Brakk
"Tidak becus! aku bilang teh hangat. Kenapa panas sekali? kamu mau membakar tanganku?"
Alisa tidak mengatakan apapun, hanya menatap ke arah suaminya yang bahkan memalingkan pandangan darinya.
"Tahunya cuma numpang makan dan tidur saja, dasar tidak berguna!"
Alisa menangis dalam hati, dia menikah sudah satu tahun. Dia pikir Mark, suaminya adalah malaikat yang berhati lembut dan sangat baik. Ternyata, pria itu benar-benar dingin dan tak berperasaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15. Disindir Dokter Amara
Mark kelar dari ruangan rawat Paula. Karina yang sudah sejak tadi menunggunya dengan tidak sabar, segera bergelayut manja pada wanita itu.
"Kamu menyuruhku pergi? apa kamu percaya semua yang dia katakan? sayang, aku sungguh tidak sengaja. Aku sama sekali tidak berniat jahat padanya, aku hanya marah. Dia pamer, katanya kamu memanjakannya, kamu..."
"Aku sudah bernegosiasi dengannya. Dia akan cabut laporan itu. Kamu sudah bisa tenang. Aku harap tidak terjadi lagi hal seperti itu. Meski tidak sengaja, tapi itu termasuk mencelakai!" potong Mark.
Meski sebenarnya di dalam hatinya, Karina masih sangat kesal dan sangat tidak puas. Akan tetapi, dia juga tidak mungkin membantah. Dari apa yang baru saja dikatakan Mark, kelas Mark tetap berada di pihaknya.
"Baiklah, aku tidak akan melakukannya lagi. Apa sekarang kita bisa pulang?" tanyanya manja.
Mark menghela nafas dan sedikit menepis tangan Karina.
"Kamu kembali dulu, supir akan mengantarmu. Aku masih ada urusan yang harus aku selesaikan!"
Wajah Karina jelas tidak senang.
"Apa kamu masih mau bicara dengan wanita itu?" tanya Karina.
"Tidak! ada hal lain yang harus aku urus. Kamu kembalilah, dan istirahatlah!" kata Mark yang langsung melepaskan tangan Karina.
"Bisa antar aku ke mobil dulu?" tanya Karina dengan suara yang begitu lembut.
Dan tanpa menunggu, Mark menganggukkan kepalanya.
"Tentu, aku akan antar kamu ke mobil dulu!"
Karina tersenyum begitu senang. Dia lagi-lagi menautkan tangannya di lengan Mark. Sambil tersenyum penuh kemenangan.
'Mau bagaimana pun, Mark akan tetap membelaku. Hubungan kami sudah sangat lama, akulah wanita yang setia mendampinginya saat dia belum jadi apa-apa. Dia tidak akan pernah meninggalkan aku' batin Karina begitu senang.
Setelah mengantarkan Karina ke mobil. Mark kembali masuk ke dalam rumah sakit. Dia meminta bertemu dengan dokter yang menangani operasi Paula. Sayangnya dokter itu sedang tidak bertugas saat ini. Mark pun meminta bertemu dengan kepala rumah sakit.
Untuk pria dengan status sosial dan kedudukan seperti Mark Austin. Tentu saja hanya perlu dua kali menghubungi seseorang, dia bisa langsung di antarkan ke ruangan pemilik rumah sakit.
"Selamat malam"
"Selamat malam tuan Austin, silahkan duduk!" kata dokter Amara dengan begitu ramah.
Setelah Mark duduk, dokter Amara kembali bertanya.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan santai.
"Pasien atas nama Alisa, adalah istri saya. Dia menjalani operasi di kepalanya dua hari yang lalu. Apa hasilnya, maksudku dia sebelumnya pernah mengalami kecelakaan, hingga amnesia. Apa mungkin saat ini ingatannya sudah kembali?" tanya Mark langsung pada apa yang ingin dia ketahui.
Dokter Amara masih terlihat santai, dengan tambahan sedikit senyuman yang sangat tipis.
"Sepertinya tuan Austin ini sangat sibuk ya. Istrinya masuk rumah sakit sudah tiga hari tapi baru sempat bertanya. Atau mungkin tuan Austin dari luar kota?" tanya dokter Amara sambil membuka laptopnya.
Di tanya seperti itu, tentu saja membuat Mark merasa tersindir. Benar juga, kemana saja dia? kenapa istrinya di operasi dia tidak datang.
"Bisa jawab saja pertanyaanku?" tanya Mark dengan dingin.
Dokter Amara mengangguk paham. Itu memang tugasnya.
"Tentu saja, menurut hasil pemeriksaan paska operasi. Tidak ada hal serius sebenarnya. Hanya saja, mungkin akan terjadi sedikit perubahan cara pikir. Saya juga wanita, dan saya juga seorang istri. Rasanya jika berada di kondisi kritis, namun suami tidak mau tahu sama sekali. Saya pun akan..."
Dokter Amara menjeda ucapannya. Karena Mark tiba-tiba saja berdiri dari duduknya.
"Saya permisi!" kata Mark yang langsung berbalik dan pergi dari ruangan dokter Amara itu.
Dokter Amara menutup kembali laptopnya dan mengangkat bahunya sekilas.
"Sangat disayangkan. Padahal istrinya adalah orang yang sangat terpandang dan di segani di kota A. Seseorang yang menilai segala sesuatu dari permukaan, memang tidak akan mendapatkan hal lebih baik dari apa yang dia ingin lihat!" gumamnya.
Mark melangkah dengan cepat. Dia merasa kesal. Jelas sekali kalau dokter Amara itu menyindirnya.
"Apa yang sudah dikatakan wanita itu di rumah sakit ini. Kenapa semua orang memandang tidak senang padaku!" gerutunya sambil berjalan menuju lobby.
Padahal, Paula sama sekali tidak mengatakan apapun. Yang memandang tidak senang pada Mark itu memang orang-orang Paula. Anak buah Joyce, yang sudah pasti akan bersikap jutek dan tidak senang pada Mark. Karena begitulah perintah Joyce.
Sedangkan pada pak Mamat dan bibi Dini, mereka itu menunduk hormat. Salah siapa jadi suami terlalu arogan dan egois. Bahkan tidak perduli sama sekali ketika bibi Dini menghubunginya waktu itu.
Di kediaman Austin sendiri, bibi Dini baru saja mendapatkan notifikasi di ponselnya. Dan setelah melihat apa yang ada di layar ponselnya, melihat pesan yang masuk itu. Bibi Dini langsung mematung di tempatnya. Dengan mata melebar, dan mulut ternganga.
"Bi, bibi kenapa?" tanya Leni salah satu pelayan di rumah utama.
"Len, ini tolong lihat Len. Ini beneran, bibi baru dapat kiriman uang 200 juta. Ini beneran ya Len? Jangan-jangan ada yang salah kirim, kasihan Len kalau salah. Gimana cara balikinnya?" tanya bibi Dini yang tak bisa mempercayai apa yang dia lihat.
Leni meraih ponsel bibi Dini. Dan membaca pesan dari pengirim uang itu.
"Hadiah ini untuk orang baik pemilik rekening ini. Bukan uang salah kirim, semoga bermanfaat ya bibi Dini! wah... bibi Dini, dia tahu nama bibi Dini. Ini sih hadiah bi, bukan salah kirim!" kata Leni sangat bersemangat.
"Ya Tuhan!" bibi Dini terlihat shock.
Namun dari pintu belakang, terlihat pak Mamat juga berlari ke arah bibi Dini dan Leni.
"Bi, bibi..."
"Ada apa pak Mamat?" tanya Leni.
"Ini, saya dapat kiriman uang. 50 juta bi, orangnya tahu namaku. Pas aku cek di rekening, beneran masuk. Siapa yang sebaik ini kasih uang begitu saja!"
"Pak Mamat, bibi Dini juga baru dapat kiriman uang 200 juta. Kalian habis berbuat baik ya, sama siapa? kalian ada tolong anak hilang di jalan gak?" tanya Leni penasaran.
Bibi Dini dan pak Mamat kompak menggelengkan kepala mereka.
"Kalau nenek-nenek tua yang mau nyebrang, ada kalian bantu?" tanya Leni lagi.
Keduanya juga segera menggelengkan kepalanya.
"Wah, kalau begitu ini rejeki kalian. Selamat ya bibi Dini, pak Mamat" kata Leni yang ikut senang, karena kedua orang di depannya itu memang orang baik.
***
Bersambung...