NovelToon NovelToon
BAYANG MASA LALU KELUARGA

BAYANG MASA LALU KELUARGA

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: biancacaca

Najla anerka ariyani arutama
Nama dia memang bukan nama terpanjang di dunia tapi nama dia terpanjang di keluarga dia
Memiliki 4 saudara laki laki kandung dan 3 saudara sepupu dan kalian tau mereka semua laki laki dan ya mereka sangat overprotektif akhh ingin sekali menukar merek semua

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon biancacaca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PART 7

### **Markas Council — Ruang Sidang Tertutup**

Pintu batu dihantam dari dalam.

“AKTIFKAN PROTOKOL OBOR KEDUA—SEKARANG!”

Para tetua yang biasanya dingin dan penuh wibawa, sekarang berdiri tegang seperti jenderal yang baru sadar negaranya punya perang saudara.

“Pewaris kedua tidak tercatat!” teriak salah satu.

“Karena kita tidak pernah *menguji garis perempuan!*” balas yang lain.

Air hitam di kolam garis keturunan kembali berombak, memperlihatkan dua siluet:

**yang tinggi bagai menara rusak**,

**yang kecil bagai pisau tersembunyi.**

Tetua utama meremas tongkatnya.

“Kita menghadapi dua pewaris Arselion. Satu mengobarkan perang. Satunya… *tidak terlihat sebelum dia memotong leher kita.*”

Ruangan hening.

Lalu satu kalimat jatuh seperti vonis:

“Temukan bayangan kedua… sebelum dia tahu seberapa kuat dirinya.”

---

### **Markas Sementara Arlen**

Kai membanting laptopnya tertutup.

“Jejak digital kosong. Gak ada CCTV berhasil nge-lock mukanya. Penjaga yang liat dia mengalami *amnesia teror selektif*. Ini bukan gerakan newbie.”

Darren nyengir bangga sekaligus ngeri.

“Adik lo lebih hantu dari lo, Len.”

Regar cuma geleng-geleng kepala.

“Lo besarin dia pake apa sih?”

Arlen berdiri di tengah ruangan.

Bukan panik.

Bukan marah.

*Bangga.*

Dan sedikit… waspada.

“Gue gak harus cari wajahnya,” katanya pelan.

“Gue cuma perlu cari gaya permainannya.”

Kai langsung paham.

“Gaya apa?”

Arlen menatap peta kota, jari menunjuk 3 titik:

Gudang Council disusupi tanpa alarm

Penjaga di-“didik”, bukan dibunuh

Pesan tertulis, bukan pesan digital

Lalu dia menyeringai kecil, gelap:

“Dia gak mau berisik. Dia mau mereka ketakutan sebelum kalah.”

Darren bersiul rendah.

“Kayak lo kalau lagi gak mau kebauan mayat.”

Arlen mengambil kunci motor.

“Dia bakal nyerang titik kecil dulu. Infrastruktur, bukan orang. Karena dia mau *suara*, bukan *darah.*”

Kai langsung berdiri.

“Lo mau nyusul dia?”

Arlen membuka pintu.

“Gue mau *nyegat* dia.”

---

### **Dan benar saja…**

### **30 menit kemudian — jaringan relay Council, atap menara komunikasi tua**

Najla jongkok di tepi tiang besi tinggi, angin bikin hoodie-nya berkibar.

Di bawah, antena relay — saraf informasi Council.

Dia menempelkan sebuah chip kecil buatan Kira.

Begitu chipnya aktif, semua frekuensi internal Council akan menerima satu pesan singkat, berulang, gak bisa dihapus:

**“Pewaris kalian bukan satu.”**

Najla menekan tombol.

Lampu chip berkedip.

Aktif.

Dia berdiri… dan menoleh ke arah kota yang jauh, puas.

“Dua langkah. Belum ada jejak. Aman.”

Lalu dia berbalik—

Dan membeku.

Karena di gedung seberang, berdiri seorang pria bersiluet panjang.

Jaket gelap. Rambut berantakan ditiup angin.

Tangan di saku.

Berdiri terlalu santai untuk seseorang yang berada di tepi gedung.

Arlen.

Tatapan mereka beradu.

Tidak dekat, tidak cukup jauh untuk pura-pura tidak melihat.

Angin lewat… membawa hoodie Najla bergerak, dan jaket Arlen berkibar.

Tidak ada kata.

Tidak ada teriak.

Tapi seluruh kota di bawah mereka seperti menahan napas.

Momen itu singkat.

Tajam.

Penuh pengenalan yang tak perlu dijelaskan.

Lalu terdengar suara langkah dari bawah—pasukan Council mulai mendekat, alarm akhirnya menyadari ada gangguan.

Najla mundur selangkah, mata tetap pada Arlen.

Tanpa suara, dia mengucap 2 kata dengan gerak bibir:

**“Belum saatnya.”**

Arlen tidak membalas dengan kata.

Dia hanya menunduk kecil…

Sepersekian detik.

Bukan tunduk patuh.

Tunduk tanda *mengerti.*

Najla meloncat ke sisi belakang gedung, menghilang.

Detik berikutnya, Arlen juga menghilang ke arah berlawanan.

Council mengepung atap.

Kosong.

Tidak ada jejak.

Tidak ada pelaku.

Hanya antena dengan chip yang berkedip, memancarkan pesan ke seluruh jaringan mereka:

**“Pewaris kalian bukan satu.”**

---

### **Sementara itu, di gang sempit**

Najla bersandar ke dinding, napasnya stabil, tapi matanya menyala.

“Kurang dikit…”

Senyum kecil muncul.

“…kita hampir ketemu beneran, Bang.”

---

### **Di sisi lain gang berbeda**

Arlen menyalakan rokok, menghembus pelan.

Angin membawa asapnya naik.

“Gue besarin monster kedua di rumah sendiri…”

Sudut bibirnya naik.

“…dan baru sekarang Council sadar.”

---

### **20.11 malam — Rumah Keluarga Arselion**

Lampu ruang makan hangat.

Aroma sup ayam, bawang goreng, dan merica.

Benda paling berbahaya di meja hanyalah sendok.

Kalau bukan karena dua orang di dalamnya.

Najla duduk, hoodie-nya diganti sweater besar, rambut agak berantakan seolah dia *habis belajar, bukan lari dari pemburu darah*.

Arlen masuk dari pintu depan, jaket kulit digantung, lengan tergulung.

Seolah dia *habis nongkrong, bukan nonton duel maut dari crane 70 meter.*

Tidak ada yang buka suara duluan.

Regar, Darren, dan Kai duduk di sofa pura-pura main game, padahal kuping mereka 300% aktif.

Mommy lewat sambil taruh panci.

“Makan. Jangan pada diem kayak kursi mahal.”

Dua pasang mata predator mengangguk hampir bersamaan.

Dan makan dimulai… damai… *terlalu damai.*

Sampai akhirnya—

---

### **“Tadi motor di garasi bunyinya beda.”**

Arlen bilang santai, tanpa lihat Najla.

Yang ditanya menyuap sup, tanpa menatap balik.

“Oh? Anginnya kali.”

Regar langsung keselek.

Darren nunduk nutup mulut.

Kai memejamkan mata, mendoakan kesabaran universe.

Arlen mengangguk pelan, seolah masuk akal.

“Angin bisa nyalain mesin dan buka gerbang ya.”

Najla menatapnya lembut, senyum anak manis.

“Kalau anginnya niat, bisa.”

hening dua detik.

Lalu mereka lanjut makan lagi seperti dua agen under cover gagal casting.

---

### **Sementara itu, 3 penonton di sofa:**

Darren (bisik):

“Ini drama keluarga atau negosiasi bom aktif?”

Regar:

“Gue gak tau, tapi gue mau popcorn.”

Kai:

“Diam dan nikmati. Ini sejarah.”

---

### **Kembali ke meja**

Najla menaruh sendok, nada ringan:

“Abang belakangan sering keluar malam ya.”

Arlen nyeruput tanpa ekspresi:

“Hawa rumah panas. Nyari angin.”

Najla manggut-manggut.

“Oh. Banyak angin di atap crane?”

Regar tersedak ronde kedua.

Kai tutup muka.

Darren nyerah pura-pura mati.

Arlen menatap Najla untuk pertama kalinya malam itu.

Bukan tatapan kakak.

Bukan tatapan musuh.

Tapi tatapan dua orang yang *saling tahu rahasia, dan memilih bungkam karena sama-sama keras kepala.*

Senyum tipis naik di sudut bibirnya:

“Lumayan.”

Najla balas senyum yang mirip tapi versi upgrade chaos gremlin:

“Bagus. Jangan masuk angin.”

Percakapan selesai.

Perang belum.

---

# **Di tempat lain — Haku**

Dia duduk di menara air kota, kaki menggantung, makan permen mint.

Di telinganya, radio Council bersahut panik:

> “Jaringan lumpuh 68% — jalur cadangan disabotase — pewaris kedua masih belum tertangkap!”

> “Pewaris pertama bergerak liar tanpa jejak!”

> “Ini bukan perburuan… ini bencana administratif!”

Haku tersenyum damai sambil memasukkan permen lagi.

“Ya ampun, mereka manis sekali kalau panik.”

Lalu dia melihat monitor kecilnya.

Dua titik merah, sangat dekat.

Bukan di medan perang.

Bukan di markas.

Tapi…

**di satu rumah yang sama.**

Senyumnya melebar sangat pelan, sangat gelap.

“Oh…”

Ujarnya lembut, seperti baru lihat anak kucing hutan main korek api.

“Saudara kandung.”

---

# **Kembali ke rumah — koridor lantai 2**

Arlen naik duluan.

Najla naik belakangan.

Tidak janjian.

Tapi langkah mereka berhenti hampir bersamaan di ujung lorong yang sama.

Tidak saling lihat.

Tapi sama-sama bicara ke arah udara:

Arlen:

“Kau mau jadi perisai… atau pedang?”

Najla, tanpa ragu:

“Aku mau jadi korek apinya.”

Arlen menutup mata sebentar, lalu tersenyum kecil.

“Ya sudah. Jangan kebakar sendiri.”

Najla mendengus, tapi ada tawa tipis di ujungnya.

“Jangan kehabisan bensin duluan.”

Mereka berpisah ke kamar masing-masing.

Pintu tertutup hampir bersamaan.

**DUA KLIK. SATU JANJI TAK TERUCAP.**

---

# **Post-credit scene (karena hidup mereka emang film):**

Haku berdiri di depan pagar rumah.

Tangan di saku.

Tatapan ke jendela lantai dua yang tirainya tertutup.

Dia berbisik pelan:

**“Keluarga ini bukan target…”**

Senyumnya naik, tajam seperti benang baja.

**“…mereka event.”**

Lalu dia berbalik dan menghilang.

Tapi dunia mereka… baru saja resmi berubah genre.

---

1
아미 😼💜
semangat update nya thor
Freyaaaa
🤩🤩🤩
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!