Irene Larasati seorang polisi wanita yang ditugaskan menyamar sebagai karyawan di perusahaan ekspor impor guna mengumpulkan informasi dan bukti sindikat penyeludupan barang-barang mewah seperti emas, berlian dan barang lainnya yang bernilai miliaran. Namun, bukannya menangkap sindikat tersebut, ia malah jatuh cinta kepada pria bernama Alex William, mafia yang biasa menyeludupkan barang-barang mewah dari luar negri dan menyebabkan kerugian negara. Alex memiliki perusahaan ekspor impor bernama PT Mandiri Global Trade (MGT) yang ia gunakan sebagai kedok guna menutupi bisnis ilegalnya juga mengelabui petugas kepolisian.
Antara tugas dan perasaan, Irene terjerat cinta sang Mafia yang mematikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni t, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
"Maksud Anda, orang yang boleh masuk ke ruangan kerja Anda ini cuma aku dan asisten pribadi Anda, begitu?" tanya Irene dengan bingung.
"Betul ... dan kalau kamu udah pernah masuk ke ruangan saya ini, itu artinya saya udah percaya sama kamu, Irene," jawab Alex memandang tajam wajah Irene Larasati. "Ingat, saya percaya sama kamu. Jadi, jangan pernah mengkhianati kepercayaan saya, paham?" Alex hendak membuka pintu.
"Tunggu, Pak!" pinta Iren, membuat Alex sontak menahan gerakan tangannya.
"Ada apa lagi, Irene?"
"Eu ... kenapa Anda percaya sama aku, Pak? Saya 'kan baru kerja sehari sama Anda?"
Alex mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah Irene, memandanginya dengan senyum kecil. "Karena saya suka sama kamu, Irene."
Irene terkejut. "Hah?"
Alex kembali mengurai jarak wajahnya seraya tertawa kecil, menekan tombol di pintu, memasukan sandi sebelum pintu tersebut terbuka. Sementara Irene masih membeku di tempatnya, bingung dengan pernyataan Alex William.
"Suka? Hahahaha! Gak mungkin Anda suka sama aku, Pak Alex!" batin Irene tersenyum menyeringai.
"Kenapa kamu masih di situ, Iren? Kamu gak mau masuk?" tanya Alex, menoleh dan memandang wajah Irene masih dengan senyuman yang sama.
"Hah? Eu ... i-iya, Pak. Ini aku mau masuk," jawab Irene tersenyum dipaksakan, memandang ke arah depan di mana ruangan kerja Alex terlihat masih gelap tanpa pencahayaan.
Alex melangkah memasuki ruangan, hal yang sama pun dilakukan oleh Irene. Wanita itu seketika dibuat terkejut saat Alex menekan tombol saklar. Ruangan yang semula gelap seketika terang benderang.
"Waaah! Ini sih bukan ruangan kerja," batin Irene, memandang tangga yang menjuntai di mana ruangan lain berada di bawah sana.
Kedua kakinya perlahan mulai melangkah mengikuti Alex, menuruni satu-persatu anak tangga menuju ruangan bawah tanah. Pantas saja, tidak sembarang orang bisa memasuki ruangan tersebut karena ruangan itu benar-benar privasi, ia bahkan seperti berada di tempat berbeda, padahal ruangan tersebut masih berada di rumah yang sama.
Ruangan luas dengan pencahayaan yang sangat terang. Satu meja kerja bertengger di tengah-tengah ruangan. Rak buku mengisi hampir sepanjang tembok dan diisi dengan buku-buku tebal. Satu hal yang menarik perhatian Irene, layar televisi raksasa yang berada di salah satu tembok yang berada lurus menghadap meja kerja Alex William di mana layar tersebut menampilkan setiap ruangan yang berada di rumah tersebut. Ia bahkan dapat melihat dirinya sendiri di salah satu layar yang tertera di sana.
"Ini sih gila, CCTV hampir ada di semua ruangan di rumah ini. Gimana caranya aku bisa mencari bukti kejahatan Alex kalau gerak-gerik aku dipantau kayak gini?" batin Irene, memandang layar televisi dengan perasaan bingung.
"Semua aktifitas di rumah ini selalu terpantau 24 jam, Irene. Tak ada satu pun yang bisa luput dari pengawasan saya," ucap Alex, mengejutkan Irene. "Rumah ini juga dijaga oleh lebih dari 15 orang yang ditempatkan di luar dan di dalam. Jadi, kamu akan aman tinggal di sini."
"Lebih tepatnya, kamu gak akan bisa macam-macam sama saya, Irene," batin Alex, memandang lekat wajah Irene Larasati.
Irene memutar badan, memandang wajah Alex yang tengah berdiri tepat di depan meja kerjanya. "Emangnya apa yang spesial dari rumah ini, Pak Alex? Kenapa pengamanannya lebih ketat dari rumah Presiden sekali pun?"
"Kamu mau tau karena apa?"
Iren menganggukkan kepala dengan penasaran.
Sementara Alex melangkah mendekati salah satu rak buku, berdiri di depannya lalu menekan salah satu tombol. Rak yang terisi oleh buku-buku tebal tersebut seketika terbuka memperlihatkan ruangan rahasia. Alex merentangkan pergelangan tangannya dengan senyum lebar seraya memandang wajah Irene.
"Karena ini," ucapnya membuat Irene tercengang.
"Apa ini semacam ruangan rahasia?" tanyanya melangkah mendekati Alex.
"Masuk aja."
"Aku boleh masuk?"
"Tentu saja, kamu 'kan sekretaris saya."
Irene melangkah memasuki ruangan tersebut. Wanita itu dibuat tercengang saat melihat tumpukan uang setinggi kurang lebih satu meter dengan lebar sekitar tiga meter. Lemari dengan pintu kaca nampak mengisi sepanjang tembok ruangan berukuran empat kali empat meter itu di mana emas-emas batangan yang berkilauan nampak memenuhi lemari tersebut.
"Ya Tuhan, apa ini berangkas Anda, Pak?" tanya Irene, membuka mulutnya lebar-lebar, memandang setiap sudut ruangan dengan takjub.
"Aku harus balik lagi ke sini dan memotret semua ini buat dijadiin bukti," batin Irene, ia bahkan tidak dapat memperkirakan jumlah harta yang terpampang nyata di depan matanya itu.
Alex melangkah mendekati Irene lalu berdiri tepat di sampingnya. "Ya ... seperti itulah kira-kira. Saya lebih suka menyimpan harta saya di rumah. Semua ini adalah hasil kerja keras saya, Iren. Jumlah harta ini diperkirakan lebih dari satu triliun. Belum lagi aset-aset saya lain."
Irene terbeku. Tidak ada kata yang mampu terucap dari bibirnya, ia terlalu syok. Alex benar-benar memiliki kekayaan yang luar biasa, dan harta yang dimiliki oleh sang mafia tidak tercium oleh negara karena disimpan secara pribadi di rumahnya sendiri. Pantas saja, bisnisnya berjalan lancar tanpa terendus polisi karena uang hasil dari bisnis ilegalnya itu tidak disimpan di Bank.
"Gimana, kamu pasti kaget 'kan? Kamu pasti gak pernah ngeliat uang sebanyak ini," ucap Alex, meraih satu gepok uang dan memainkannya sebentar. "Sayangnya, saya gak punya pasangan, Irene. Andai saya punya pacar atau istri, seluruh harta saya ini pasti akan saya berikan sama dia."
Irene mengerutkan kening. "Bener juga, kenapa Anda masih melajang sampai sekarang, Pak Alex? Kenapa Anda belum menikah? Rasanya gak mungkin kalau gak ada cewek yang mau sama Anda."
"Karena Tuhan terlambat mempertemukan saya sama kamu, Irene."
"Hah? Ma-maksud Anda?"
Alex tersenyum kecil, mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah Irene. Tatapan matanya seketika berubah, sorot matanya memancarkan sesuatu yang sulit diartikan. Jantung seorang Irene seketika berdetak kencang, memundurkan langkahnya dengan perasaan gugup dan takut.
"Kalau kamu mau jadi istri saya, maka semua ini akan jadi milik kamu, Irene."
Pernyataan yang membuat Irene syok. Wanita itu menghentikan langkah kakinya dengan dada naik turun, menahan berbagai rasa yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
"Ma-maaf, Pak Alex. A-aku gak ngerti," ucapnya, hawa diruangan tersebut seketika berubah, rasa dingin perlahan membasuh tubuh seorang Irene Larasati.
"Kedengarannya mungkin gak masuk akal, tapi saya jatuh cinta pada pandangan pertama sama kamu, Irene. Saya gak pernah merasakan getaran seperti ini," jawab Alex, melangkah mendekati Irene dengan wajah serius. "Kalau kamu mau jadi istri saya, kamu gak perlu kerja keras, kamu gak perlu capek-capek cari duit. Kamu akan menjadi ratu di istana saya ini dan semua harta saya akan jadi milik kamu. Saya yakin, punya suami kaya raya adalah impian setiap wanita."
Bersambung ....
mampus kau david,habis ni kau akan liat kemurkaan dan kemarahan bang alex 🤭😅😅