NovelToon NovelToon
Paket Cinta

Paket Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Keluarga / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Chicklit / Enemy to Lovers
Popularitas:793
Nilai: 5
Nama Author: Imamah Nur

Kabur dari perjodohan toksik, Nokiami terdampar di apartemen dengan kaki terkilir. Satu-satunya harapannya adalah kurir makanan, Reygan yang ternyata lebih menyebalkan dari tunangannya.

   Sebuah ulasan bintang satu memicu perang di ambang pintu, tapi saat masa lalu Nokiami mulai mengejarnya, kurir yang ia benci menjadi satu-satunya orang yang bisa ia percaya.

   Mampukah mereka mengantar hati satu sama lain melewati badai, ataukah hubungan mereka akan batal di tengah jalan?

Yuk simak kisahnya dalam novel berjudul "Paket Cinta" ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imamah Nur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21. Kencan

"Koma?” Nokiami membelalak kemudian membekap mulut dengan kedua tangannya.

Reygan masih berdiri di ambang pintu, jaket hijaunya yang basah kuyup oleh hujan entah kapan kini tampak seperti baju zirah seorang ksatria sinis. Ia memandangnya, bukan dengan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan tatapan datar seorang ahli patologi yang sedang memeriksa spesimen yang tidak menarik.

Nokiami melirik ke bawah, ke kaus abu-abu longgar dan celana olahraga yang telah menjadi kulit keduanya selama berhari-hari. Pakaian itu adalah bentengnya, kepompong amannya dari dunia luar. Pakaian itu adalah simbol dari kebebasan untuk tidak peduli, tetapi sekarang, pria ini, dengan satu kalimat tajamnya, telah merobek benteng itu dan menyebutnya peti mati.

“Jadi, selain jadi kurir pengantar makanan dan pacar palsu, sekarang kau juga merangkap jadi polisi mode?” balas Nokiami, nadanya setajam silet.

“Aku hanya mengatakan apa yang kulihat,” sahut Reygan, sama sekali tidak terpengaruh. Ia melirik jam tangannya. “Pukul sepuluh besok. Di lobi. Jangan terlambat. Dan demi Tuhan, carilah sesuatu yang setidaknya punya warna.”

Reygan menutup pintu, meninggalkan Nokia sendirian dengan gema penghinaan yang masih terngiang di telinga. Kemarahan yang panas menjalari pembuluh darahnya. Siapa pria itu, berani-beraninya mengomentari pakaiannya? Setelah semua yang terjadi, setelah ciuman yang membingungkan itu, setelah ia menyeret pria itu ke dalam pusaran masalahnya, Reygan masih menemukan cara untuk menusuknya di titik terlemah.

Namun, di bawah lapisan amarah itu, ada sesuatu yang lain. Sebuah tantangan.

Kalau kau mau terlihat seolah kau bahagia .…

Kalimat itu terus terngiang. Mungkin Reygan benar. Bukan soal bajunya, tetapi soal apa yang diwakilinya. Pakaian itu adalah seragam kekalahan.

Malam itu, Nokiami tidak bisa tidur. Ia membuka lemari pakaian yang isinya hanya beberapa potong baju yang berhasil ia selamatkan saat kabur. Tidak ada yang istimewa. Hanya jins, beberapa blus, dan sebuah gaun musim panas sederhana yang sudah lama tidak ia sentuh. Ia menatap pantulan dirinya di cermin lemari yang gelap. Wajahnya pucat, rambutnya kusam. Ia memang terlihat seperti orang yang baru bangun dari koma.

🌟🌟🌟

Pukul sepuluh kurang lima menit, Nokia sudah berdiri di dekat lift, jantungnya berdebar sedikit lebih cepat dari biasanya. Ia mengenakan jins biru tua dan sebuah blus berwarna kuning pucat, warna yang terasa seperti pemberontakan kecil. Rambutnya ia ikat ekor kuda, dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia memulaskan sedikit pelembap bibir berwarna. Ia tidak melakukannya untuk Reygan. Ia melakukannya untuk dirinya sendiri. Untuk membuktikan bahwa ia belum mati.

Pintu lift terbuka, dan Reygan sudah berdiri di dalamnya. Ia mengenakan kaus hitam polos dan celana kargo, seragam non-kerjanya yang sepertinya sama terbatasnya dengan pilihan pakaian Nokiami. Matanya menyapu penampilan Nokiami dari atas ke bawah, tanpa ekspresi.

“Kuning,” komentarnya singkat saat Nokiami masuk. “Setidaknya bukan abu-abu.”

“Terima kasih atas pujiannya yang meluap-luap,” sahut Nokiami ketus.

Mereka berjalan ke kafe lobi dalam keheningan yang canggung. Kafe itu cukup ramai, diisi oleh para penghuni yang sedang sarapan atau bekerja dengan laptop mereka. Reygan memilih meja di sudut yang agak terbuka, memastikan mereka bisa terlihat oleh siapa pun yang lewat.

“Oke, apa rencananya, Jenderal?” sindir Nokiami sambil duduk. “Kita akan membahas strategi perang sambil minum kopi?”

“Rencananya adalah kau diam dan terlihat normal,” balas Reygan, mengambil menu. “Pesan apa pun yang kau mau. Aku yang bayar.”

Nokiami mengangkat alis. “Wow. Tuan Kurir yang perhitungan mau mentraktirku? Apa ini bagian dari paket ‘pacar palsu premium’?”

“Anggap saja kompensasi karena sudah menghina pakaianmu,” gumam Reygan tanpa menatapnya. “Lagipula, ini demi alibi. Pasangan normal saling mentraktir. Sekarang pesan!”

Seorang pelayan datang, dan Nokiami memesan caramel macchiato dengan ekstra krim kocok, sebuah pilihan yang ia tahu akan membuat Reygan jengkel. Reygan, tentu saja, hanya memesan americano hitam, tanpa gula.

“Caramel macchiato?” ulang Reygan setelah pelayan pergi, nadanya penuh cemoohan. “Kau serius? Kenapa tidak sekalian pesan segelas diabetes?”

“Memangnya kenapa? Aku suka yang manis,” tantang Nokiami. “Tidak semua orang punya selera seperti lubang hitam, yang hanya menyukai kopi pahit dan gelap.”

“Ini bukan soal selera, ini soal efisiensi,” bantah Reygan, mencondongkan tubuhnya ke depan. “Americano memberimu kafein murni. Cepat, efektif, langsung ke tujuan. Minumanmu itu … itu adalah kopi yang sedang mengalami krisis identitas. Dia tidak tahu mau jadi hidangan penutup atau minuman sarapan.”

Nokiami tertawa kecil. “Mungkin aku suka hal-hal yang kompleks dan penuh drama. Sama sepertimu, kan?”

Seringai tipis muncul di bibir Reygan. “Aku tidak kompleks. Aku sederhana. Aku suka aturan, aku suka efisiensi, dan aku benci pesanan yang ribet.”

“Dan aku suka melanggar aturan, menikmati proses, dan memesan apa pun yang kumau tanpa perlu persetujuan dari kurir makananku,” balas Nokiami sembari menatap lurus ke mata pria itu.

Debat konyol itu terasa aneh tapi normal. Nyaman. Di tengah semua kepura-puraan, pertengkaran kecil tentang kopi ini terasa paling jujur. Mereka terdiam saat pesanan mereka tiba. Nokiami menyesap minumannya dengan nikmat, sengaja mengeluarkan suara puas yang berlebihan. Reygan hanya memutar bola matanya dan menyesap kopi hitamnya.

“Jadi,” kata Nokiami, menyeka buih krim dari bibirnya. “Setelah ini apa? Kita akan berjalan-jalan di taman sambil bergandengan tangan?”

“Jangan berlebihan,” kata Reygan. “Setelah ini, kita ke apotek. Perbanmu hampir habis, kan? Dan kakimu itu butuh salep baru. Itu alasan yang paling masuk akal untuk keluar bersama.”

Tentu saja. Selalu ada alasan logis dan praktis di balik setiap tindakan reygan. Nokiami merasa sedikit kecewa, entah kenapa.

Saat mereka sedang berbincang, mata Reygan tiba-tiba menajam. Tatapannya terfokus pada sesuatu di seberang lobi, di dekat pintu masuk utama. Nokiami mengikuti arah pandangnya dan melihat seorang pria berjas rapi yang tampak tidak pada tempatnya. Pria itu tidak sedang berbicara di telepon atau menunggu seseorang. Ia hanya berdiri di sana, matanya menyapu sekeliling lobi dengan saksama, seolah sedang mencari sesuatu atau seseorang.

“Jangan menoleh sekarang,” desis Reygan pelan, matanya masih terpaku pada pria itu.

Bersambung ...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!