Elena hanya ingin menguji. Setelah terbuai kata-kata manis dari seorang duda bernama Rd. Arya Arsya yang memiliki nama asli Panji Asmara. Elena melancarkan ujian kesetiaan kecil, yaitu mengirim foto pribadinya yang tak jujur.
Namun, pengakuan tulusnya disambut dengan tindakan memblokir akun whattsaap, juga akun facebook Elena. Meskipun tindakan memblokir itu bagi Elena sia-sia karena ia tetap tahu setiap postingan dan komentar Panji di media sosial.
Bagi Panji Asmara, ketidakjujuran adalah alarm bahaya yang menyakitkan, karena dipicu oleh trauma masa lalunya yang ditinggalkan oleh istri yang menuduhnya berselingkuh dengan ibu mertua. Ia memilih Ratu Widaningsih Asmara, seorang janda anggun yang taktis dan dewasa, juga seorang dosen sebagai pelabuhan baru.
Mengetahui semua itu, luka Elena berubah menjadi bara dendam yang berkobar. Tapi apakah dendam akan terasa lebih manis dari cinta? Dan bisakah seorang janda meninggalkan jejak pembalasan di jantung duda yang traumatis?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elena A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harus Percaya Pada Siapa?
Ballroom itu gemerlap, tetapi bagi Elena, cahayanya terasa seperti lampu sorot yang menginterogasi. Ia ditinggalkan sendirian. Sentuhan intim Panji di punggungnya beberapa detik lalu kini terasa seperti ingatan palsu. Semua mata, terutama mata para sosialita yang mengenali Ratu Widaningsih, kini tertuju padanya.
Mereka berbisik. Mereka menghakimi. Setelah insiden di pintu masuk, di mana Ratu melontarkan julukan, "Nona Janda Pembawa Sia,l" yang didengar banyak orang, Elena tahu ia harus bertindak cepat.
Ia menarik napas, menegakkan tubuh, dan dengan senyum anggun, berjalan menuju bar. Ia memesan sparkling water, dan menolak anggur.
“Aku adalah umpan, dan umpan harus tetap sadar,”, pikirnya.
Sambil pura-pura sibuk mengamati kerumunan, Elena secara diam-diam memindai ruangan. Ia harus terlihat santai dan berkuasa, seolah ditinggalkan oleh Panji hanyalah sebentar, bukan pengkhianatan dalam persepsi mereka. Ia tahu Panji sedang berkonfrontasi dengan Ratu, dan itu adalah kesempatan emasnya untuk mengamati.
Sementara itu, di sebuah ruang VVIP yang tersembunyi di balik tirai beludru merah, Panji berdiri berhadapan dengan Ratu Widaningsih Asmara. Udara di ruangan itu dingin dan berbau parfum mahal.
"Kamu keterlaluan, Ratu. Menyebut Elena sebagai pembawa sial di depan umum? Itu bukan hanya merusak reputasinya, itu merusak reputasi proyek ini!" sembur Panji, amarahnya tertahan.
Ratu tertawa pelan, tawa yang sinis dan meremehkan. "Kenapa, Akang? Bukankah itu kenyataan? Dia adalah wanita yang diblokir karena gak jujur. Dan aku tahu lebih dari itu. Kenapa Akang melindunginya? Karena gaun emerald green-nya?"
"Aku melindunginya karena dia jujur tentang niatnya, Nyi! Gak kayak kamu, yang menyusupkan adikmu ke proyekku dengan alasan dukungan pribadi!" balas Panji, mengeluarkan amplop laporan Elena dari saku jasnya dan melemparkannya ke meja.
Ratu melirik laporan itu sekilas, lalu tertawa lagi. "Oh, jadi Konsultan barumu yang membongkar semua itu? Aku akui, dia itu cerdik. Tapi itu hanya remah-remah, Akang. Akang tahu betul, keuntungan dari Asmara Consulting tidak sebanding dengan yang kudapatkan darimu."
"Lalu apa maumu, Nyi? Kenapa kamu menggunakan kata sandi mantan istriku?" Panji menuntut, suaranya kini melunak karena ketakutan yang dingin.
Ratu tersenyum licik. "Masih ingat istrimu yang malang, Renata itu? Yang menuduhmu berselingkuh dengan ibu mertuamu?"
"Jangan sebut namanya, Nyi!" Panji bergetar. Trauma itu begitu nyata, dan Ratu tahu cara menekannya.
"Aku tahu, Akang. Aku tahu betapa sensitifnya Akang terhadap pengkhianatan. Itu sebabnya aku menggunakan kebohongan kecil Elena sebagai kartu AS untuk menyingkirkannya. Aku hanya ingin melindungimu dari wanita-wanita yang gak jujur," kata Ratu, perlahan mendekati Panji.
"Dan kata sandi itu, Akang? Aku menemukannya di laptop lama Akang. Itu kata sandi email pribadi Renata. Dan aku membaca sesuatu yang sangat menarik di sana. Sesuatu yang akan mengubah seluruh pandangan Akang tentang masa lalu, tentang Renata, dan tentang dirimu sendiri."
Panji menatap Ratu, matanya dipenuhi ketakutan dan harapan yang kontradiktif. "Apa itu? Katakan, Nyi!"
Ratu menyentuh dasi Panji, tatapannya memohon. "Aku hanya akan memberitahu Akang jika Akang bersedia berjanji. Batalkan semua perjanjianmu dengan Elena itu. Usir dia dari proyek, dan jadikan aku penasihat pribadimu, Akang Arya. Hanya aku yang tahu cara memulihkan reputasimu setelah ini."
"Aku tidak bisa memercayaimu, Nyi!" seru Panji.
"Lalu, Akang memercayai Elena? Wanita yang baru saja mengakui bahwa dia menyusup di hidupmu untuk balas dendam? Pikirkan, Akang. Mana yang lebih berbahaya? Kebohongan kecilku yang menguntungkanmu, atau dendam besarnya yang bertujuan menghancurkanmu?"
Panji terdiam. Kata-kata Ratu menusuk ke titik lemahnya. Antara conflict of interest Ratu yang menguntungkan, atau dendam Elena yang berbahaya. Ia merasa seperti ditarik ke dalam pusaran arus kebohongan.
Kembali ke Ballroom, Elena melihat ke pintu ruang VVIP. Ia tahu pertentangan Panji dan Ratu sedang terjadi. Tiba-tiba, seorang pria paruh baya yang berminyak, salah satu orang yang juga bekerja di Asmara Cafe yang ia kenali, berjalan mendekatinya.
"Nona Elena," sapanya sinis, "Saya dengar Nona adalah penyelamat baru Tuan Arya. Saya harap reputasi gosip lebih bersih dari gosip yang beredar."
"Terima kasih atas perhatiannya, Pak. Reputasi saya telah dibersihkan oleh pengadilan. Seharusnya Bapak lebih khawatir dengan integritas dana cafe, daripada gosip murahan," balas Elena tajam, mempertahankan senyumnya.
Pria itu terkejut dengan keberanian Elena. "Nona berani sekali. Saya penasaran, apakah Tuan Arya tahu siapa Ibu mertua Renata?"
Elena mengernyitkan dahi. Kenapa dia menyebut ibu mertua Renata? Bukankah Renata menuduh Panji berselingkuh dengan ibu mertuanya?
"Maksud Bapak ibu dari mantan istrinya, Tuan Panji?" tanya Elena, bingung.
Pria itu tertawa kecil. "Ah, Konsultan Digital Attack yang kurang cerdas. Seharusnya Nona tahu, Renata itu diadopsi. Ibu mertua Tuan Panji, ibu angkat Renata adalah seorang pengusaha tua yang sangat kaya raya, yang kebetulan adalah saingan utama bisnis Tuan Arya."
Pria itu berbisik, mendekatkan wajahnya ke Elena. "Gosip di kota Sumedang bukan hanya perselingkuhan. Renata menuduh Tuan Panji berkhianat, membocorkan rahasia bisnis Renata kepada ibu angkatnya. Tapi itu semua tidak pernah terbukti. Dan Ratu Widaningsih, dia adalah putri dari ibu angkat Renata."
Wajah Elena pucat. Informasi ini mengubah segalanya. Ratu Widaningsih Asmara bukan hanya teman mesra Panji. Dia adalah putri dari wanita yang dituduh menghancurkan pernikahan dan bisnis Panji di masa lalu.
Ratu Widaningsih telah menyusup ke hidup Panji dengan kedok persahabatan, bukan hanya untuk uang, tetapi untuk melanjutkan perang bisnis keluarga. Panji selama ini telah mendekap musuh besarnya sendiri.
Elena merasakan adrenalinnya membuncah. Panji kini sedang sendirian dengan wanita yang bukan hanya menipu, tetapi juga memiliki motif dendam keluarga yang jauh lebih dalam.
Tiba-tiba, Panji dan Ratu Widaningsih keluar dari ruang VVIP. Panji terlihat pucat dan bingung. Ratu tersenyum penuh kemenangan.
Ratu berjalan menuju ke arah Elena, dan berhenti di depannya. "Sayang sekali, Elena. Akang Panji sudah membuat pilihannya. Aku sudah gak sabar melihat bagaimana Asmara Consulting akan mengambil alih aliansi bisnis ini."
Panji berjalan mendekat, tatapannya menyiratkan keputusasaan dan kekalahan. Ia menatap Elena, sorot matanya yang bingung membuat Elena sakit hati.
"Maafkan saya, Bu Elena. Saya... saya harus membatalkan semua kesepakatan kita. Ratu Widaningsih telah meyakinkan saya. Dia akan menjaga integritas proyek ini," kata Panji, suaranya datar, tanpa emosi.
Elena menatap Panji, merasakan sakit yang menusuk. Bukan hanya karena dikhianati, tetapi karena melihat betapa rapuhnya Panji terhadap trauma masa lalunya.
"Baiklah, Tuan Panji. Saya mengerti," kata Elena, suaranya serak. Ia mengangkat tangan kanannya, melepaskan kalung berlian imitasi yang ia kenakan sebagai pelengkap gaun umpan.
"Tapi sebelum saya pergi, ada satu hal lagi yang harus Tuan tahu. Jika Ratu Widaningsih adalah putri dari wanita yang sudah dituduh berselingkuh dengan Tuan di masa lalu..."
Elena melangkah sangat dekat dengan Panji, mencengkeram jasnya. Ia berbisik pelan, suaranya nyaris hilang ditelan musik dansa yang keras.
"Maka Tuan sedang berada di dalam jebakan yang jauh lebih dalam. Ratu tidak hanya tahu kata sandi mantan istri Tuan. Dia menyimpan bukti bahwa Renata, mantan istri Tuan, sama sekali tidak pernah dekat dengan pria mana pun setelah bercerai dengan Tuan. Renata itu sebenarnya mata-mata untuk Ratu, yang berencana menghancurkan Tuan dari dalam. Dan bukti itu akan dia gunakan untuk menghancurkan Tuan sepenuhnya, setelah Tuan memercayainya."
Elena melepaskan tangannya, berbalik, dan berjalan cepat menuju pintu keluar. Ia meninggalkan Panji yang terpaku, matanya terbelalak karena kebenaran yang baru saja ia dengar, berdiri sendirian di tengah ballroom yang gemerlap, diapit oleh Ratu Widaningsih yang kini tersenyum penuh kemenangan. Panji tidak tahu harus memercayai siapa. Apakah ia akan memercayai wanita yang membencinya tapi jujur, atau wanita yang dicintainya tapi pengkhianat?