Jiro Adrian pernah mencintai wanita begitu dalam namun di hianati, beberapa tahun kemudian setelah bertunangan dengan wanita lain tiba-tiba masa lalunya hadir dan kembali mengacak-acak hatinya.
Pria itu menyayangi tunangannya tapi juga tak bisa melepaskan wanita masa lalunya karena ingin membalas rasa sakit hatinya dahulu.
Lalu siapa yang akan ia pilih, tunangannya yang telah membantunya kembali bangkit atau justru masa lalunya yang banyak menyimpan rahasia yang tak pernah ia duga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qinan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab~17
"Keluar!"
Hanna nampak terkesiap ketika mendengar suara tajam seseorang, rupanya ia ketiduran saat dalam perjalanan pulang. Jarak kantor dan rumahnya yang lumayan jauh membuatnya merasa bosan sekaligus lelah dan tanpa sadar ia terlelap sejenak.
"Terima kasih," ucapnya lantas segera membuka pintunya dan berlalu turun.
Ngomong-ngomong darimana pria itu mengetahui tempat tinggalnya padahal ia tak pernah mengatakan sebelumnya, mungkin dari CV saat ia melamar pekerjaan pikirnya.
"Jangan pernah berpikiran macam-macam, aku mengantarmu karena perintah papa," tukas Jiro melihat punggung wanita itu.
Hanna hanya mengangguk kecil tanpa tak berniat menatapnya. "Jangan khawatirkan hal itu," sahutnya lalu segera turun dan menutup pintunya dengan sedikit keras.
Kemudian wanita itu pun berlalu pergi, menyapa beberapa orang yang ia kenal dan juga anak-anak yang sedang bermain di area apartemen yang lumayan padat tersebut namun tanpa Hanna sadari Jiro nampak mengawasinya dari mobil sampai ia menghilang di kegelapan malam.
Keesokan harinya....
"Buatkan saya kopi!"
Pagi itu Jiro yang baru datang nampak berhenti sejenak tepat di depan meja kerja Hanna lalu segera masuk ke dalam ruangannya.
Semenjak menjadi sekretarisnya baru kali ini pria itu meminta kopi padanya padahal biasanya selalu OB yang di perintahkan untuk membuatkannya padahal dahulu kopi buatannya adalah salah satu favoritnya.
Namun kini Hanna nampak enggan melakukannya, bukan berarti tak bisa lagi membuatnya namun ia khawatir itu akan di jadikan alasan untuk mencari-cari kesalahannya karena ia tahu tujuan pria itu menerimanya bekerja di sini adalah untuk membalas rasa sakit hatinya dahulu meskipun saat ini sudah memiliki penggantinya.
Setelah membuatnya kemudian di ketuknya pintu ruangan pria itu lalu segera di buka setelah mendapatkan sahutan dari dalam, rupanya ada Sofie di sana mungkin wanita itu datang saat ia pergi ke pantry.
"Hai Hanna," sapa wanita itu dengan ramah ketika ia baru masuk.
"Selamat pagi nona Sofie,"
Hanna membalas sapaan wanita yang kini nampak memeluk mesra lengan kekar kekasihnya tersebut, padahal hari masih pagi tapi mereka sudah tak tahan untuk tidak bermesraan pikirnya.
"Apa ada lagi tuan?" tanyanya setelah meletakkan secangkir kopi hangat di hadapan pria itu.
Jiro nampak melirik kopinya yang terlihat tanpa asap. "Ganti, saya suka kopi panas!" ucapnya tanpa perasaan.
Hanna mengangguk kecil kemudian di ambilnya kembali secangkir kopi tersebut lalu di bawanya keluar, sepertinya lama tak bertemu selera pria itu telah berubah. Ia masih mengingat dahulu mantan kekasihnya itu menyukai kopi hangat bahkan nyaris dingin untuk menemaninya belajar, ia pikir dahulu pria itu minum kopi yang sudah dingin karena ingin berhemat tapi rupanya karena memang suka dan lebih nikmat katanya.
"Manusia memang bisa berubah seiring berjalannya waktu," gumamnya dan yang tak berubah hanya dirinya yaitu tetap mencintai pria itu.
Beberapa saat kemudian Hanna kembali datang dengan membawa secangkir kopi panas dengan asap yang masih mengepul, namun wanita itu langsung membuang muka ketika melihat Sofie kini sudah berada di atas pangkuan CEOnya tersebut.
"Apa ada yang bisa saya bantu lagi tuan?" tanyanya dengan pandangan sedikit menunduk.
"Keluar!" perintah Jiro kemudian.
Hanna mengangguk lantas segera berlalu keluar namun saat hendak membuka pintunya tiba-tiba Sofie memanggilnya.
"Hanna, besok adalah hari pertunangan kami kamu jangan lupa datang ya!" Wanita yang masih duduk di atas pangkuan kekasihnya itu menatapnya dengan penuh harap.
"Nanti saya usahakan nona Sofie," sahutnya lalu wanita itu pun segera keluar.
"Biarkan saja dia mau datang atau tidak," ucap Jiro yang masih terdengar di telinga Hanna saat menutup pintunya.
Benar kata pria itu tak ada keharusan dirinya untuk datang, bukan karena tidak menghormati tapi mereka juga tidak akan peduli dengan kehadirannya.
Hanna pun kembali sibuk dengan pekerjaannya, memeriksa beberapa pekerjaan yang tersisa kemarin. Beruntung hari ini nyonya Catherine dan bosnya itu tak berulah dengan memberikannya banyak pekerjaan mungkin karena besok adalah akhir pekan pikirnya.
"Hanna, apa kak Jiro ada di ruangannya?"
Tiba-tiba Jovan datang dan bersamaan itu pintu ruangan bosnya di buka dari dalam, nampak pria itu dan Sofie berlalu keluar sepertinya mereka akan pergi.
"Kak Jiro kenapa berbohong padaku, semalam mama tak memerlukan bantuanku?"
Jovan langsung melayangkan protes padahal kemarin ia ingin menemani Hanna lembur tapi gara-gara kakak sepupunya itu ia terpaksa pulang lebih awal.
"Benarkah? Mungkin mama Lucy lupa," sahut Jiro lantas berlalu pergi dari hadapan mereka.
"Apa kak Jiro mau keluar?" tanya Jovan menatap kepergiannya.
"Hm," pria itu terus saja melangkah pergi.
"Jo, apa kamu tidak tahu jika kakakmu baru membeli mobil baru? Aku ingin jadi wanita pertama yang menaikinya," terang Sofie dengan tak sabar kemudian kembali menyusul kekasihnya tersebut.
"Pamer saja terus," gerutu Jovan dengan kesal.
Kakak sepupunya memang baru saja membeli mobil sport keluaran terbaru dengan harga yang tak main-main, ia juga menginginkannya tapi tabungannya masih belum cukup.
Hanna menggeleng kecil sembari tersenyum menatap kekesalan pria itu, rupanya benar bosnya baru membeli mobil dan apa itu berarti ia perempuan pertama yang menaiki mobilnya semalam?
"Jangan berpikiran macam-macam aku mengantarmu karena perintah papa,"
Ucapan pria itu semalam pun kembali terngiang di kepalanya dan itu menyadarkannya untuk terus mengontrol perasaannya.
"Oh ya Hanna apa nanti malam kamu akan lembur lagi?" tanya Jovan kemudian yang kini nampak menarik kursi dan duduk di depan meja wanita itu seraya meletakkan dokumen yang sebelumnya ia bawa.
"Sepertinya tidak tuan Jovan," Hanna yang sebelumnya fokus dengan layar monitornya nampak tersenyum menatapnya.
"Oh ku pikir lembur lagi," ucap Jovan lagi dengan wajah kecewanya.
Tak berapa lama gawai pria itu pun berdering dan segera di angkatnya. "Iya kak, sekarang? Astaga, baiklah." ucapnya lalu segera beranjak dari duduknya.
"Selalu saja mengganggu," gerutunya kemudian.
"Maaf ya Hanna aku pergi dulu karena harus menggantikan kak Jiro mengunjungi kantor cabang, oh ya bisakah kamu taruh dokumen ini di meja kakak?" imbuh pria itu seraya menyentuh dokumen yang ia bawa sebelumnya.
"Tentu saja," Hanna mengangguk dengan senang hati.
"Terima kasih Hanna kamu memang yang terbaik," Jovan pun segera berlalu pergi. Entah kenapa ada saja halangan saat ia ingin bersama dengan wanita itu.
Setelah pria itu pergi, Hanna segera mengambil dokumen tersebut lantas di bawanya masuk ke dalam ruangan CEOnya dan segera di taruh di atas mejanya. Saat hendak kembali keluar pandangannya nampak tak sengaja kearah secangkir kopi yang masih penuh dan sepertinya belum tersentuh.
"Bukankah dia suka kopi panas kenapa tidak di minum?" gumamnya, mungkin pria itu sengaja ingin mengerjainya saja.