Boqin Changing, Pendekar No 1 yang berhasil kembali ke masa lalunya dengan bantuan sebuah bola ajaib.
Ada banyak peristiwa buruk masa lalunya yang ingin dia ubah. Apakah Boqin Changing berhasil menjalankan misinya? Ataukah suratan takdir adalah sesuatu yang tidak bisa dia ubah sampai kapanpun?
Simak petualangan Sang Pendekar Dewa saat kembali ke masa lalunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boqin Changing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melanjutkan Pertarungan
“Sial… ada pendekar raja lain di sini!”
Pendekar ahli yang tersisa mengumpat panik. Ia mengira serangan jarak jauh yang barusan membunuh rekannya berasal dari pendekar raja lainnya yang bersembunyi. Siapa lagi yang mampu melumpuhkan pendekar ahli hanya dengan tembakan batu jika bukan sekelas pendekar raja.
“Adik Mo, hati-hati!” teriak pendekar berpakaian hitam yang berada di ranah kultivasi pendekar raja.
Namun sudah terlambat. Sebuah desingan tajam menembus udara dengan cepat. Batu hitam itu melesat seperti anak panah, menghantam pelipis pendekar ahli yang tersisa. Tulang retak, darah menyembur, tubuhnya limbung sejenak sebelum jatuh terguling dan tak bernyawa. Menyisakan hanya seorang dari kelompok itu yang masih hidup.
Kini hanya tinggal dua orang di arena pertempuran. Guru Boqin Changing dan pria berpakaian hitam. Keduanya berada di ranah kultivasi pendekar raja. Bedanya, Guru Boqin Changing telah mencapai tahap menengah, sementara lawannya baru memasuki tahap awal.
Keadaan langsung berbalik. Jika sebelumnya Guru Boqin Changing terdesak, kini giliran musuhnya yang dipaksa waspada. Bagi pria berpakaian hitam, ini bukan lagi pertarungan satu lawan satu. Ia merasa tengah diincar oleh pendekar raja lainnya.
Mereka berdua saling menatap. Tak ada yang bergerak. Angin yang semula tak terasa kini terdengar bising, seperti desiran peringatan dari alam.
Keduanya tahu, di pucuk pohon tertinggi sejauh puluhan meter dari arena pertarungan mereka, ada seseorang yang tengah mengintai dan siap menembakkan batu dengan kekuatan mematikan.
Guru Boqin Changing juga dibuat bingung. Siapa sosok yang membantunya? Ia tak mengenali teknik atau gaya serangan itu. Dalam benaknya, tak ada orang yang dikenalnya yang cocok dengan kemampuan tembak sejauh dan seakurat itu.
Tapi ia tak bisa menunggu lebih lama.
“Tebasan Gelombang Pasang Laut!”
Sebuah tebasan pedang meluncur, memotong udara dan menciptakan gelombang energi yang tajam mengarah ke lawannya. Benar saja, hanya sekejap setelah serangannya meluncur, sebuah batu kembali melesat dari kejauhan, menyambar dari arah berbeda.
Diserang dari dua sisi, pria berpakaian hitam terhuyung. Ia menangkis satu, tapi tak mampu menghindari semuanya. Tekanan demi tekanan membuat gerakannya semakin berat. Seandainya ini duel satu lawan satu, ia masih bisa memberi perlawanan. Tapi situasinya sudah mustahil. Ia dipaksa bertahan oleh tekanan dari dua arah berbeda yang sama-sama mengancam jiwanya.
Pertarungan berlangsung berat sebelah. Akhirnya, pedang dari Guru Boqin Changing menembus jantungnya. Pria berpakaian hitam itu terdiam. Tubuhnya gemetar, lalu ambruk ke tanah. Mati dengan penuh penyesalan. Sepuluh orang yang sebelumnya mengepung Guru Boqin Changing telah tumbang.
...******** ...
Di atas pohon, Boqin Changing menghela napas lega. Tubuhnya gemetar karena kelelahan. Jurus-jurus ledakan jarak jauh yang ia lancarkan menguras banyak tenaga dalamnya. Otot-otot lengannya menegang, dan punggungnya terasa berat. Tapi ia tersenyum puas. Ia telah menyelamatkan gurunya. Itu yang terpenting.
Namun… apa harga dari keputusan ini? Dalam kehidupan pertamanya, gurunya pernah terluka parah dalam pertempuran ini, lalu dirawat oleh ayahnya. Sebagai tanda terima kasih, gurunya menerima permintaan ayahnya untuk menjadikan Boqin Changing sebagai muridnya, meski saat itu ia hanyalah anak kecil biasa tanpa bakat istimewa.
Namun sekarang… itu mungkin tak akan terjadi. Tanpa luka, tanpa pertolongan, maka tak ada hutang budi. Tak ada alasan untuk menjadikannya murid. Takdir telah bergeser dari jalur semula.
Boqin kemudian menggenggam rumput naga di tangannya. Ia memejamkan mata, membiarkan energi dari tumbuhan liar itu menyatu dan membantu memulihkan kekuatannya.
“Tak apa…” gumamnya pelan. “Jika aku tak jadi murid guru, setidaknya hari ini, aku sudah mencegahnya terluka.”
Ia bersandar pada cabang pohon yang kokoh, memejamkan mata. Hati dan tubuhnya lelah. Tapi ia tahu, ia telah membuat keputusan sebagai murid yang baik meskipun gurunya tidak menyadarinya.
Namun baru beberapa napas lewat, suara dari bawah membuatnya terlonjak kaget.
“Wang Tian memberi hormat pada Senior.”