*
"Tidak ada asap jika tidak ada api."
Elena Putri Angelica, gadis biasa yang ingin sekali memberi keadilan bagi Bundanya. Cacian, hinaan, makian dari semua orang terhadap Sang Bunda akan ia lemparkan pada orang yang pantas mendapatkannya.
"Aku tidak seperti Bunda yang bermurah hati memaafkan dia. Aku bukan orang baik." Tegas Elena.
"Katakan, aku Villain!"
=-=-=-=-=
Jangan lupa LIKE, COMMENT, dan VOTE yaaa Gengss...
Love You~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amha Amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Villain Chapter 15
*
Sinar matahari mulai bermunculan menyinari bumi. Semua orang memulai aktifitasnya, jalanan semakin ramai karena banyak yang berlalu lalang. Gadis berambut panjang yang ia biarkan tergerai, sedang di sibukkan untuk menghabiskan makanannya.
"El, kamu yakin akan berangkat ke kampus?" Tanya Nayla, ia merasa cemas melihat putrinya yang masih terluka dan bahkan untuk berjalan saja masih di bantu tongkatnya.
"Iya, aku tidak ingin tertinggal materi, nanti malah aku harus mengulang semester." Jawab Elena lalu meminum air yang sudah disiapkan.
"Kamu berangkat sama Satya?" Tanya Nayla.
"Tidak. Aku naik ojek saja. Lagipula aku tidak memberitahu Satya jika akan berangkat." Tutur Elena dengan jujur. Ia enggan memberitahu Satya karena tak ingin terus merepotkan.
"Jika kembali sakit segera pulang dan jangan di paksa. Kakimu bisa saja makin parah." Nayla memperingatinya, ia tahu betapa keras kepala putrinya itu.
"Siap Bunda." Seru Elena memberi hormat layaknya seorang prajurit menbuat Nayla terkekeh. Ia segera meraih tasnya lalu menyalami Bundanya "El berangkat dulu, Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam, hati hati di jalan." Balasnya dan mendapat anggukan dari Elena.
Elena segera keluar dari rumahnya dan tak lupa juga ia memesan ojek via online agar mengantarnya ke kampus.
Di perjalanan, Elena begitu menikmati angin yang menerpa wajahnya. Ia merasa sangat teduh, hatinya tenang mendengarkan angin sepoi, bahkan beberapa detik ia memejamkan mata untuk menenangkan pikirannya.
Entah apa yang terjadi, tukang ojek itu menghentikan motornya di pinggir jalan dan membuat Elena mengerutkan kening bingung "Kenapa pak?"
"Aduhh mba maaf, motornya mogok." Ujar tukang ojek itu merasa bersalah pada pelanggan pertamanya di pagi hari ini.
"Apa? Bagaimana bisa mogok?" Bingung Elena, ia segera turun dari motor itu dan menatap sekeliling yang jalanannya sepi.
"Niatnya tadi saya mau ke bengkel, tapi dapat orderan pertama jadi saya rasa bisa mengantar Mba-nya lebih dulu. Tapi saya salah, Mba belum sampai malah motor saya mogok. Maaf Mba." Tutur tukang ojek itu.
"Terus saya bagaimana ke kampusnya?" Bingung Elena.
"Yaa terpaksa mba harus pesan ojek yang lain, sekali lagi maaf ketidaknyamanannya." Ucap tukang ojek itu merasa tak enak hati.
Elena menghela nafasnya kasar, masih pagi tapi sudah di buat moodnya berantakan. Ia mengeluarkan uang dari dompetnya "Ini pak." Lalu menyodorkan uang ke ojol itu.
"Eh Mba tidak usah, lagian saya belum mengantar Mbanya sampai kampus." Tolak Ojol itu dengan cepat.
"Ini sudah setengah jalan, jadi saya harus tetap bayar." Paksa Elena sebelum ojol itu kembali menolak "Ambillah buat benerin motor bapak."
Ojol itu merasa tak enak tapi Elena terus memaksa "Baiklah, terimakasih."
Kemudian ojol itu mendorong motornya untuk menuju bengkel terdekat, sedangkan Elena masih berdiri disana mencoba mencari driver ojol lain lewat aplikasi.
Semakin lama Elena di buat frustasi sendiri saat beberapa menit berlangsung namun belum ada ojol yang menerima panggilannya. "Jika begini, aku bisa tertinggal materi Pak Burhan."
Matanya menatap sekeliling yang sepi, ia menghembuskan nafas kasar dan akhirnya memilih untuk berjalan kaki meski ia tahu kampusnya masih cukup jauh. Namun tetap ia tidak menyerah untuk memesan ojek online karena dia menyadari kondisinya yang tidak memungkinkan untuk berjalan sejauh itu.
Langkahnya semakin jauh, sinar matahari juga semakin terasa panas. Elena tak sengaja menatap ke seberang yang ternyata ada pangkalan ojek biasa (Bukan Driver ojek online). Nafasnya berhembus merasakan lega, ia segera menyebrang jalan menuju ojek beberapa tukang ojek disana.
Mungkin terlalu bahagia, ia yang sedang menyebrang tak menyadari ada pengendara motor yang hendak melintas dan membuatnya hampir tertabrak.
Brak!
"Hah?!" Matanya membelalak terkejut, saat melihat pengendara motor itu dengan cepat membelokkan arah agar tidak menabraknya, tapi justru membuat si pengendara menabrak sebuah pohon besar hingga membuatnya terjatuh dengan satu kaki tertimpa motornya sendiri.
"Ada kecelakaan." Seru beberapa tukang ojek yang tak jauh dari sana, mereka segera berlari untuk menolong pengendara motor itu begitupun dengan Elena yang mengusahakan langkahnya cepat.
Beberapa orang disana membantu mengangkat motor yang menimpa pengendara lalu memasang standar agar motornya tak jatuh "Terimakasih." Ucap pengendara itu pada para penolongnya.
"Apa anda baik-baik saja? Mau ke rumah sakit?" Tawar salah satu penolong.
"Ah tidak, saya baik-baik saja. Hanya lecet sedikit." Tolaknya dengan sopan.
"Mba, kalau mau nyebrang hati-hati dong. Kasihan Masnya jadi korban." Ucap pria paruh baya memperingati Elena, ia sempat melihat kronologi kejadian itu.
"Iya, saya salah. Saya minta maaf." Ucap Elena, ia tak menyangkal jika disini memang dirinya yang salah.
"Yasudah, kita tinggal dulu. Lain kali hati-hati." Ucap para penolongnya, mereka segera kembali ke pangkalan ojek meninggalkan Elena bersama pengendara itu.
"Maaf, ini salahku. Aku tidak melihat motormu melintas." Ucap Elena menatap si pengendara yang masih memakai helm full facenya.
Pengendara itu menatap Elena intens "Ternyata kamu." Ucapnya membuat Elena tak mengerti, apa pengendara itu mengenalinya?! Tapi ia tidak kenal.
Tak butuh waktu lama, pengendara itu melepas helm yang menutup kepalanya. Sontak mata Elena menatapnya intens, ia seperti pernah melihat pemuda ini hingga akhirnya ingatan dia muncul. "Kau--... Cowok di cafe yang kemarin?"
"Yeah... Sayangnya kita bertemu lagi." Ujar cowok itu yang terkejut tak menyangka akan kembali bertemu dengan cewek yang tak sengaja terjatuh karenanya.
Elena memutar bola matanya malas, apakah dunia sesempit itu sampai ia bertemu cowok asing untuk kedua kalinya. Matanya spontan teralih ketika menyadari telapak tangan kiri cowok itu terluka, mungkin tergores sesuatu saat terjatuh tadi.
Ia membuka tasnya lalu mengambil sapu tangan warna hitam miliknya lalu menyodorkannya pada cowok itu. Bukannya langsung menerima, cowok itu justru menatapnya bingung tak mengerti.
"Maaf." Elena meraih tangan kiri cowok itu lalu melilitkan sapu tangannya di telapak tangan yang terluka. Semua pergerakan Elena tak luput dari pandangan cowok itu, dia menatapnya intens meski tak mendapat balasan tatapannya. "Aku tidak bawa obat merah, setidaknya lukamu tak makin parah sampai di obati." Ucapnya sambil mengikat ujung sapu tangan yang melilit.
Setelah selesai, cowok itu melihat tangan kirinya yang terdapat sapu tangan milik gadis di depannya "Terimakasih." Ucapnya sedikit tersenyum.
Elena mengangguk, ia teringat dengan kampusnya "Aku harus pergi." Pamitnya kemudian berbalik ingin pergi.
Baru satu langkah, tangan Elena sudah di cekal seseorang "Tunggu." Cowok itu menahannya membuat Elena berhenti menatapnya tangannya yang di pegang tanpa persetujuannya "Ah maaf." Dia segera melepas genggamannya sebelum gadis itu berpikir yang tidak tidak.
"Kau mau kemana?" Tanya cowok itu dengan sopan, namun bukannya mendapat jawaban justru tatapan kecurigaan yang ia dapat.
"Apa kau ingin aku bertanggung jawab atas kecelakaanmu? Baiklah, bawakan motormu ke bengkel nanti biayanya aku yang tanggung." Ucap Elena, bagaimanapun juga dia tidak boleh lari dari tanggung jawab.
Cowok itu melirik motor sport merah miliknya "Ku rasa ini hanya lecet, kau tidak perlu membayar biayanya. Ini tidak parah." Ujar cowok itu berkata apa adanya.
"Lalu kenapa kau menahanku?" Tanya Elena tak habis pikir.
"Aku ingin menawarkanmu tumpangan."
"Apa?"
"Ya tumpangan. Kau pasti ingin naik ojek disana kan?" Ucap cowok itu, ia menyadari jika tadi melihatnya ingin menyebrang dan bisa di lihat juga seberang sana aja beberapa tukang ojek. Jadi bisa di pastikan gadis di depannya akan menuju ke tukang ojek itu untuk pergi ke suatu tempat.
"Tidak. Terimakasih." Tolaknya mentah-mentah lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju tukang ojek disana.
Cowok itu hanya bisa terdiam menatap kepergian gadis itu yang menaiki ojek. Matanya kembali menatap sapu tangan yang melilit tangan kirinya. Ingatannya juga berputar pada kejadian di cafe yang dirinya tak sengaja menabraknya hingga terjatuh dan memarahinya.
Awal bertemu gadis itu sangat pemarah, pertemuan kedua justru mendapat perlakuan manis. Sontak saja kedua sudut bibir menarik berlawanan menampilkan pesonanya.
.
~Bersambung~
*-*-*-*-*-*-*-*-*
Jangan lupa LIKE, COMMENT, dan VOTE Yaaa Gengsss....
Love You~