Ini adalah kisah cinta pria berkebangsaan Korea dan gadis berdarah Indonesia.
Waktu SMA, Ha joon tidak setampan sekarang. Pria itu gemuk dan selalu memakai kacamata tebal kemana-mana. Ha joon sangat menyukai Rubi, gadis populer di sekolahnya.
Namun suatu hari Ha joon mendengar Rubi menghina dan mengolok-oloknya di depan teman-teman kelas mereka. Rasa suka Ha joon berubah menjadi benci. Ia pun memutuskan pindah ke kampung halamannya di Seoul.
Beberapa tahun kemudian, Rubi dan Ha joon bertemu lagi di sebuah pesta pernikahan. Ha joon sempat kaget melihat Rubi yang berada di Korea, namun rasa dendamnya sangat besar hingga ia berulang kali menyakiti perasaan Ruby.
Tapi, akankah Ha joon terus membenci Ruby? Mulutnya berkata iya, namun tiap kali gadis itu tidak ada didepan matanya, ia selalu memikirkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjodohkan kita?
"Pak Ha joon, silahkan duduk di sini."
Ha Joon mengangguk singkat tanpa banyak bicara. Ia mengambil tempat duduk yang tadi dikosongkan untuknya, hanya berjarak dua kursi dari Ruby.
Ruby menunduk, berpura-pura memperhatikan piringnya, berharap pria itu tidak akan memperhatikannya lebih lanjut. Namun, dari sudut matanya, ia bisa merasakan Ha Joon masih saja melirik ke arahnya. Seolah-olah kehadirannya malam ini memang untuk mengawasinya.
Sena yang duduk di samping Ruby sepertinya juga mulai merasa canggung. Ia berdeham kecil, berusaha mengembalikan suasana dengan mengajak Ruby ngobrol lagi, tapi konsentrasi Ruby sudah terlanjur pecah.
"Bukankah kata Bora eonnie, pak Ha Joon tidak pernah datang ke acara makan-makan seperti ini?" bisik Sena sangat pelan, hanya untuk di dengar Ruby.
Ruby hanya bisa mengangkat bahu sedikit. Ia sendiri tidak tahu, dan lebih baik memang tidak tahu.
Beberapa orang mencoba bersikap biasa, mulai kembali mengobrol pelan-pelan. Makanan pun mulai disantap lagi meski suasana belum sepenuhnya cair seperti tadi.
Salah satu manajer dengan hati-hati mencoba mengangkat gelas untuk toast, berharap bisa mencairkan ketegangan.
"Untuk keberhasilan proyek kita ke depan!" katanya dengan suara ceria yang sedikit dipaksakan.
Semua orang ikut mengangkat gelas, termasuk Ruby. Ia sekadar ikut-ikutan saja, berharap semuanya cepat selesai dan dirinya bisa cepat-cepat pulang.
Saat ia hendak minum, tanpa sengaja matanya bertemu lagi dengan Ha Joon. Kali ini pria itu tidak mengalihkan pandangan. Ia menatap Ruby dengan begitu lekat, seolah ingin mengatakan sesuatu tanpa suara.
Ruby buru-buru menunduk, pura-pura sibuk memotong makanannya.
Namun, bahkan tanpa menoleh pun, ia bisa merasakan kekuatan tatapan itu.
Apa maunya?
Mengapa Ha Joon terus mengintimidasinya dengan tatapan seperti itu?
Malam semakin larut. Satu per satu, orang mulai berdiri dari kursi mereka, bersosialisasi lebih bebas, ada yang ke bar kecil di sudut restoran, ada yang sekadar berpindah meja untuk berbincang.
Sena pergi ke toilet, meninggalkan Ruby sendirian. Ia hendak bangkit juga, tapi seseorang sudah lebih dulu berdiri di samping kursinya.
Ha Joon.
Ruby kaku seketika. Ia menengadah perlahan, bertemu dengan tatapan tajam pria itu.
"Ikut aku," katanya singkat.
Itu kalimat perintah, bukan ajakan.
Ruby membuka mulut untuk protes, tapi lidahnya kelu. Ia hanya bisa menatap pria itu dengan campuran kebingungan dan canggung. Ia menatap ke karyawan lain, berharap tidak ada yang memperhatikan saat Ha Joon bicara padanya.
"A-aku harus pulang sekarang." Ruby menolak halus dengan alasan yang dia buat tetapi Ha Joon tidak memberinya kesempatan untuk menolak.
Ia membungkuk sedikit, membisikkan sesuatu di telinganya, suaranya dingin tapi tak terbantahkan.
"Kalau kau menolak, semua orang akan tahu hubungan kita di masa lalu."
Ruby mengepal tangannya di pangkuan. Ia tahu, ia tidak sedang dalam posisi untuk menentang Ha Joon.
Dengan kepala tertunduk, ia bangkit dari kursinya dan mengikuti pria itu keluar restoran.
Mereka berjalan melewati lorong kecil yang menghubungkan restoran dengan gedung besar milik ZAN Group. Lorong itu sepi, hanya terdengar derap langkah sepatu mereka berdua.
Ruby memeluk dirinya sendiri, merasa kedinginan bukan karena udara malam, tapi karena ketegangan yang melingkupi dirinya.
Ha Joon berhenti di sebuah pintu kaca dengan sensor sidik jari. Ia membuka pintu itu, lalu memberi isyarat pada Ruby untuk masuk lebih dulu.
Dengan ragu, Ruby melangkah masuk.
Ruangan itu ternyata sebuah lounge privat. Ada sofa panjang, minibar kecil, dan pencahayaan hangat yang membuat ruangan terasa nyaman, kalau saja suasananya tidak begitu mencekam.
Ha Joon menutup pintu di belakang mereka.
Sejenak, hanya ada keheningan.
Ruby berdiri kaku di dekat pintu, menunduk, menunggu Ha Joon berbicara. Jantungnya berdegup kencang hingga rasanya memekakkan telinganya sendiri.
"Ibuku meneleponku tadi siang." ucap Ha Joon memecah keheningan.
Ruby mengangkat kepalanya. Ibunya meneleponnya, tetapi kenapa pria itu mengatakan padanya. Apa hubungannya.
"Dia bilang ingin mengajakmu ke rumah dan memperkenalkanmu pada keluarga besar kami."
Ruby sedikit terkejut mendengarnya. Menemui keluarga besar? Untuk apa? Dia tahu nyonya Nam selalu menyukainya, tetapi kenapa mau di ajak menemui keluarga besarnya. Belum lagi Ha Joon adalah anak wanita itu. Pasti akan canggung sekali karena pria ini juga akan ada di sana tentunya.
"Aku tahu alasannya ingin mengundangmu datang ke rumah kami."
Alis Ruby terangkat, seolah bertanya pada Ha Joon apa alasan ibunya.
"Dia ingin menjodohkan kita berdua." suara pria itu sangat datar.
Mata Ruby melebar.
"Me-menjodohkan kita?" sepertinya dia salah dengar. Ha Joon tidak menjawab. Pria itu maju lebih dekat, membuat Ruby harus mundur beberapa langkah sampai punggungnya menabrak tembok.
Ha Joon sengaja mengunci tubuh Ruby dengan kedua tangannya. Ha Joon berdiri begitu dekat dengan Ruby, matanya yang tajam menatap langsung ke arah wajahnya, seolah ingin menunggu reaksi darinya. Ruby bisa merasakan detak jantungnya yang semakin cepat, tapi ia berusaha menahan diri untuk tidak panik.
"Apa yang sedang coba kau lakukan? Kau tidak kaget saat melihatku dengan tampilan yang berbeda setelah bertahun-tahun tidak bertemu, sebaliknya kau langsung mengenaliku. Dan ibuku sangat menyukaiku. Seakan-akan kau adalah putri kesayangannya. Kau juga menjadi model perusahaanku. Rasanya semuanya sengaja di atur. Katakan, apa kau sengaja mendekati ibuku agar bisa menikahi pria kaya?"
Kalimat panjang lebar dengan nada penuh tuduhan yang keluar dari mulut Ha joon membuat Ruby terdiam, terkejut dengan tuduhan yang tiba-tiba terlontar. Hatinya berdebar kencang, dan mulutnya terasa kering. Ia ingin membantah, mengatakan bahwa tidak ada yang seperti itu, tapi kata-kata itu seolah membekukan tubuhnya. Ha Joon berdiri sangat dekat, membuatnya merasa terjepit dalam posisi yang sulit.
"Apa yang kau bicarakan?" suara Ruby terdengar lebih rendah dari yang dia harapkan.
"Aku tidak tahu apa yang ada di pikiranmu, Ha Joon, tapi aku tidak mendekati ibumu dengan tujuan seperti itu. Aku tidak tahu kau adalah putra nyonya Nam."
Ha Joon tertawa sinis.
"Benarkah? Aku ingat jelas dulu kau bilang padaku, hanya pria kaya dan tampan yang pantas bersamamu. Sekarang aku tampan, kaya, aku punya semuanya. Dan kau berada di negaraku. Untuk apa kau ke sini? Bahkan berada di sekitarku, apa kau ingin aku percaya itu semua hanya sebuah kebetulan?"
Ruby menelan ludah. Ia tidak tahu mau berkata apa lagi. Keberadaannya di negara ini memang bukan kebetulan, tetapi bukan seperti yang di tuduh Ha Joon padanya.
Ha joon mencibir melihat gadis itu hanya diam membisu.
"Katakan pada ibuku kau tidak akan datang." setelah mengatakan itu, Ha joon menjauhinya dan pergi tanpa sepatah kata pun.
Mata Ruby berkaca-kaca. Rasanya sesak sekali saat Ha Joon memperlakukannya sedingin itu.
Detak jantung ruby sangat kencang skl berdebar deg-degan dkt sm hajoon jarak dekat skl, tanpa disadari sorot mata hajoon dan ruby penuh cinta dan kerinduan, krn ketutup dendam dimasalalu jd salahpaham....
Hajoon berusaha membentengi dirinya ke ruby penuh dendam dan kebencian....
Ruby demi kebaikan bersama sebaiknya berkata jujur kehajoon biar gak salahpaham terus....
lanjut thor....
semangat selalu.....
sehat selalu.....