Raka secara tak sengaja menemukan pecahan kitab dewa naga,menjadi bisikan yang hanya dipercaya oleh segelintir orang,konon kitab itu menyimpan kekuatan naga agung yang pernah menguasai langit dan bumi...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mazhivers, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 7
Perjalanan mereka menuju pegunungan memakan waktu berhari-hari. Bram memimpin jalan, tampak familiar dengan jalur-jalur hutan terpencil. Namun, semakin jauh mereka berjalan, semakin gelisah Raka dibuat oleh sikap Bram. Pria itu seringkali terlihat berbicara sendiri dengan suara pelan, dan tatapannya terkadang kosong, seolah pikirannya berada di tempat lain.
Suatu malam, saat mereka beristirahat di dekat api unggun, Raka memberanikan diri untuk bertanya tentang tato di lengan Bram. "Bram," katanya dengan hati-hati, "aku melihat tato di lenganmu. Simbol ular melingkar. Apakah itu… simbol para penjaga kitab?"
Bram tampak terkejut dan dengan cepat menarik lengan bajunya ke bawah. "Ini… ini hanya tanda biasa. Tidak ada hubungannya dengan para penjaga." Namun, nada bicaranya yang tergesa-gesa dan ekspresi gugup di wajahnya justru semakin memperkuat kecurigaan Raka.
Maya, yang sedari tadi memperhatikan interaksi mereka, juga tampak tidak yakin dengan jawaban Bram. Ia menatap pria itu dengan tatapan menyelidik.
Keesokan harinya, saat mereka sedang menyeberangi sungai yang deras, tiba-tiba Bram tampak kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh. Raka dengan sigap meraih tangannya dan menariknya kembali ke tempat yang aman. Namun, saat Raka memegang tangan Bram, ia merasakan sesuatu yang dingin dan keras tersembunyi di balik jubah pria itu. Naluri Raka mengatakan bahwa itu bukanlah sesuatu yang baik.
Sementara itu, Zyra, sang penyihir suruhan Kaldor, mengikuti jejak mereka dengan keahlian yang menakutkan. Ia menggunakan sihir gelap untuk melacak energi kitab dan merasakan kehadiran Raka. Ia menyamar sebagai seorang wanita tua yang ramah dan mencoba mencari informasi tentang mereka dari para petani dan pedagang di desa-desa yang mereka lewati. Dengan senyum manis yang menyembunyikan niat jahat, Zyra berhasil mengumpulkan informasi yang cukup untuk mempersempit pencariannya.
Suatu sore, saat Raka dan rombongannya sedang beristirahat di sebuah lembah yang sunyi, tiba-tiba mereka merasakan hawa dingin yang menusuk tulang meskipun matahari masih bersinar terang. Langit yang tadinya cerah mulai tertutup awan gelap yang bergerak dengan aneh, tidak mengikuti arah angin.
"Ada yang tidak beres," bisik Bram dengan nada khawatir, matanya melihat ke sekeliling dengan waspada.
Tiba-tiba, dari balik bebatuan besar, muncul Zyra dengan seringai licik di wajahnya. Ia tidak lagi menyamar sebagai wanita tua, tetapi menampakkan wujud aslinya: seorang wanita dengan rambut hitam panjang yang tergerai, mata hijau menyala, dan aura kekuatan gelap yang mengelilinginya.
"Selamat datang, pewaris kitab," kata Zyra dengan suara yang merdu namun penuh ancaman. "Tuanku Kaldor sudah lama menunggumu."
Raka dan Maya terkejut melihat kemunculan Zyra yang tiba-tiba. Bram tampak sangat pucat dan mundur beberapa langkah, menjauhi mereka. Raka langsung menyadari ada sesuatu yang salah. Sikap Bram yang mencurigakan selama ini, tato ular di lengannya… semuanya mulai masuk akal.
"Bram," kata Raka dengan nada penuh tuduhan, "kau… kau bekerja sama dengannya, bukan?"
Bram tidak menjawab, tetapi ekspresi ketakutan di wajahnya sudah cukup menjadi jawaban. Ia menundukkan kepalanya, tidak berani menatap mata Raka.
"Sungguh menyedihkan," kata Zyra sambil tertawa pelan. "Kau pikir bisa mempercayai seorang pengkhianat, bocah? Bram adalah salah satu dari kami sejak lama. Ia ditugaskan untuk menuntunmu langsung ke tanganku."
Rasa marah dan pengkhianatan menghantam Raka seperti gelombang pasang. Ia merasa bodoh karena telah mempercayai Bram. Maya menatap Bram dengan air mata di matanya, merasa terluka oleh pengkhianatan pria yang selama ini tampak ramah.
"Kenapa, Bram? Kenapa kau melakukan ini?" tanya Maya dengan suara lirih.
Bram akhirnya mengangkat kepalanya, air mata terlihat mengalir di pipinya. "Aku… aku tidak punya pilihan. Kaldor mengancam akan menyakiti keluargaku jika aku tidak membantunya."
Meskipun merasa marah dan kecewa, Raka merasa sedikit kasihan pada Bram. Pria itu pasti berada dalam situasi yang sulit. Namun, itu tidak berarti ia bisa memaafkan pengkhianatannya.
Zyra tidak membuang waktu. Ia mengangkat kedua tangannya dan mulai mengucapkan mantra dalam bahasa kuno yang membuat udara di sekitar mereka bergetar. Cahaya ungu redup mulai memancar dari tangannya, siap untuk menyerang Raka dan Maya.
Raka dengan cepat mendorong Maya ke belakangnya dan mengangkat Kitab Dewa Naga di depannya. Cahaya keemasan kembali terpancar dari kitab itu, mencoba menahan kekuatan gelap Zyra. Namun, kali ini, kekuatan Zyra terasa jauh lebih besar dan lebih mengancam. Cahaya ungu dan keemasan bertabrakan di udara, menciptakan ledakan energi yang membuat mereka semua terhuyung mundur.
Pertempuran antara cahaya dan kegelapan telah dimulai. Raka dan Maya harus menghadapi Zyra dan pengkhianatan Bram, sambil terus mencari cara untuk memahami kekuatan Kitab Dewa Naga dan menyelamatkan diri dari ancaman Kaldor yang semakin dekat. Cinta dan kesetiaan mereka akan diuji lebih dari sebelumnya, dan misteri di balik kitab kuno itu akan segera terungkap, membawa mereka pada takdir yang penuh bahaya dan keajaiban.