NovelToon NovelToon
Pernikahan Paksa Sang Bangsawan

Pernikahan Paksa Sang Bangsawan

Status: sedang berlangsung
Genre:Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Tamat
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Nur Sabrina Rasmah

Pernikahan Emelia dengan Duke Gideon adalah sebuah transaksi dingin: cara ayah Emelia melunasi hutangnya yang besar kepada Adipati yang kuat dan dingin itu. Emelia, yang awalnya hanya dianggap sebagai jaminan bisu dan Nyonya Adipati yang mengurus rumah tangga, menemukan dunianya terbalik ketika Duke membawanya dalam perjalanan administrasi ke wilayah terpencil.
Di sana, kenyataan pahit menanti. Mereka terseret ke dalam jaringan korupsi, penggelapan pajak, dan rencana pemberontakan yang mengakar kuat. Dalam baku tembak dan intrik politik, Emelia menemukan keberanian yang tersembunyi, dan Duke Gideon dipaksa melihat istrinya bukan lagi sebagai "barang jaminan", melainkan sebagai rekan yang cerdas dan berani.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Sabrina Rasmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

perasaan bahagia

Pagi berikutnya di kastil utama bersinar cerah. Matahari musim panas membanjiri taman, membuat embun pagi di dedaunan terlihat seperti permata. Emelia, yang kini merasa benar-benar menjadi Nyonya Adipati di rumahnya sendiri, mengenakan gaun katun putih sederhana dan berjalan ke taman buah bersama para pelayan wanitanya.

Suasana hati Emelia secerah cuaca hari itu. Dia tertawa riang, memetik stroberi merah matang dari semak-semak yang rimbun. Gerya, pelayan muda favoritnya, berada di sisinya, keranjang anyaman di lengannya dipenuhi buah beri.

"Wah, Nona Adipati terlihat sangat bahagia hari ini!" seru Gerya, matanya berbinar melihat senyum tulus Emelia. "Dan stroberinya besar-besar sekali tahun ini!"

"Tentu saja aku bahagia, Gerya!" balas Emelia, memasukkan stroberi segar ke mulutnya. Rasanya manis dan asam, mengingatkannya pada rasa manis kemenangan dan romansa yang baru. "Misi selesai, dan kita sudah kembali ke rumah."

Para pelayan lain ikut tertawa mendengar keceriaan Emelia. Mereka semua bisa merasakan perubahan suasana di kastil sejak kembalinya Duke dan Emelia. Kedinginan dan jarak yang dulu ada di antara pasangan adipati itu kini telah sirna, digantikan oleh kehangatan dan rasa kemitraan yang terasa nyata.

"Kata pengawal yang kembali, Nona Adipati sangat berani di pelabuhan!" bisik salah satu pelayan lain, penasaran. "Benarkah Nona menyamar menjadi penari?"

Emelia tertawa, rona merah menghiasi pipinya lagi. "Hanya demi misi, sungguh! Tapi ya, itu pengalaman yang seru." Dia menatap ke arah gerbang kastil, memikirkan Gideon yang mungkin sedang sibuk di ruang kerjanya.

Sementara Emelia menikmati pagi yang damai di taman, Duke Gideon baru saja selesai dengan urusan administrasi penangkapan Dargo dan jaringannya. Merasa lelah setelah beberapa hari yang intens, dia memutuskan untuk berjalan santai di sekitar kastil.

Langkahnya melambat saat dia mendengar tawa renyah Emelia dari arah taman buah. Dia berhenti sejenak, mengamati istrinya dari kejauhan. Emelia terlihat hidup, riang, dan damai—sebuah kontras yang menyenangkan dari Emelia yang penuh tekad dan berani saat menyamar sebagai penari atau merawat lukanya.

Sebuah senyum lembut, yang kini semakin sering muncul di wajahnya, terukir di bibir Duke. Dia menyadari bahwa kedamaian dan kebahagiaan Emelia adalah misi terpentingnya sekarang.

Dia berjalan mendekat, bayangannya jatuh di atas Emelia dan Gerya yang sedang asyik memetik stroberi. Emelia mendongak, matanya yang cerah bertemu pandang dengan mata Gideon.

"Tuan Duke!" seru Gerya, langsung membungkuk hormat.

"Gideon," sapa Emelia, senyumnya semakin lebar.

Duke mengangguk kepada para pelayan, pandangannya tetap terpaku pada Emelia. "Banyak sekali stroberi," komentarnya, suaranya tenang.

"Ya," jawab Emelia. "Mau mencoba yang baru dipetik?"

Duke Gideon mengulurkan tangan, dan Emelia memasukkan satu stroberi besar dan merah ke telapak tangannya. Duke memakannya, matanya tidak pernah lepas dari Emelia.

"Manis," kata Duke. "Sama sepertimu."

Pipi Emelia memerah, sementara Gerya dan pelayan lainnya tersipu malu dan buru-buru memalingkan muka, pura-pura fokus pada stroberi mereka. Emelia dan Duke tertawa kecil.

Pagi yang cerah itu, di tengah tawa, stroberi, dan kebahagiaan baru, pasangan adipati itu menikmati kedamaian yang mereka perjuangkan bersama, siap menghadapi petualangan berikutnya, baik yang melibatkan intrik politik maupun kelembutan hati.

Setelah menikmati momen manis di taman stroberi, Duke Gideon menoleh ke arah para pelayan yang masih tersipu. Dengan suara tenang dan berwibawa yang tidak menyisakan ruang untuk pertanyaan, dia berkata, "Saya akan membawa istri saya ke kamar. Tolong lanjutkan pekerjaan Anda."

Sebelum Emelia bisa memproses apa yang terjadi, Duke dengan tangkas mengangkat tubuhnya, menggendongnya dalam gaya pengantin. Tindakan itu begitu mendadak dan mengejutkan, baik bagi Emelia maupun para pelayan yang langsung membuang muka dengan senyum geli.

"Gideon! Turunkan aku! Malu!" bisik Emelia panik, memukul pelan dada suaminya. Pipi Emelia memerah padam, lebih merah dari stroberi yang baru saja mereka petik.

Duke Gideon hanya tersenyum—senyum penuh kemenangan yang hanya diperuntukkan bagi istrinya. "Kenapa malu? Kau istriku. Dan aku belum selesai menghabiskan waktu denganmu."

Dia membawa Emelia masuk ke dalam kastil, melewati koridor-koridor yang megah, langkahnya mantap dan penuh percaya diri. Emelia, setelah menyadari usahanya sia-sia, akhirnya melingkarkan lengannya di leher Gideon, menyembunyikan wajahnya di bahu pria itu, membiarkan dirinya menikmati kehangatan dan kekuatan suaminya.

Duke Gideon melangkah masuk ke dalam kamar tidur utama mereka yang mewah dan menutup pintu besar itu dengan tumitnya, mengunci dunia luar dan tatapan penasaran para pelayan. Cahaya matahari masuk melalui jendela tinggi, menerangi ruangan yang dipenuhi perabotan kayu ek yang dipoles.

Emelia, yang masih dalam gendongan Duke, menatap matanya yang abu-abu dengan campuran rasa panik yang manis dan rasa ingin tahu yang membara.

"Kau mau apa, Tuan Duke?" tanya Emelia, suaranya sedikit bergetar, mencoba terdengar berwibawa meskipun posisinya yang rentan.

Duke Gideon berjalan mendekati ranjang berkanopi besar, pandangannya penuh intensitas. Senyum geli di wajahnya menghilang, digantikan oleh ekspresi serius yang penuh hasrat.

"Aku akan memakanmu," jawab Duke, suaranya rendah dan sarat makna, membuat Emelia tersentak kaget. Dia menurunkan Emelia perlahan ke atas kasur empuk, tubuhnya mencondong ke atas Emelia, menahan berat badannya dengan sebelah lengan.

"Dan mulai hari ini," lanjutnya, matanya menatap lekat ke dalam mata Emelia, "kita tidur bersama. Aku tidak mau 'menganggurkan'mu lagi, rugi aku."

Emelia memekik pelan, terkejut oleh kejujuran dan sikap posesif suaminya. "K-kamu...!"

Duke tertawa rendah, suara maskulinnya yang dalam bergetar di ruangan itu. Dia menyentuh pipi Emelia dengan lembut. "Tidak 'kamu', Duchess," koreksinya, menggunakan gelar formal yang kini terdengar begitu pribadi dan penuh kasih di antara mereka. "Panggil aku Gideon."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!