*
"Tidak ada asap jika tidak ada api."
Elena Putri Angelica, gadis biasa yang ingin sekali memberi keadilan bagi Bundanya. Cacian, hinaan, makian dari semua orang terhadap Sang Bunda akan ia lemparkan pada orang yang pantas mendapatkannya.
"Aku tidak seperti Bunda yang bermurah hati memaafkan dia. Aku bukan orang baik." Tegas Elena.
"Katakan, aku Villain!"
=-=-=-=-=
Jangan lupa LIKE, COMMENT, dan VOTE yaaa Gengss...
Love You~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amha Amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Villain Chapter 3
*
Rembulan telah hilang, sinar matahari mulai muncul dari arah timur. Terlihat Elena sudah bersiap dengan pakaian sederhananya untuk berangkat ke kampus. Dia menatap dirinya di cermin "Malam ini." Gumamnya mengingat jadwal hari ini.
Elena tersenyum, bukan senyuman manis namun senyuman yang seperti menertawakan takdirnya sendiri "Aku membencinya."
Tak ingin memikirkannya lagi, dia merangkul tasnya lalu melangkah keluar kamar untuk melaksanakan rutinitas sarapannya. Ditatap sekeliling dapur yang memang berdekatan dengan meja makan "Dimana Bunda? Apa dia marah karna semalam?" Pikirannya mendadak merasa bersalah, seharusnya dia tidak membahas itu dan ucapannya sungguh kelewatan.
"Bun--..." Belum sempat selesai memanggil, ia mendengar nyanyian seseorang yang sangat ia kenal dari arah belakangnya.
"Happy birthday to you, Happy birthday to you, Happy birthday... Happy birthday.. Happy Birthday to Elena." Bunda Nayla bernyanyi seraya tersenyum manis sambil membawakan kue yang tidak terlalu besar dan terdapat dua lilin menyala di atasnya dengan angka sembilan belas.
Elena menutup mulutnya tak percaya, dia menitikkan air mata terharu karena sangat terkejut mendapat kejutan kecil ulang tahunnya dari sang Ibunda tercinta. Bahkan ia sendiri tidak ingat jika hari ini berulang tahun, sungguh ia di sibukkan dengan pekerjaan dan juga tugas dari kampus.
Melihat putri semata wayangnya menangis, Nayla menggerakkan satu tangan untuk menghapus air matanya "Jangan menangis dong anak Bunda, masa hari ulang tahun malah menangis nanti jelek." Hiburnya sedikit mengejek.
Elena mengerucutkan bibirnya "Bun, ini air mata bahagia. El tidak menyangka Bunda mengingat ulang tahun El, padahal El sendiri melupakannya."
"Mana mungkin Bunda lupa hari yang spesial ini. Hari ini bertepatan dengan sebuah permata indah yang hadir dalam kehidupan Bunda." Balas Nayla dengan senyuman yang tak pernah pudar "Ayo tiup dan buatlah harapan."
Elena menangguk lalu memejamkan mata sejenak untuk meminta do'a "Aku ingin Bunda selalu sehat dan bahagia selamanya." Ucapnya penuh harapan lalu meniup lilin.
"Amin, dan bukan hanya Bunda tapi kamu juga harus terus sehat dan bahagia selalu." Sahut Nayla kemudian mencium kening anaknya lembut.
Elena tersenyum, ia merasa sangat beruntung memiliki seorang ibu sebaik Bunda Nayla. Ia berjanji akan selalu menjaganya, membuatnya bahagia dan tidak akan membiarkan seorangpun menyakitinya.
Setelah mencicipi kuenya, mereka duduk untuk bersiap sarapan bersama.
"Bun, nanti malam tidak perlu menunggu El pulang karna mungkin pulangnya telat." Ucap Elena
"Kenapa?"
"Cafe tempat El kerja sedang dapet job buat handle acara ulangtahun seseorang dan itu di hotel tengah kota." Jelas Elena berterus terang.
"Pulang cepat atau lambat yang terpenting jangan lupa buat kabarin Bunda." Pinta Nayla mendapat anggukan dari Elena "Hm tadi kamu bilang acara ulang tahun? Jadi hari ulang tahunnya sama sepertimu, hari ini."
"Yeah, El juga baru menyadarinya. Bisa kebetulan begitu ya." Timpal Elena seraya memikirkan sesuatu dan hanya dia yang tahu.
"Kalau boleh Bunda tau, ulang tahun siapa? Sepertinya acaranya sangat meriah."
Elena terdiam, rasanya dia enggan menjawab pertanyaan itu "Itu... Biasalah Bun, namanya juga orang kaya. Jadi pasti ultahnya di buat meriah."
Nayla mengangguk mengerti "Ayo habiskan makanannya."
"Iya Bun." Elena kembali menyantap makanannya sampai habis tak tersisa. Kemudian dia mengambil kotak makan lalu menyajikan beberapa potongan kue ultahnya tadi ke dalam kotak.
"Mau buat makan di kampus?" Tanya Nayla
"Oh tidak, ini buat Satya." Jawab Elena tersenyum, tak berselang lama terdengar suara seseorang dari arah pintu.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam. Nah itu orangnya udah datang." Elena memasukkan kotak makan itu kedalam paperbag lalu menghampiri Satya ke depan "Cepat sekali." Ucapnya setelah berhadapan dengan Satya.
"Nanti telat sedikit di bilangnya kelamaan, sekarang lebih cepat juga mau di komplain." Gerutu Satya.
Elena terkekeh "Bukan komplain, terkejut saja." Ucapnya membuat Satya tersenyum "Ohya, untukmu." Elena menyodorkan paperbag berisi kue tadi ke Satya.
"Wahh apa ini?" satya melihat kedala paperbag "Bekal? Terimakasih yah." Dia tersenyum manis dan di balas senyuman juga dari Elena.
"Nak Satya. Berangkat bareng El?" Nayla menghampiri mereka.
"Eh iya tante." Satya menyalami Nayla sopan "Lagian aku tidak bisa membiarkan El berangkat sendiri, nanti dia di gondol om-om pedo di jalan." Asbunnya seketika mendapat serangan mendadak dari Elena.
"Kamu menyumpahiku?" Ucap Elena menatap galak setelah menimpuk pundak Satya, tapi yang di timpuk bukannya kesakitan malah justru terkekeh.
Nayla juga ikut terkekeh melihat tingkah mereka "Mau berangkat sekarang atau mau ribut? Nanti kalian telat."
"Masih terlalu pagi juga Bun, tidak mungkin telat. Tapi ya udahlah kita berangkat sekarang aja." Elena menyalami Bundanya, begitupun dengan Satya yang kembali menyalaminya untuk berpamitan. "Assalamu'alaikum." Ucap Elena dan Satya bersamaan
"Wa'alaikumsalam." Balas Nayla tersenyum.
Seperti biasa, di perjalanan Elena akan memeluk Satya dari belakang dengan tujuan untuk berpegangan. Sedangkan yang di peluk merasa jantungnya ingin loncat detik itu juga.
'Ayolah Satya, tenangkan dirimu.' Batin Satya
Tak butuh waktu lama, mereka telah sampai di kampus dan Satya sudah memarkirkan motornya "Terimakasih ya, maaf selalu merepotkan." Ucap Elena mengembalikan helm ke Satya.
"Aku senang direpotkan kamu." Balas Satya setelah meletakkan helmnya ke atas motor.
"Iyain saja." Jengah Elena berniat untuk pergi namun belum sempat melangkah, Satya mencekal tangannya membuat dia urung untuk pergi "Ada apa?" Tanyanya bingung.
"Ikut aku sebentar." Ucap Satya seraya menarik Elena pergi dari sana. Elena yang di tarik hanya pasrah saja, meski ia tidak tahu akan di bawa kemana.
"Taman?" Bingung Elena setelah Satya tak lagi menariknya dan mereka berhenti di taman kampus. "Kenapa kesini?"
"Tutup mata kamu." Pintanya
"Kamu mau macem macem ya sama aku? Aku bisa teriak loh." Tuduh Elena dengan tatapan mengintimidasi.
"Astaga El, apa muka aku ini muka kriminal? Suudzon mulu kerjaannya." Kesal Satya tak menyangka akan di tuduh yang tidak tidak.
"Sedikit sih." Balas Elena dengan tampang tanda dosanya membuat Satya mendengus kesal "Oke, aku tutup mata." Ujarnya finish kemudian mulai menutup mata.
Satya tersenyum lalu mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya "Sekarang bukalah."
Elena menurut, dia perlahan membuka matanya dan betapa terkejutnya dia saat di depannya ini tergantung sebuah kalung indah berbandul bulan sabit dengan.
"Happy Birthday Elena Putri Angelica." Ucap Satya menampilkan senyuman termanisnya yang hanya ia tujukan hanya pada keluarga serta Elena saja.
"Kamu mengingatnya?" Elena menutup mulutnya tak menyangka juga sangat terharu.
"Apa aku pernah melupakannya." Ujar Satya, karena memang selama mengenal Elena, dia selalu ingat ulangtahun gadis itu. Terkadang dia memberi hadiah berupa boneka, kadang juga hanya cokelat kesukaan Elena.
Namun beberapa hari yang lalu saat mereka berdua pergi untuk membeli keperluan kampus, Satya memperhatikan Elena yang sepertinya menginginkan kalung yang terpajang namun di urungkan karena Elena tidak ingin menghamburkan uang untuk sekedar memenuhi keinginannya semata. Itu sebabnya dia berinisiatif membelikan Elena kalung itu sebagai hadiah ulang tahun.
"Pasti mahal kan?" Tanya Elena merasa tak enak hati jika menerima hadiah yang mahal.
"Tidak terlalu mahal." Jawab Satya apa adanya "Mau ku pakaikan?"
Elena mengangguk sambil tersenyum, dia menarik rambutnya panjangnya ke depan agar Satya mudah memasangkan kalung ke lehernya. Satya pun berdiri di belakangnya lalu memasangkan kalung, sedangkan Elena memegangi bandul kalung di lehernya tanpa menghilangkan senyumannya. "Terimakasih." Ucapnya setelah Satya memasangkan kalungnya.
"Sama-sama. Kamu suka?"
"Sangat suka." Elena mengangguk antusias. "Terimakasih Satya." Efek terlalu senang, tanpa sadar Elena memeluk Satya dengan erat.
Yang di peluk bukannya langsung membalas, tapi malah mematung tak percaya, ia masih mencoba mencerna apakah ini mimpi atau tidak?! Jika iya mimpi, dia meminta agar tidak di bangunkannya. Tapi ini bukan mimpi, ini nyata. Satya pun hendak membalas pelukannya.
"Ah maaf." Elena melepaskan pelukan sebelum Satya membalasnya. "Aku hanya refleks saja tadi."
"Tidak apa-apa." Balasnya, lalu kembali berkata "Mau peluk lagi juga ayo." Dia merentangkan kedua tangannya.
"Itu mah maunya kamu, dasar modus." Timpal Elena sangat mengerti Satya yang selalu menggodanya. Ia berpikir Satya hanya menggoda karena mereka sahabat, tanpa ia tahu jika Satya menganggap dirinya lebih dari seorang sahabat.
"Memang ini mau ku, ayo." Satya memeluk Elena. Namun dengan cepat Elena membungkuk membuat Satya hanya memeluk angin saja.
"Dasar Satya mesum, kayak om-om pedo. Wleee..." Elena sudah menjauh, dia mengejek Satya sambil menjulurkan lidahnya.
"Awas kamu yaaa." Satya berlari mengejarnya. Elena yang di kejar hanya tertawa sambil berlari menghindari Satya.
.
~Bersambung~
*-*-*-*-*-*-*-*-*
Jangan lupa LIKE, COMMENT, VOTE YAA Gengsss...
Love you~