Kau Hancurkan Hatiku, Jangan Salahkan aku kalau aku menghancurkan Keluargamu lewat ayahmu....
Itulah janji yang diucapkan seorang gadis cantik bernama Joana Alexandra saat dirinya diselingkuhi oleh kekasihnya dan adik tirinya sendiri.
Penasaran ceritanya???? Yuk kepo-in.....
Happy reading....😍😍😍😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cahyaning fitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 : Perasaan Rumit
Di dalam apartemen, pasangan kekasih sedang bergumul di atas ranjang, tanpa suara, tanpa kata, hanya nafas dan detak jantung yang memburu, mereka terjerumus dalam kehangatan cumbuan yang menghangatkan, saling memagut dan mengulum dalam bisikan asmara yang memabukkan.
Keduanya sudah sama-sama dalam keadaan telanjang bulat, tanpa selembar kain menutupi tubuh. Kevin, dengan nafsu yang tak terbendung, segera memadu kasih dengan kekasihnya. Di dalam kobaran hasrat yang menggelegak, mereka menyatukan jiwa dan raga dalam ikatan asmara yang tak terlupakan.
Aturan dan norma seakan lenyap, tersapu oleh gelombang nafsu yang tak terkendali. Segala logika terkubur dalam hiruk-pikunya gairah yang meluap-luap.
Setelah mencapai pelepasan---barulah keduanya melepaskan penyatuan. Nafasnya masih tersengal-sengal. Keringat membanjir di sekujur tubuh. Akan tetapi keduanya nampak sangat puas dan bahagia.
"Honey, kamu semakin lihai saja?" ucap Kevin memuji permainan ranjang Karin. Karin tersenyum lembut. Tentu saja dia lihai, sebelum dengan Kevin, dia sering bermain dengan mantan-mantan kekasihnya. Untungnya Kevin tidak tau.
"Kamu suka?" tanyanya menggoda.
"Sure. Kamu yang terhebat," pujinya.
"Selama berpacaran dengan Jo, apakah dia bisa memuaskan mu?" tanya Karin, menarik selimutnya agar tubuhnya tertutup sempurna.
"Ehm, nggak. Kami nggak pernah berhubungan badan," jawab pria itu, "Dia selalu menolak," lanjutnya.
"Kenapa?"
"Dia nggak mau berhubungan intim sebelum pernikahan. Itulah yang membuat ku bosan." Jawab Kevin sambil membelai rambut kekasihnya, "Beda dengan kamu, Honey!"
"Jadi---itu alasan kamu mencampakkannya?"
"Nggak juga." Balasnya, "Dia terlalu sibuk. Hampir nggak ada waktu. Aku juga ingin seperti yang lain, dimanjakan kekasih. Tentunya dimanjakan itu-nya?" Kevin menunjuk miliknya yang sudah kembali berdiri menantang.
"Oh, Astaga. Berdiri lagi?" pekik Karin, terkejut melihat milik kekasihnya sudah mengacung tegak kembali. Padahal baru beberapa menit memuntahkan laharnya, eh, sekarang malah minta dimanjakan lagi.
Kevin tertawa kecil. Ia mengusap-ngusap miliknya dengan bangga.
"Ini yang namanya perkasa, Honey," katanya, tersenyum smirk, "Yuk ronde kedua!"
Mereka pun kembali melakukan pergumulan panas. Kali ini lebih lama, mengingat tadi Kevin sudah memuntahkan begitu banyak lavanya. Permainannya kali ini berdurasi cukup panjang dan melelahkan bagi Karin yang nampak lemas tak berdaya. Keduanya melakukan hingga pagi menjelang.
*****
Setelah menyelesaikan lari pagi yang intens, Bram kembali ke rumahnya di perumahan elit yang tenang. Dengan wajah bersemangat dan napas yang masih terengah-engah, dia menunjukkan kesan bahwa dia baru saja melakukan aktivitas fisik yang cukup berat. Meskipun usianya sudah 40 tahun lebih, Bram masih memiliki fisik yang kuat dan tubuh yang bugar.
Setelah memasuki rumah, Bram langsung menuju ke dapur tempat istrinya, Rosa, sedang sibuk menyiapkan sarapan. Dengan senyum lebar, Bram mendekati Rosa dan memberikan ciuman hangat di pipinya.
"Selamat pagi, sayang," katanya dengan suara ceria, menunjukkan kasih sayang dan semangat pagi yang masih menyala-nyala.
Sofia yang terkejut dengan ciuman sang suami, tersenyum, "Selamat pagi, Pih!"
"Sibuk banget. Masak apa sih?" tanya sang suami terdengar hangat di telinga.
Art yang kebetulan sedang berada di sana ikut membantu menyiapkan sarapan ikut tersenyum melihat kemesraan kedua majikannya.
"Mami bikin roti isi daging, Pih. Ini ada sandwich juga," kata sang istri. Papi mau sarapan dulu atau mandi dulu? Pakaian kantor sudah ku siapkan?"
"Mandi dulu aja kali ya. Ini dah gerah banget!"
"Oh, ya udah kalau gitu. Mandi dulu gih sana?"
Rossa tersenyum saat sang kembali menciuminya.
"Oke, Sayang. Aku mandi dulu?"
Rosa mengangguk sambil tersenyum.
Bram duduk di tepi ranjang, tangan gemetar meraih ponsel yang tergeletak di atas meja. Matanya masih berat, namun rasa penasaran memaksa dia membuka aplikasi pekerjaan yang semalam terbengkalai karena lelah yang menumpuk. Saat mulai membaca, matanya tiba-tiba terhenti—notifikasi pesan dari seorang wanita, istri baru yang baru saja dinikahinya kemarin. Jantungnya berdegup kencang, napasnya tercekat. Dengan cepat, dia menggeser layar dan membukanya, rasa terkejut menghentikan semua langkahnya menuju kamar mandi.
Alisnya mengerut begitu dia membaca pesan tersebut. Ada sedikit perasaan bersalah. Pasalnya setelah pernikahan kemarin, Bram langsung meninggalkan Joanna begitu saja, tanpa menatap ataupun berinteraksi berlebihan. Bram benar-benar dingin saat itu.
Joanna : Om, nanti malam aku ada penerbangan ke Malaysia.
Bram : Hati-hati. ~ send.
Malam harinya begitu pesawat mendarat, dan Joanna sempat membuka ponselnya, dia tersenyum lebar setelah membaca pesan balasan singkat dari Bram yang menurutnya manis sekali.
******
Hari-hari berlalu tanpa jejak, dua hari tanpa bertemu seakan menorehkan rindu yang menusuk hati Bram tanpa ampun. Apalagi Joanna, hilang tanpa kabar—tak satu pun pesan atau panggilan yang menyambung pengharapannya. Jemarinya bergetar ingin mengirim kata, namun gengsi yang membungkam lebih kuat daripada kerinduan.
Di kursi besar kantornya, Bram termenung dalam kekosongan jiwa yang pekat. Tangannya menggenggam ponsel seolah itu satu-satunya jangkar di lautan pikirannya yang bergelora. Dalam tanpa sadar, ia membuka sosial media, mata memburu nama Joanna. Tanpa logika, tombol ‘follow’ ditekan—sebuah keputusan bodoh yang langsung mengaduk-aduk perasaan, membuat hati Bram seperti terbakar api gelisah yang membara.
Detik berikutnya, notifikasi itu muncul, seperti palu godam di dada: Joanna mengikutinya kembali. Gugup dan sesal berkelindan membuncah dalam dadanya. Bram memaki dirinya sendiri, terperangkap dalam labirin emosi yang semakin rumit dan tak bertepi. Setiap detik terasa seperti hukuman, membuatnya sadar bahwa langkah kecil itu bisa jadi awal dari badai yang tak bisa ia kendalikan.
"Eh, Kenapa malah memfollow-nya?" pekiknya dalam hati, sambil menutup wajahnya dengan tangan.
Namun, rasa penasaran Bram semakin membuat dia ingin melihat lebih banyak profil sosmed Joanna yang baru dinikahinya kemarin.
Bram menatap layar ponselnya, matanya terpaku pada foto-foto Joanna yang tertangkap lensa dengan seragam pramugarinya, cantik sekali. Gadis itu tersenyum ceria, berswa foto dengan teman-teman seprofesinya.
"Cantik sekali," gumam Bram pelan, jari-jarinya berhenti mengusap layar, hatinya dipenuhi rasa kagum yang mendalam.
Lalu, beberapa menit kemudian, foto kembali diunggah, dimana Joanna sedang berselfj sendiri di depan bandara. Senyumnya sumringah, cantik dan ceria.
Bram menatap layar ponselnya dengan intensitas yang meningkat saat dia men-scroll foto-foto terbaru Joanna. Alisnya yang tebal dan ekspresif tiba-tiba saling bertaut, membentuk garis kerutan di dahinya. Apa yang dia lihat membuatnya merasa tidak nyaman.
Foto-foto yang muncul di depannya menampilkan Joanna bersama seorang pilot muda yang tampan dan gagah. Keduanya terlihat sangat akrab, bukan seperti teman biasa, melainkan seperti pasangan yang sedang menikmati waktu bersama. Senyum Joanna yang cerah dan mata yang berbinar-binar membuat Bram merasa ada sesuatu yang tidak beres.
Dia tidak bisa menjelaskan mengapa dia merasa begitu tidak suka melihat foto-foto itu. Entah apa yang menyebabkan perasaannya menjadi rumit seperti sekarang. Bram merasa seperti ada sesuatu yang mengganjal di hati, sesuatu yang tidak bisa dia jelaskan secara logis.
Dia men-scroll foto-foto itu lagi, berharap bahwa dia bisa menemukan penjelasan untuk perasaan tidak enak itu. Namun, semakin dia melihat, semakin dia merasa tidak nyaman. Foto-foto itu menunjukkan Joanna, teman-temannya dan pilot muda itu lagi, sedang menikmati waktu bersama, tertawa, dan berpose dengan santai. Semuanya terlihat sangat alami. Tapi Bram bisa melihat tatapan berbeda dari pilot muda itu pada sang istri.
Bram merasa seperti dia tidak bisa bernapas dengan baik, seperti ada sesuatu yang mencekik tenggorokan. Dia hanya bisa menatap layar ponselnya, tanpa bisa berbuat apa-apa.
To be continued.....
Komen, komen,.komen....