NovelToon NovelToon
AKU SEHARUSNYA MATI DI BAB INI

AKU SEHARUSNYA MATI DI BAB INI

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Transmigrasi ke Dalam Novel / Fantasi Isekai / Menjadi NPC / Masuk ke dalam novel / Kaya Raya
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: frj_nyt

ongoing

Tian Wei Li mahasiswi miskin yang terobsesi pada satu hal sederhana: uang dan kebebasan. Hidupnya di dunia nyata cukup keras, penuh kerja paruh waktu dan malam tanpa tidur hingga sebuah kecelakaan membangunkannya di tempat yang mustahil. Ia terbangun sebagai wanita jahat dalam sebuah novel.

Seorang tokoh yang ditakdirkan mati mengenaskan di tangan Kun A Tai, CEO dingin yang menguasai dunia gelap dan dikenal sebagai tiran kejam yang jatuh cinta pada pemeran utama wanita.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon frj_nyt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#19

Wei Li baru sadar ada sesuatu yang salah saat ia tidak mendengar langkah Jae Hyun di lorong. Biasanya, pria itu selalu muncul tanpa suara tapi selalu tepat waktu entah membawa kopi, laporan singkat, atau komentar sarkastik yang tidak perlu. Pagi ini, lorong terlalu sunyi.

Wei Li berdiri di depan jendela kamarnya, tangan terlipat di depan dada. Ia menatap ke bawah, ke halaman mansion yang luas. Penjagaan terlihat normal. Terlalu normal. Naluri di perutnya mengencang. Ia mengusap lengannya perlahan, lalu berbalik dan meraih ponsel di meja. Satu panggilan. Tidak dijawab. Dua. Masuk ke pesan suara.

Wei Li menutup mata sebentar, lalu menarik napas panjang. Ia tidak panik. Belum. Tapi pikirannya mulai bergerak cepat, menyisir kemungkinan terburuk satu per satu. Ia keluar kamar dengan langkah cepat tapi terkontrol. Sepatunya berbunyi pelan di lantai marmer. Setiap langkah terasa lebih berat dari biasanya.

Di ujung lorong, seorang penjaga berdiri. “Jae Hyun?” tanya Wei Li tanpa basa-basi. Penjaga itu sedikit terkejut, lalu menggeleng. “Belum terlihat sejak pagi.” Dada Wei Li terasa seperti ditekan sesuatu. “Terakhir kali?” tanyanya lagi. “Tadi malam,” jawab penjaga itu. “Dia bilang mau keluar sebentar.”

Wei Li mengangguk, lalu berjalan pergi tanpa berkata apa-apa lagi. Tangannya mengepal di samping tubuh, kukunya menekan telapak tangan sampai nyeri kecil itu membantu menahan pikirannya tetap fokus. Ia langsung menuju ruang kerja Kun A Tai.

Pintu terbuka sebelum ia sempat mengetuk. Kun A Tai berdiri di tengah ruangan, jasnya belum dipakai. Wajahnya tegang. “Kau sudah tahu,” katanya. Wei Li berhenti di ambang pintu. “Dia tak menjawab.”

Kun A Tai mengangguk pelan. “Orang kami sedang mencari.” Wei Li melangkah masuk. Ia berdiri di depan meja, kedua tangannya bertumpu di permukaan kayu. Jarinya sedikit gemetar, tapi ia tidak menariknya. “Ini aku” katanya pelan. “Bukan kau. Bukan sistem mu.” Kun A Tai menatapnya tajam. “Ini dunia ku. Semua yang ada di dalamnya tanggung jawab ku.”

Wei Li tertawa kecil tanpa humor. “Itu jawaban CEO. aku bertanya sebagai manusia.” Keheningan jatuh. Kun A Tai menghela napas, lalu berkata lebih rendah, “Ini pesan.” Wei Li mengangguk. “Dari Shen Yu An.”

“Atau dari orang di belakangnya,” tambah Kun A Tai. Wei Li menunduk. Bahunya turun sedikit. Untuk pertama kalinya sejak beberapa hari terakhir, ia terlihat… kecil. “aku tak seharusnya melibatkan dia sejauh ini,” katanya. Kun A Tai mendekat satu langkah. “kau tak melibatkannya, Dia dipilih.”

Kalimat itu menghantam lebih keras dari ancaman mana pun. Ponsel Wei Li bergetar. Satu pesan masuk. Dari nomor tak dikenal. Ia menatap layar beberapa detik sebelum membukanya. Dia terlalu sering di sisimu. Wei Li menutup mata. Napasnya tertahan di dada. Tangannya mengepal kuat, lalu perlahan terbuka kembali. Ia membalas.

Kalau kau ingin aku, bicara padaku. Balasan datang cepat. Aku sudah. Wei Li menurunkan ponsel. Dadanya terasa sesak, bukan karena takut tapi marah. Marah yang dingin dan tajam. “Dia hidup,” kata Kun A Tai, seperti membaca pikirannya. “Kalau pesan ini dikirim.”

Wei Li mengangguk. “Untuk sekarang.” Waktu berjalan lambat setelah itu. Terlalu lambat. Wei Li duduk di ruang tunggu kecil dekat ruang keamanan. Tangannya terlipat di pangkuan, punggungnya tegak tapi tegang. Setiap beberapa menit, ia mengusap lengan atau menggaruk kepalanya yang tidak gatal gerakan kecil yang menunjukkan pikirannya tidak pernah benar-benar diam.

Setiap langkah orang di lorong membuatnya menoleh. Setiap bunyi pintu terbuka membuat jantungnya melonjak. Ini salah gue, pikirnya berulang kali. Kalau gue nggak lempar umpan itu… Pintu akhirnya terbuka. Dua penjaga masuk lebih dulu. Di belakang mereka, Jae Hyun.

Kemejanya kusut. Bibirnya pecah sedikit. Ada memar samar di rahang. Ia berjalan sendiri, tapi langkahnya tidak seimbang. Wei Li berdiri terlalu cepat. Kursinya hampir jatuh. “Jae Hyun,” katanya, suaranya lebih rendah dari yang ia kira.

Jae Hyun mendongak. Begitu mata mereka bertemu, ia tersenyum kecil senyum khasnya yang selalu muncul di saat paling tidak tepat. “Pagi yang buruk,” katanya serak.

Wei Li tidak menjawab. Ia melangkah mendekat, berhenti tepat di depannya. Tangannya terangkat setengah, ragu, lalu turun lagi. “kau—” suaranya tertahan. Ia menarik napas. “Mereka ngapain?”

Jae Hyun mengangkat bahu pelan, gerakan itu membuatnya meringis sedikit. “Ngobrol.” Wei Li mengepalkan tangannya. “Bercanda.”

“Versi mereka,” jawab Jae Hyun. “Tanpa humor.” Wei Li menunduk sebentar. Dadanya naik turun. Ada rasa bersalah yang berat menekan dari dalam. “Ini karena ku,” katanya pelan. Jae Hyun menghela napas, lalu menggeleng. “Jangan mulai.”

Wei Li menatapnya. “gue serius.” Jae Hyun menatap balik, matanya lelah tapi jernih. “Kalau bukan anda, orang lain. Dunia ini tak butuh alasan.” Wei Li menelan ludah. Tangannya gemetar, dan kali ini ia tidak berusaha menyembunyikannya. Kun A Tai berdiri beberapa langkah di belakang mereka. Ia memperhatikan tanpa menyela. “Kau ingin bicara dengan Shen Yu An,” katanya akhirnya. Wei Li mengangkat kepala. “Iya.”

“Sekarang?”

“Secepatnya,” jawab Wei Li. “Dan bukan lewat pesan.” Kun A Tai mengangguk. “Aku atur.” Beberapa jam kemudian, Wei Li duduk di ruang tamu kecil sebuah hotel privat. Ruangan itu netral. Tidak ada simbol kekuasaan. Tidak ada senjata terlihat. Tapi udara di dalamnya tegang seperti kawat yang ditarik terlalu kencang.

Shen Yu An masuk dengan langkah anggun. Gaunnya rapi. Rambutnya tersisir sempurna. Tidak ada satu pun tanda bahwa ia baru saja menghancurkan seseorang. Wei Li berdiri. Mereka saling menatap. “Kau terlihat lelah,” kata Shen Yu An lembut. Wei Li melipat kedua tangannya di depan dada. “Dan kau terlihat puas.”

Shen Yu An tersenyum tipis. “Aku hanya memastikan batas.” Wei Li tertawa pendek. “Dengan nyentuh orang yang nggak ada urusannya?” Shen Yu An memiringkan kepala. “Semua orang di sekitarmu ada urusannya.” Wei Li mencondongkan tubuh sedikit ke depan. “Jangan sentuh dia lagi.”

Shen Yu An menatapnya lama. Senyumnya memudar sedikit. “Kenapa?” tanyanya. “Dia penting?” Wei Li tidak langsung menjawab. Ia mengusap lengannya pelan, lalu berkata, “Dia bukan pion.”

Shen Yu An tersenyum lagi. “Tidak ada yang bukan pion.” Keheningan jatuh. Wei Li menarik napas dalam-dalam. Saat ia bicara lagi, suaranya tenang terlalu tenang. “Kalau kau ingin perang,” katanya, “lakukan denganku.”

Shen Yu An menatapnya, lalu tertawa kecil. “Kau pikir ini perang?” Wei Li menatap balik tanpa berkedip. “Belum. Tapi kau baru saja memilih sisi.” Shen Yu An berdiri. “Hati-hati, Wei Li. Dunia ini tidak adil pada orang yang terlalu peduli.”

Wei Li berdiri juga. “Dan dunia ini kejam pada orang yang salah memilih musuh.” Tatapan mereka bertabrakan. Tidak ada pemenang. Tidak ada senyum palsu. Hanya dua orang yang sama-sama tahu: satu langkah lagi akan mengubah segalanya.

Malam itu, Wei Li duduk di tepi ranjangnya. Jae Hyun sudah dirawat. Aman. Untuk sekarang. Wei Li melipat kedua tangannya di pangkuan, kepala tertunduk. Rasa lelah akhirnya menyusul bukan di otot, tapi di tulang. “ck gue benci bagian ini,” gumamnya.

Kun A Tai berdiri di dekat pintu. “Bagian apa?” tanyanya. “Bagian di mana orang lain yang kena,” jawab Wei Li. Kun A Tai diam sejenak. “Itu harga kekuasaan.”

Wei Li mengangkat kepala. Matanya gelap, tapi jernih. “Kalau gitu,” katanya pelan, “aku bakal pastiin harga itu nggak dibayar sia-sia.” Kun A Tai menatapnya lama. Dan untuk pertama kalinya Ia melihat bukan gadis yang terseret ke dunia gelap. Tapi seseorang yang mulai siap menanggung akibat pilihannya sendiri.

1
Queen AL
nama sudah ke china-chinaan, eh malah keluar bahasa gue. tiba down baca novelnya
@fjr_nfs
/Determined/
@fjr_nfs
/Kiss/
X_AiQ_Softmilky
uhuyy Mangat slalu🤓💪
@fjr_nfs: /Determined/
total 1 replies
Jhulie
semangat kak
@fjr_nfs
jangan lupa tinggalkan like dan komennya yaa ☺
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!