Mila, seorang gadis modern yang cerdas tapi tertutup, meninggal karena kecelakaan mobil. Namun, takdir membawanya ke zaman kuno di sebuah kerajaan bernama Cine. Ia terbangun dalam tubuh Selir Qianru, selir rendah yang tak dianggap di istana dan kerap ditindas Permaisuri serta para selir lain. Meski awalnya bingung dan takut, Mila perlahan berubah—ia memanfaatkan kecerdasannya, ilmu bela diri yang entah dari mana muncul, serta sikap blak-blakan dan unik khas wanita modern untuk mengubah nasibnya. Dari yang tak dianggap, ia menjadi sekutu penting Kaisar dalam membongkar korupsi, penghianatan, dan konspirasi dalam istana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 Jejak Pengkhianatan
Istana Cine, meski luas dan megah, memiliki tempat-tempat tersembunyi yang hanya diketahui sedikit orang. Salah satunya adalah lorong rahasia yang menghubungkan kediaman utama Kaisar dengan ruang catatan militer kuno. Lorong itu seharusnya tidak diketahui siapapun—kecuali satu pelayan baru yang belum lama ini ditugaskan di ruang dalam Kaisar.
Pelayan itu bernama Lian Xiu. Usianya muda, wajahnya tenang, namun gerak-geriknya selalu hati-hati. Tak seorang pun mencurigainya, termasuk kepala pelayan istana. Tapi malam itu, Lian Xiu memasuki lorong rahasia... dengan sepucuk surat dalam tangan yang digulung rapi.
Sementara itu, di kamar pribadinya, Kaisar Liu membuka surat dari Qianru yang tiba dalam bentuk kotak herbal. Isinya berupa kode rahasia yang hanya bisa dibaca oleh orang yang mengetahui sandi istana.
Wajah Kaisar berubah pucat ketika membaca kalimat demi kalimat.
“Gu Yong’an bekerja sama dengan Suku Beihou. Serangan akan terjadi dalam tiga minggu. Mereka memiliki mata-mata di dalam istana, dekat dengan Anda.”
Tanpa menunggu waktu, Kaisar memanggil Pasukan Bayangan Istana, dan memerintahkan pengawasan penuh di seluruh kompleks dalam.
Kaisar memanggil Jenderal Mo Zhen, panglima tertua dan paling loyal.
“Aku tidak bisa mempercayai siapa pun lagi, Jenderal,” ucapnya berat. “Qianru menyebut ada penyusup di dekatku. Aku ingin kau selidiki semua orang—bahkan pelayan pribadiku.”
Jenderal Mo mengangguk. “Saya akan memeriksanya secara pribadi, Yang Mulia. Dan jika benar... saya akan menyingkirkannya diam-diam.”
Di Linzhou, Qianru menerima kabar dari mata-matanya bahwa Gu Yong’an akan meninggalkan kota menuju perbatasan Beihou dalam waktu dua hari.
“Dia ingin bertemu langsung dengan kepala suku Beihou. Mereka akan memfinalisasi rencana penyerangan,” kata Ling Xun.
“Kalau begitu, kita harus mendahului mereka,” ucap Qianru mantap. “Jika kita bisa menangkap percakapan itu, kita akan punya bukti paling kuat untuk menggulingkan Gu Yong’an.”
Namun rencana mereka tak berjalan mulus. Saat Qianru hendak menyusup ke tempat pertemuan, sekelompok pembunuh menyerang di tengah jalan. Pertarungan sengit terjadi di bawah cahaya bulan, pedang beradu, dan darah berceceran di salju.
Ling Xun terluka parah. Tapi mereka berhasil melarikan diri dan bersembunyi di gua bekas benteng tua.
Jenderal Mo, melalui penyelidikan intensif, menemukan hal mencurigakan dari Lian Xiu. Saat diperiksa lebih lanjut, ditemukan sebuah cincin kecil dengan lambang Gu di dalam lengan bajunya—lambang keluarga Gu.
Lian Xiu ditangkap dan diinterogasi diam-diam. Setelah ditekan, ia mengaku bahwa tugasnya adalah membuka gerbang istana saat fajar di hari penyerangan, dan mematikan sistem sinyal api yang biasa digunakan untuk meminta bantuan militer.
“Dia dibayar dengan nyawa orang tuanya,” ujar Jenderal Mo pada Kaisar. “Jika ia gagal, keluarganya akan dibunuh.”
Kaisar menatap kosong ke arah langit malam. “Mereka sudah sejauh itu…”
Di saat bersamaan, Qianru yang berhasil mencuri potongan peta dan surat perjanjian antara Gu Yong’an dan Suku Beihou, menyalakan sinyal darurat menggunakan api ungu—tanda bahwa bukti mutlak telah didapat, dan Kaisar harus bertindak segera.
Namun malam itu, sebelum mereka sempat pergi lebih jauh, pasukan Beihou mengepung gua mereka.
Qianru menggenggam belati tajamnya, tatapannya tajam seperti elang.
“Aku sudah sampai sejauh ini. Aku tidak akan mati sekarang" gumam Qianru
Di dua tempat berbeda, istana dan perbatasan, dua rencana bertabrakan. Qianru menghadapi kematian di depan mata.
Sementara Kaisar harus segera memutuskan: menunggu bukti langsung... atau menyerang lebih dulu.
Bersambung