"Rahasia di Antara Kita" mengisahkan tentang seorang suami yang merasa bahagia dengan pernikahannya, namun kedatangan sahabat masa kecilnya yang masih memiliki ikatan emosional kuat membuat situasi menjadi rumit. Sahabat masa kecilnya itu mulai mendekatinya dengan cara yang tidak biasa, membuat suami tersebut merasa tidak nyaman. Sementara itu, istrinya yang selalu menuntut uang dan perhatian membuatnya merasa terjebak dalam pernikahannya. Bagaimana suami tersebut akan menghadapi situasi ini? Dan apa yang akan terjadi jika rahasia sahabat masa kecilnya dan perasaannya terungkap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Arip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Akhirnya, aku memutuskan untuk menceritakan masalahku kepada Lidya. Mengambil napas dalam-dalam dan mulai berbicara.
"Aku memiliki masalah dengan pernikahanku," kataku, mencoba untuk menjelaskan. "Aku merasa tidak bahagia dan tidak yakin tentang apa yang aku inginkan."
Lidya memandangiku dengan mata yang penuh perhatian dan mendengarkan dengan seksama. Aku bisa melihat bahwa dia peduli dengan aku dan ingin membantu.
"Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan," kataku, sedikit frustrasi. "Aku merasa terjebak dan tidak tahu bagaimana cara keluar dari situasi ini."
Lidya memegang tanganku dan memberikan senyuman yang lembut. "Aku ada di sini untukmu," katanya. "Aku akan mendengarkan dan membantu kamu semampu aku."
Merasa sedikit lebih lega setelah menceritakan masalahku kepada Lidya. Merasa tidak sendirian lagi dan ada seseorang yang peduli padaku.
Lidya memegang tanganku dan memberikan senyuman yang lembut.
"Aku ada di sini untukmu," katanya lagi.
"Aku akan membantu kamu semampu aku. Tapi, aku ingin tahu lebih banyak tentang pernikahanmu. Apa yang membuat kamu merasa tidak bahagia?"
Mengambil napas dalam-dalam dan mulai menjelaskan. "Aku merasa bahwa kami sudah tidak memiliki komunikasi yang baik seperti dulu. Kami sudah tidak memiliki kesamaan dalam banyak hal, dan aku merasa bahwa kami hanya hidup bersama tanpa tujuan."
Lidya mendengarkan dengan seksama dan memberikan tanggapan yang bijak. "Aku paham. Pernikahan memang memerlukan kerja keras dan komunikasi yang baik. Tapi, aku juga percaya bahwa setiap masalah memiliki solusi."
Setelah mendengar kata-kata Lidya, aku merasa sedikit lebih optimis. Mulai berpikir bahwa mungkin ada cara untuk memperbaiki pernikahanku.
"Tapi, bagaimana caranya?" tanyaku kepada Lidya. "Aku sudah mencoba banyak hal, tapi tidak ada yang berhasil."
Lidya memandangiku dengan mata yang penuh perhatian. "Mungkin kamu perlu mencoba pendekatan yang berbeda," katanya. "Aku bisa membantu kamu mencari solusi bersama."
Aku sedikit lebih lega setelah mendengar kata-kata Lidya. nyaman dengan kehadirannya. Dia memegang tanganku dengan lembut, dan aku bisa merasakan kehangatan dari tangannya. Merasa bahwa bisa mempercayai Lidya, dia berbicara dengan suara yang lembut, "Aku ada di sini untukmu, selalu. Aku akan membantu kamu mencari solusi untuk masalahmu." Aku merasa bahwa dia benar-benar peduli dengan aku, dan itu membuat aku merasa lebih nyaman.
Tapi, tidak pernah terpikirkan untuk melakukan apa yang Lidya sarankan. Aku hanya merasa nyaman dengan kehadiran dia, bisa melupakan masalahku sejenak, dan itu membuat aku merasa lebih bahagia.
Memandang Lidya, melihat ketulusan dalam matanya. "Aku senang bisa berbicara dengan kamu," kataku kepada Lidya. "
Lidya tersenyum, melihat kehangatan dalam senyumnya "Aku senang bisa membantu kamu," katanya. "Aku ada di sini untukmu, selalu." Aku merasa bahwa aku sudah menemukan tempat yang nyaman, dan aku tidak ingin meninggalkan itu.
Dalam keheningan yang menyusul, Lidya semakin dekat. Aku bisa merasakan detak jantungnya yang stabil, itu membuat perasaan ini lebih tenang. Tidak ingin meninggalkan momen ini, untuk bisa bersama Lidya sementara.
Kegelapan malam mulai menyelimuti kota, dan aku tahu bahwa kita harus berpisah. Tapi, aku tidak ingin meninggalkan kehangatan yang ada di antara kita.
"Bagaimana kalau kita mencari tempat yang lebih nyaman untuk beristirahat?" kataku kepada Lidya, mencoba untuk mengusulkan sesuatu yang tidak terlalu kentara.
Lidya memandangiku dengan mata yang penuh perhatian, dan aku bisa melihat bahwa dia sedang mempertimbangkan usulanku. "Bagaimana kalau kita mencari hotel yang dekat dengan sini?" katanya, dengan suara yang lembut.
Aku merasa bahwa usulannya cukup masuk akal, dan aku tidak ingin meninggalkan momen ini. "Ya, itu ide yang bagus," kataku kepada Lidya, dengan senyum yang lembut.
Kami berjalan bersama, mencari hotel yang dekat dengan sini. Aku merasa bahwa Lidya sangat memahami keinginanku, dan itu membuat aku merasa lebih nyaman.
Setelah beberapa menit berjalan, kami menemukan hotel yang cukup bagus. Lidya memandangiku dengan mata yang penuh perhatian, dan aku bisa melihat bahwa dia sedang menunggu keputusanku.
"Bagaimana kalau kita menginap di sini?" kataku kepada Lidya, dengan suara yang lembut.
Lidya tersenyum, dan aku bisa melihat bahwa dia setuju dengan usulanku. "Ya, itu ide yang bagus," katanya.
Kami masuk ke hotel, dan proses check-in berjalan dengan lancar. Aku merasa bahwa Lidya sangat membantu, dan itu membuat aku merasa lebih lega.
Setelah selesai check-in, kami menuju ke kamar hotel. Aku merasa bahwa kamar hotel ini cukup nyaman, dan aku bisa melihat bahwa Lidya juga merasa demikian.
"Bagaimana kalau kita beristirahat sejenak?" kataku kepada Lidya, dengan suara yang lembut.
Lidya tersenyum, dan aku bisa melihat bahwa dia setuju dengan usulanku. "Ya, itu ide yang bagus," katanya.
Merasa bahwa momen ini sangat berharga, tidak ingin meninggalkannya. Dan aku ingin bersama Lidya lebih lama lagi.
Lidya mengambil ponselku dan meminta aku untuk berpose bersama. Aku tersenyum dan memposisikan diri di sebelahnya. Lidya kemudian mengambil foto kami berdua dengan ponselku.
"Foto ini bagus banget!" kata Lidya, sambil menatap layar ponselku. Melihat foto itu dan merasa senang karena hasilnya cukup bagus.
"Bagus banget," kataku, sambil tersenyum. Lidya tersenyum juga dan memasukkan ponsel kembali ke dalam kantongku.
Lidya berpamitan untuk beristirahat di kamar sebelah, meninggalkan aku sendirian di kamar hotel. Aku merasa sedikit kesepian setelah Lidya pergi, tapi aku juga merasa lega karena bisa memiliki waktu untuk sendiri sejenak.
Aku memutuskan untuk membuka jendela dan menikmati pemandangan kota malam ini. Melihat lampu-lampu kota yang berkelap-kelip dan suara-suara kendaraan yang masih ramai.
Setelah beberapa saat menikmati pemandangan, aku memutuskan untuk beristirahat juga. Melepas sepatu dan berbaring di tempat tidur, merasa cukup lelah setelah seharian berjalan-jalan.
Tiba-tiba, aku mendengar ketukan pintu. Bangun dan membukakan pintu, ternyata Lidya berdiri di depan pintu dengan senyum manis di wajahnya.
"Apa yang terjadi?" tanyaku, merasa sedikit penasaran.
"Aku lupa sesuatu," kata Lidya, sambil tersenyum. "Bolehkah aku masuk?"
Aku membuka pintu lebih lebar dan membiarkan Lidya masuk. Kami berdua kemudian berbaring di tempat tidur, dengan Lidya yang memelukku erat.
Aku merasa nyaman dan aman dengan Lidya di sampingku. Kami berdua kemudian tertidur dengan pelukan yang hangat.
Malam itu, aku tidur dengan nyenyak dan merasa bahagia karena ditemani oleh Lidya. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari, tapi aku yakin bahwa aku ingin menghabiskan waktu bersama Lidya lagi.
Ketika aku bangun pagi-pagi, Lidya sudah tidak ada di sampingku. Melihat sekeliling kamar, tapi tidak ada tanda-tanda Lidya ada di sana. Aku kemudian melihat secarik kertas di meja tidur, dengan tulisan tangan Lidya.
"Selamat pagi, aku pergi untuk membeli sarapan. Tunggu aku di sini," tulis Lidya.
Tersenyum dan merasa senang karena Lidya memikirkanku. Aku kemudian menunggu kembali Lidya dengan sabar.
Aku tidak menyadari bahwa ada panggilan dari Sarah yang berulang kali tidak terjawab.
Apa yang harus aku lakukan?