NovelToon NovelToon
Hidup Dalam Andai

Hidup Dalam Andai

Status: sedang berlangsung
Genre:Konflik etika
Popularitas:48
Nilai: 5
Nama Author: Romi Bangun

Mengkisahkan Miko yang terjebak lingkaran setan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Romi Bangun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ALUR

Hari yang dinantikan telah tiba. Atau mungkin lebih ingin disebut hal yang ku takutkan.

Tepat di akhir bulan pertengahan tahun ini, aku habis kontrak. Ini adalah hari dimana aku terakhir bekerja.

Jadwal masuk hari terakhirku bertepatan pada shift malam.

"Yang semangat dong, jangan loyo gitu..." ucap Yudha kepadaku.

Aku hanya membalas dengan tatapan tersenyum. Bukan senyuman manis, namun senyuman pahit yang kurasakan.

Entah apakah Yudha juga merasakan pahit senyumanku.

"Aktor kita udah mau lulus nih," ucap seniorku setibanya aku di Lane.

"Syukur bang.. bisa santai dulu hahaha," candaku.

"Hmmm... santai ya.." sambung ku bergumam.

Hari demi hari ku lewati. Pagi, sore, malam aku bekerja tanpa kenal lelah. Semangat membara untuk keberlangsungan hidupku, dan keluargaku.

Namun segala hasil telah lenyap tanpa sisa. Begitu pula gaji yang seharusnya aku terima akhir bulan ini.

Hampir semuanya telah masuk hitungan untuk bayar hutang.

Sadisnya, aku tak punya pintu lebar untuk mengungkapkan masalahku.

Yudha saja tak cukup. Bukan berarti aku tak menganggapnya. Hanya saja, seharusnya aku boleh mempunyai ruang lebih.

Jika aku memaksa untuk bercerita kepada Ibu, aku takut.

Jika aku bicara dengan kakak, sepertinya mustahil.

Kekasih? Mungkin saja. Tapi jelas resikonya dia akan meninggalkanku.

"Hahhh... bodoamat lah.." ucapku sambil menghembuskan nafas.

Malam ini aku tak banyak bekerja. Hanya kebanyakan santai, tidur, dan berkeliling.

Namanya juga hari terakhir.

-

Pagi sebelum pulang, aku berkeliling lagi untuk berpamitan. Dengan rekan, atasan, dan orang-orang yang ku kenal di pabrik.

"Bang.. saya minta maaf kalau ada salah ya. Hari ini saya terakhir...

"...bro, sory kalo ada salah ya."

"Sukses selalu bro, makasih selama ini."

"Jangan lupain gue ya, hahaha..."

"Sekarang lu harus sering lembur Rik, gue kan udah abis.. hehehe.."

Kalimat perpisahan terucap. Tapi ikatan yang kami jalin pastinya tak berakhir begitu saja. Pabrik ini sudah seperti rumah kedua bagiku.

Kata orang, pabrik tempatku bekerja ini kejam. Tapi aku malah menikmatinya. Alasannya pasti karena rekan-rekan didalamnya.

Nyaman, tapi tetap harus berakhir.

Satu-satunya penyesalan hanyalah hasil yang ku tuai selama ini.

Tapi di antara penyesalan dan kebingungan, aku berharap oleh rumor yang beredar.

Rumornya, untuk angkatanku ini masih bisa mendapatkan kompensasi setelah kontrak berakhir.

Artinya, aku tak hanya mendapat gaji terakhir. Namun juga dapat "bonus" setelah menyelesaikan kontrak.

Jumlahnya pun tak sedikit, yakni sekali gaji atau lima juta enam ratus.

Tadinya aku tak begitu berharap sebelum Yudha berkata,

"Angkatan lu itu dapet Mik, kompensasi. Sekali gaji lho.. lumayan banget."

Dia mengatakannya saat kami istirahat berdua. Karena itulah aku malah jadi berharap lebih.

-

Setelah jam kerja selesai, aku berjalan keluar. Langkah demi langkah. Menatap kanan, kiri, atas, dan bawah.

Tanpa sadar aku mengucapkan,

"Terimakasih...."

Ya, terimakasih telah menerimaku. Perusahaan yang baik. Setidaknya itu menurutku.

"Ahhhh... lulus juga broo.." ucapku kepada semua rekanku.

Kami berfoto di warkop pagi itu. Semuanya hadir, bahkan beberapa senior pun turut datang.

Sebenarnya aku terharu, tapi terlalu malu untuk mengungkapkan.

Kemudian semuanya selesai. Dua tahun benar-benar waktu yang cepat.

Benar kata orang, kalau menikmati waktu itu pasti terasa sangat cepat.

Selesai urusan, aku pulang menuju kos.

-

Waktu menunjukan pukul 10.32. Matahari sudah lumayan tinggi, dan panas.

Aku berjalan lemas hingga ke pintu kos. Tanganku menggenggam pegangan pintu dengan letih, kemudian membukanya.

"Berantakan..." ucapku.

Hari yang hampa.

Sekarang aku tinggal menunggu gajian turun. Mungkin agak siangan, atau mungkin juga sore.

Sebelum beristirahat, aku pergi terlebih dahulu untuk makan.

"Sekarang aku bebas, tapi juga sunyi." batinku sambil makan nasi lauk telur.

Di sela aku mengunyah, notif di ponsel berbunyi. Bukan notif pesan. Tapi notif dari aplikasi mobile banking.

Suara yang membuatku bersemangat.

Dengan penuh senyum aku pun mengangkat ponsel. Membuka layar kunci. Lalu langsung masuk ke aplikasi.

Payroll pembayaran upah Rp11.200.000 dari PT *******

Aku menatapnya sebentar, kemudian..

"JACKPOTTT!"

Teriakanku sampai mengejutkan Ibu penjaga warteg.

"Duh mas.. bikin kaget aja.."

"Hehe.. maaf ya Bu."

Benar kata Yudha. Aku dapat kompensasi. Dengan gaji dan kompensasi, harusnya hidupku sangatlah aman.

Faktanya, sebagian gaji harus ku ambil untuk bayar hutang bulan ini.

Tapi karena ada kompensasi, maka total seluruh gaji aku bayarkan untuk hutang. Spesifiknya untuk bulan ini dan bulan depan.

"Masih sisa lima jutaan.. aman buat pegangan sambil cari kerja." ucapku.

Aku sangat bersyukur. Pendosa sepertiku masih diberi kesempatan. Akan ku gunakan sebaik mungkin kesempatan ini.

Hari itu juga kan aku sudah memutuskan untuk berhenti.

Selamanya.

-

Setelah kenyang, aku kembali menuju kos. Sambil berjalan aku memasang senyum puas penuh rasa syukur.

Sekarang, yang harus kulakukan tak banyak.

Fokus, berusaha, dan pastinya.... irit.

Tak seperti waktu pulang tadi, kini aku berjalan tegap. Memegang gagang pintu dengan gagah, dan masuk ke kos.

Aku membereskan kamarku yang berantakan sebelum kemudian tidur.

Rasanya hari ini yang bisa dilakukan hanya tidur.

-

Aku terbangun sore hari dengan badan lebih ringan. Tidak ada alarm. Tidak ada jadwal. Tidak ada target produksi.

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, hidup terasa tidak mendesak.

Aku duduk di kasur, menatap langit-langit kos yang kusam.

Seperti kah rasanya bebas?

Ponselku tergeletak di samping bantal. Aku meraihnya, sekadar memastikan waktu. Tidak ada notifikasi penting. Tidak ada telepon. Tidak ada pesan.

Hening.

Dan di situlah pikiranku mulai bekerja terlalu jauh.

Aku membuka mobile banking lagi. Bukan karena perlu, hanya memastikan angka itu masih ada. Lima juta lebih. Nyata. Aman.

Aku tersenyum kecil.

“Kalau dipikir-pikir…” gumamku pelan,

“…hidup gue sebenernya gak seburuk itu.”

Aku mulai membayangkan beberapa kemungkinan yang terasa aman dan masuk akal.

Bisa bayar kos tepat waktu tanpa takut nunggak seperti bulan kemarin.

Makan enak sesekali tanpa berpikir dua kali.

Cari kerja tanpa panik dan bahkan menabung sedikit.

Semua terlihat rapi di kepala.

Namun tampaknya otakku tidak di desain untuk rapi.

Karena setelah itu, bahkan tanpa sadar, muncul satu pikiran lain.

Kecil. Halus. Hampir tak terasa.

"Kalau pun kepeleset sedikit… sekarang kan ada bantalan."

Aku langsung menepisnya. Duduk lebih tegak. Menggeleng.

“Enggak,” kataku tegas.

“Gue udah cukup dalem jatuh..."

"...bukan jatuh lagi, malah sengaja terjun bebas sih.." sambung ku.

Namun pikiran itu tidak pergi.

Ia hanya diam. Menunggu seperti biasa.

Aku hanya takut pengulangan itu terjadi.

Sama seperti janji-janji yang berulang kali ku ucapkan, lalu ku ingkari dengan tenang.

Karena itu juga, untuk pertama kalinya aku sadar. Pengulangan itu tidak selalu dimulai dari kekalahan.

Kadang ia lahir dari rasa aman.

Dari saldo yang masih utuh.

Dari hari yang terasa ringan.

Dari pikiran bahwa kali ini aku punya kendali.

Padahal justru, di sanalah aku paling lengah.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!