 𝘁𝗮𝗽𝗶 𝗸𝗲𝗿𝗮𝘀,,𝗱𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗽𝗮𝘁𝗶 𝗴𝗮𝗱𝗶𝘀 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗯𝗶𝗮𝘀𝗮,,𝗯𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗠𝗜𝗔 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗔𝗨𝗟𝗜𝗔,,𝗽𝘂𝘁𝗿𝗶 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮..
agus purnomo
kopi lagi suhu
Aman Wijaya
lanjut terus Thor semangat semangat ditunggu lagi updatenya 💪💪💪 sehat selalu untukmu Thor sehingga bisa berkarya terus
Aman Wijaya
Arjuna rasa disidak seperti seorang terpidana lanjut terus Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz pooolll Thor 💪💪💪
Aman Wijaya
babat semuanya Juna jangan beri ampun bikin mereka semua tidak bisa bangun
Aman Wijaya
top top markotop lanjut terus Thor semangat semangat semangat
Aman Wijaya
lanjut terus Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz jooooz pooolll Thor lanjut terus
Rita Natalia
Dion siapa ya ?
Achmad
ayo Thor lanjut semangat jangan kendor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!