NovelToon NovelToon
PEMILIK HATI TUAN MUDA MAFIA

PEMILIK HATI TUAN MUDA MAFIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Gadis nakal / Identitas Tersembunyi / CEO / Mafia / Romansa / Iblis
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: TriZa Cancer

"𝘽𝙧𝙚𝙣𝙜.. 𝙗𝙚𝙣𝙜.. 𝙗𝙚𝙣𝙜.. "
𝘼𝙙𝙪𝙝 𝙖𝙬𝙖𝙨... 𝙝𝙚𝙮𝙮𝙮... 𝙢𝙞𝙣𝙜𝙜𝙞𝙧.. 𝘼𝙡𝙖𝙢𝙖𝙠..

𝘽𝙧𝙪𝙠𝙠𝙠...

Thalia putri Dewantara gadis cantik, imut, berhidung mancung, bibir tipis dan mata hazel, harus mengalami kecelakaan tunggal menabrak gerbang, di hari pertamanya masuk sekolah.

Bagaimana kesialan dan kebarbaran Thalia di sekolah barunya, bisakah dia mendapat sahabat, atau kekasih, yuk di simak kisahnya.

karya Triza cancer.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TriZa Cancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

MANGGALA HOSPITAL

Motor Athar kini berhenti di depan Manggala Hospital, rumah sakit megah milik keluarga Athar.

Begitu mesin dimatikan, Thalia langsung melompat turun dan berbalik cepat niat kabur.

Namun langkahnya terhenti ketika suara datar dan tegas menggema dari belakang.

“Thalia.”

Nada dingin khas Athar itu membuat Thalia refleks menoleh, cengengesan.

“Heee… Tar, gue mau ke toilet, kebelet pipis. Beneran deh…”

Athar menatapnya datar tanpa ekspresi percaya.

“Toilet? Itu parkiran?” ujarnya kalem tapi tajam.

Thalia garuk kepala, “Eh… iya kan bisa aja gue nyasar, ya kan?”

Tanpa menjawab, Athar langsung menarik tangan Thalia, membuat gadis itu melotot.

“Heh! Lo ngapain sih narik-narik?! Gue nggak bakal kabur, sumpah!”

Namun langkah Athar tetap mantap, menyeret Thalia menuju ruang UGD.

Sepanjang lorong rumah sakit, beberapa dokter dan perawat yang lewat berhenti sejenak menatap mereka. Bisik-bisik pun bermunculan.

“Eh itu bukannya Tuan Muda Athar..?”

“Iya, tapi kok dia pegang tangan cewek?”

“Bukannya dia paling gak suka disentuh orang? Selain keluarganya sendiri.”

“Apa jangan-jangan… pacarnya?”

“Astaga, mereka serasi banget, sumpah…”

Wajah Thalia langsung memanas.

“Nah liat tuh, jadi tontonan orang kan!” bisiknya geram."Udah lepasin deh ngapain juga harus di pegangin gini"

Athar hanya menjawab datar, “Biar gak kabur.”

Baru saja mereka hendak masuk UGD, suara lembut tapi tegas menghentikan langkah mereka.

“Abang.”

Athar menoleh. Seorang wanita paruh baya berwajah lembut berdiri di sana, masih mengenakan pakaian bedah, Dewi sang grandma ahli bedah profesional sekaligus pemilik rumah sakit Manggala hospital

Dewi menatap cucunya, lalu melirik tangan Athar yang masih menggenggam tangan Thalia. Sudut bibirnya terangkat pelan.

“Abang, itu…?”

Athar cepat-cepat menjawab, tenang tapi sedikit kikuk,“Temen.”

Dewi tersenyum tipis, jelas tak sepenuhnya percaya, tapi memilih diam.“Kenapa?”

Athar menunjuk lengan Thalia yang berdarah.

“Kena peluru.”

Alih-alih panik, Dewi hanya mengangguk kalem.“Oke, sini. Biar Grandma aja yang obatin. Yuk kita ke ruangan Grandma .”

Athar mengangguk dan kembali menuntun tangan Thalia, mengikutinya masuk ke ruang dokter pribadi milik grandmanya.

Thalia yang digandeng sepanjang jalan hanya bisa mendesah panjang.“Kenapa sih harus digandeng terus kayak anak TK nyebrang jalan? Gue nggak bakal kabur, sumpah.”

Athar menjawab datar tanpa menoleh,

“Yakin...?sudah 2x kabur..”

“Eh itu… beda kasus!” protes Thalia sambil manyun.

Dewi hanya tersenyum kecil dari depan, matanya melirik ke arah dua remaja itu lewat pantulan kaca ruangan. Dalam hati ia bergumam pelan,

" Hm, sepertinya aku baru saja melihat calon cucu mantu yang cocok buat Athar."

Thalia duduk di atas bed pemeriksaan, melepas jaketnya dengan gerakan malas sambil menatap Dewi yang tengah menyiapkan alat-alat medis.

“Lia cuma kegores aja, Bu Dokter. gak usah nyiapin alat segitu banyaknya, Ini mah alatnya udah kaya mau oprasi jantung."gumamnya cemberut.

Dewi menoleh dengan tatapan hangat, tapi tegas.“Panggil Grandma, sayang. Kayak Athar.”

Thalia terdiam sebentar, lalu mengangguk patuh.

“Oke deh, Grandma. Tapi serius, cuma kegores peluru aja kok, Grandma. Nggak usah peralatan lengkap gini, gue..eh...aku nggak mau dibedah hidup-hidup.”

Dari sofa, Athar yang sejak tadi bersandar sambil memainkan ponselnya langsung nyeletuk datar:

“Kenapa? Takut?”

Thalia melotot ke arahnya.

“Bukan takut, tapi sadar diri. Gue cuma ngasih tahu keadaan gue. Lo tuh yang suka lebay.”

Dewi cuma menggeleng sambil tersenyum kecil, sementara suasana ruangan semakin ramai oleh sindiran tipis mereka.

Thalia menatap Dewi sambil berbisik pelan,

“Maaf Grandma Lia mau tanya..dulu Tante Devina waktu ngidam makan apa sih? Kok anaknya bisa nyebelin begini?”

Suara tawa halus keluar dari bibir Dewi yang berusaha menahan diri agar tetap tampak profesional.

Namun sebelum sempat ia menjawab, suara Athar terdengar datar tapi jelas dari sofa:

“Gue denger, Tata.”

Thalia langsung menatap tajam.

“Nama gue Thalia, bukan Tata. Jangan ngubah nama orang semaunya. ?”

Athar mengangkat alis tanpa menatap dirinya

“Lucu.”

“Gue gak niat ngelucu,” balas Thalia cepat.

Dewi akhirnya menengahi dengan nada lembut tapi berwibawa.

“Sudah-sudah, kalian ini kayak kucing sama anjing aja. Sekarang Grandma tanya, kenapa kamu bisa kena peluru, Nak?”

Thalia baru membuka mulut hendak menjawab, tapi Athar sudah lebih dulu bicara tanpa menoleh sedikit pun.

“Nolongin Bunda sama Ayah.”

Dewi menatap cucunya lama, lalu menghela napas panjang.

“Keluarga kita memang gak pernah bisa hidup tenang. Musuh kalian seolah gak ada habisnya baik dari dunia atas maupun dunia bawah .”

Thalia menunduk sejenak, lalu menjawab pelan sambil tersenyum kecil.

“Ya… namanya juga hidup, Grandma. Kadang kita yang ngeburu, kadang kita yang diburu.”

Athar menatap Thalia sekilas. Dalam diamnya, ada rasa kagum yang disembunyikan rapi di balik ekspresi datarnya.

Sementara Dewi hanya bisa menggeleng kecil sambil mulai membersihkan luka Thalia dengan lembut.“Kamu ini bukan gadis biasa ya, Nak. Grandma bisa lihat dari caramu bicara.”

Thalia terkekeh ringan.“Hehe… mungkin cuma darahnya aja yang beda, Grandma darahku abu-abu heee.... Tapi hati masih manusia kok Grandma.”

Dewi tersenyum, lalu menatap Athar sekilas dengan makna yang tersembunyi di matanya.

"Anak ini… bisa jadi penyeimbang buat cucuku yang keras kepala itu," batinnya.

Setelah berpamitan dengan Dewi kini Athar dan Thalia melangkah menuju parkiran, Thalia menatap Athar "Motor gue mana Tar? "

"Di antar ke rumah" Jawab Athar segera menaiki motornya, dan memasang helm"Naik..gue antar"Perintahnya pada Thalia. Namun Thalia menggeleng.

"Gue udah pesen taksi tuh.. " Tunjuk Thalia pada taksi yang baru datang, namun langkah Thalia kalah cepat dengan Athar. Saat melihat taksinya pergi Thalia melongo tak percaya.

"Athar lo apain itu taksi kenapa pergi..?" Thalia menatap Athar kesal.

Athar menyandarkan satu tangan di motornya sambil menatap Thalia dengan wajah datar khasnya.“Gue suruh balik,” ucapnya tenang.

Thalia memincingkan mata. “Balik? Lah terus gue gimana pulangnya, lo pikir gue burung bisa terbang, hah?”

Athar memutar kunci motor dan duduk di atasnya. “Sama gue..Naik.”

“Apaan naik..?Gue bisa pulang sendiri, atau jemput Ian aja lah..” Thalia mendengus kesal, tangannya sudah terangkat seolah ingin menepis udara. Tapi dalam detik berikutnya, Athar menatapnya tajam. Tatapan yang nggak perlu kata, tapi cukup bikin Thalia mendadak diam.

“Naik, Lia,” ulang Athar dengan suara rendah tapi tegas. Athar tidak suka mendengar nama Ian yang sudah pasti yang di maksud adalah Andrian.

"Ogah... "

"Naik atau coki lo... " Ucapan Athar terpotong karena Thalia melotot. "Ich apaan sih ancemannya si coki mulu emang gue percaya.. "

Tanpa berkata Athar membuat panggilan dan menekan tombol loadspeaker. Terdengar suara dari sebrang "Malam bos ada yang bisa kita bantu."

"Vespa.. " satu ucapan Athar membuat Thalia yang cuek kini meliriknya. Karyawan Athar berkata kembali "Oh vespa yang kemarin penuh stiker ya bos.. Udah beres bos mau kita kirim kemana? "

"Pukul lagi dan.. " Thalia melotot segera merebut ponsel Athar. "Heh awas ya kalian kalau rusakin Vespa gue.. Gue akan laporin kalian atas tuduhan pengerusakan dan penganiayaan terhadap coki.. " Omel Thalia tanpa tau ponsel sudah Athar matikan.

Athar tersenyum kecil menatap wajah Thalia yang kesal. "Jadi.. "

Thalia mendecak, “Ngancem mulu dasar batu, nyebelin ngeselin aaaaaa....!!"Ingin sekali Thalia mencakar muka Athar, Namun ia tetap melangkah mendekat dan naik ke motor, menggerutu kembali sambil menarik helm dari tangan Athar. “Sumpah ya lo kenapa ngeselin banget, Kalau sampe gue masuk angin karena lo.. Lo harus tanggung jawab."

“Hmm.” Hanya gumaman datar yang keluar dari bibir Athar.

Saat motor mulai melaju, Thalia duduk kaku tanpa berani memegang apa pun. Tapi ketika Athar menambah kecepatan di tikungan, ia langsung spontan memeluk punggung Athar erat.“Gila! Lo mau bikin gue jatuh, hah?! sini gue aja yang bawa motor. "

Athar hanya tersenyum tipis, senyum langka yang nyaris tak terlihat oleh Thalia.

“Tenang aja, gue nggak bakal jatuhin lo. Lo kan... penolong nyokap bokap gue hari ini.”

Thalia sedikit tertegun mendengar itu, tapi buru-buru menutupi wajahnya dengan helm dan bergumam, “Apaan sih, sok manis lo… bikin gue geli.”

Athar terkekeh pelan, kali ini suaranya lebih lembut. “Emang lo cocoknya diginiin biar diem.”

“Tar! Sumpah lo bikin gue merinding deh kalau ngomong panjang gitu, mana sok manis lagi..”Ucap Thalia sambil tetap memeluk pinggang Athar, pura-pura kesal tapi diam-diam merasa hangat oleh perhatian dingin yang jarang keluar dari cowok itu.

Malam pun terasa sedikit lebih panjang di antara deru mesin dan angin yang berhembus, membawa dua jiwa yang saling bertabrakan, antara dingin dan panas, antara kesal dan entah kenapa… nyaman.

1
Nagisa Furukawa
Gak sabar nih nungguin kelanjutannya, update cepat ya thor!
TriZa Cancer: siap kak di tunggu ya😍
total 1 replies
🌻🍪"Galletita"🍪🌻
Nggak sabar buat lanjut ceritanya!
TriZa Cancer: makasih kak sudah mampir di tunggu ya😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!