Rangga, seorang pria biasa yang berjuang dengan kemiskinan dan pekerjaan serabutan, menemukan secercah harapan di dunia virtual Zero Point Survival. Di balik kemampuannya sebagai sniper yang tak terduga, ia bercita-cita meraih hadiah fantastis dari turnamen online, sebuah kesempatan untuk mengubah nasibnya. Namun, yang paling tak terduga adalah kedekatannya dengan Teteh Bandung. Aisha, seorang selebgram dan live streamer cantik dari Bandung, yang perlahan mulai melihat lebih dari sekadar skill bermain game.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudhi Angga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10 :Harga Ketenaran dan Puncak Tekanan
Ketenaran "Ren" tidak bisa lagi disembunyikan dari kehidupan nyata Rangga. Setelah video quadra kill-nya viral, popularitasnya meledak seperti granat di Zero Point Survival. Instagram-nya, yang dulunya sepi, kini dipenuhi notifikasi. Setiap postingan lamanya, bahkan foto makanan acak yang ia ambil bertahun-tahun lalu, dibanjiri komentar dan likes. Pengikutnya melonjak drastis, mencapai angka yang tak terbayangkan.
Di kafe tempatnya bekerja, perubahan itu langsung terasa. Dodi, rekan kerjanya, tak henti-hentinya menggoda. "Cieee, Pak Sniper! Gimana rasanya jadi idola baru? Udah banyak yang endorse belum?"
Rangga hanya bisa tersenyum kaku dan menggaruk tengkuknya. Ia merasa tidak nyaman dengan perhatian itu. Beberapa pelanggan muda, yang juga penggemar Zero Point Survival, kadang mengenalinya. "Itu Ren, kan? Yang sniper Phantom Strikers?" bisik mereka, menatapnya dengan pandangan kagum. Rangga selalu berusaha mengelak, pura-pura tidak dengar atau buru-buru pergi ke dapur.
Kesenjangan antara Ren, sang sniper legendaris yang percaya diri di dunia virtual, dan Rangga, pelayan kafe pemalu yang kikuk di dunia nyata, terasa semakin melebar. Ketenaran ini adalah pedang bermata dua. Ia mendapatkan pengakuan yang ia impikan, tetapi juga menarik perhatian yang ia takuti. Ia semakin merasa tertekan untuk mempertahankan ilusi "Ren" yang sempurna di mata publik, bahkan jika itu berarti menyembunyikan dirinya yang asli.
Seminggu setelah insiden quadra kill yang mengguncang, tim "Phantom Strikers" berhasil melaju ke babak semifinal turnamen. Lawan mereka adalah tim "Oblivion", pemuncak klasemen dan favorit juara. Mereka terkenal dengan strategi tanpa ampun dan kemampuan individu pemainnya yang luar biasa. Ketegangan di lobi virtual terasa lebih mencekam daripada sebelumnya.
"Oke, tim, ini adalah ujian sesungguhnya," Aisha berkata, suaranya lebih serius. "Oblivion sangat agresif. Kita harus tetap pada rencana, tapi jangan ragu beradaptasi. Ren, peranmu sangat krusial di match ini. Mereka pasti akan menargetkanmu."
Rangga mengangguk, merasakan keringat dingin membasahi punggungnya di dalam kostum Synapse VR. Ia tahu semua mata akan tertuju padanya.
Match dimulai. Mereka terjun ke map "Dataran Beku", sebuah area luas yang tertutup salju, dengan sedikit tempat berlindung. Dinginnya virtual terasa menusuk, dan suara angin yang menderu di telinga Ren diintensifkan oleh konsol.
Tim "Oblivion" langsung menunjukkan kebrutalan mereka. Mereka melakukan push agresif, mengepung "Phantom Strikers" di tengah lapangan.
"Aisha, Guntur, Bara! Mereka datang dari semua sisi!" teriak Ren, mengamati pergerakan musuh dari posisi sniper-nya di puncak sebuah bukit es.
Guntur menahan tembakan, namun ia sudah terluka parah. "Aku nggak bisa tahan lagi, Aisha! Terlalu banyak!"
"TEAMMATE DOWN! GUNTUR HAS BEEN ELIMINATED!" Notifikasi merah menyala, menusuk pandangan Ren.
Dada Rangga sesak. Guntur, tembok tim mereka, tumbang. Tekanan meningkat sepuluh kali lipat.
"Ren! Bara! Mundur! Kita harus cari perlindungan!" perintah Aisha.
Namun, saat mereka mencoba mundur, Bara juga terkena tembakan jitu dari sniper musuh. "Sial! Aku kena!" "TEAMMATE DOWN! BARA HAS BEEN ELIMINATED!"
Kini hanya tersisa Ren dan Aisha. Mereka bersembunyi di balik bongkahan es besar, sementara tim "Oblivion" mendekat.
"Ren, aku akan coba flank dari kiri. Kamu berikan cover! Kita harus pisahkan mereka!" Aisha berteriak, suaranya penuh determinasi.
"Baik, Teteh Aisha!"
Aisha bergerak cepat, memanfaatkan setiap celah. Ren membidik, mencoba menjatuhkan musuh yang fokus pada Aisha. DORRR!
"PLAYER DOWN! REN HAS ELIMINATED 'OBLIVION_STALKER'!"
"PLAYERS REMAINING: 10".
Ia melihat sniper musuh, 'Oblivion Alpha', mengambil posisi. Itu adalah pro player legendaris, dikenal karena akurasi tak tertandingi. Ren tahu, ini adalah duel sniper melawan sniper.
Ren mengatur napasnya. Ia mengabaikan dinginnya salju virtual yang menusuk, mengabaikan detak jantungnya yang berdebar kencang. Hanya ada dia, senapannya, dan target.
'Oblivion Alpha' melesatkan tembakan. Peluru virtual itu mendesing tipis di samping kepala Ren, membuatnya bergidik. Itu peringatan.
Ren tidak panik. Ia menahan napas, pandangannya terkunci. Ia melihat 'Oblivion Alpha' bergerak sedikit, memperlihatkan celah kecil. Itu adalah sepersekian detik.
DORRR!
Seketika, sebuah notifikasi raksasa berwarna merah darah muncul di langit, lebih besar dan lebih dramatis dari yang pernah Ren lihat. "PLAYER DOWN! REN HAS ELIMINATED 'OBLIVION_ALPHA'!"
"HEADSHOT!"
"PLAYERS REMAINING: 9".
Penonton live stream meledak dalam sorakan. Ren telah menjatuhkan pro player legendaris!
"YA! REN! KAU GILA!" teriak Aisha, suaranya melengking penuh kemenangan.
Ren terengah-engah, senapan di tangannya terasa berat. Ia telah melampaui dirinya sendiri. Namun, pertempuran belum berakhir. Dua lawan satu, dan tim "Oblivion" masih memiliki dua anggota lagi yang tangguh. Puncak tekanan masih menunggu mereka.