Seorang wanita muda bernama Lydia dipaksa menikah dengan mafia kejam dan misterius, Luis Figo, setelah kakaknya menolak perjodohan itu. Semua orang mengira Lydia hanyalah gadis lemah lembut, penurut, dan polos, sehingga cocok dijadikan tumbal. Namun di balik wajah manis dan tutur katanya yang halus, Lydia menyimpan sisi gelap: ia adalah seorang ahli bela diri, peretas jenius, dan terbiasa memainkan senjata.
Di hari pernikahan, Luis Figo hanya menuntaskan akad lalu meninggalkan istrinya di sebuah rumah mewah, penuh pengawal dan pelayan. Tidak ada kasih sayang, hanya dinginnya status. Salah satu pelayan cantik yang terobsesi dengan Luis mulai menindas Lydia, menganggap sang nyonya hanyalah penghalang.
Namun, dunia tidak tahu siapa sebenarnya Lydia. Ia bisa menjadi wanita penurut di siang hari, tapi di malam hari menjelma sosok yang menakutkan. Saat rahasia itu perlahan terbongkar, hubungan antara Lydia dan luis yang bertopeng pun mulai berubah. Siapa sebenarnya pria di balik topeng
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Hujan deras masih mengguyur jalan gelap itu. Asap tipis mengepul dari senjata api yang baru saja dimuntahkan, bercampur dengan aroma logam darah yang menempel di udara. Tubuh-tubuh berserakan, sebagian pingsan, sebagian lagi tidak pernah akan bangun lagi.
Luis Figo berdiri tegap, jas hitamnya basah kuyup, wajahnya setengah tersembunyi oleh topeng yang melekat. Nafasnya berat, dada naik turun, namun matanya masih setajam pisau.
Di sebelahnya, Rafael terhuyung. Bahunya berdarah, peluru hampir menembus otot, tapi ia masih menggenggam pistol seakan tak mau menyerah.
Dan di depan mereka… berdiri sosok yang sama sekali tidak mereka bayangkan. Lydia.
Gaun rumahnya telah berganti menjadi jaket kulit hitam ketat, celana ramping, dan sepatu bot ringan. Rambut panjangnya yang biasanya terurai manis kini diikat tinggi, memberi kesan liar dan tegas. Pedang musuh yang ia rebut masih meneteskan air hujan bercampur darah.
Luis memandangnya tajam. Rafael menatap dengan mulut setengah terbuka, nyaris tak percaya.
“Lydia…” Luis bersuara rendah. “Siapa kau sebenarnya?”
Lydia hanya mengangkat bahu, seolah pertanyaan itu tidak penting. “Bukankah istri memang seharusnya ada saat suaminya dalam bahaya?” ujarnya santai.
Rafael hampir tersedak mendengarnya. Itu kalimat yang terlalu ringan untuk seseorang yang baru saja membantai puluhan pria bersenjata.
Luis menatapnya lama. Ada banyak pertanyaan yang berkecamuk di kepalanya, tapi ia menahan diri. Tubuhnya sendiri terluka, darah menetes di lengannya. Ia terlalu sibuk menahan rasa sakit untuk mencari jawaban malam itu.
---
Hujan terus turun deras, mengguyur rambut dan wajah Lydia. Namun ia tetap berdiri dengan tenang, pedangnya akhirnya ia tancapkan ke tanah.
“Aku sudah melakukan bagianku,” ucap Lydia pelan, nada suaranya terdengar seperti ejekan tipis. “Sekarang, aku harus pulang sebelum ada yang sadar kalau aku keluar rumah.”
Rafael melotot. Pulang? Setelah semua ini?
Luis mengangkat tangan, menahan langkah Lydia yang sudah berbalik. “Kau pikir aku akan membiarkanmu pergi begitu saja setelah ini?” suaranya berat, penuh perintah.
Lydia berhenti, menoleh perlahan. Matanya menatap Luis dari balik hujan. Senyum tipis terbit di bibirnya, sinis namun menawan.
“Kenapa? Kau takut istrimu akan melaporkan bahwa kau hampir mati malam ini?” kata Lydia dengan nada santai.
Rafael sampai menutup mulutnya dengan tangan, menahan tawa yang hampir pecah. "Wanita ini benar-benar berani mati bicara begitu ke bos!"
Luis mendekat, langkah kakinya berat namun berwibawa. “Kau menyembunyikan sesuatu.”
Lydia menatap balik tanpa gentar. “Semua orang punya rahasia, Tuan Figo. Bahkan kau.”
Hening. Hanya suara hujan yang menimpa aspal.
Luis akhirnya terdiam, menahan dorongan untuk memaksa Lydia bicara. Ada sesuatu pada cara perempuan itu menjawab berani, sinis, tapi juga… entah kenapa memikat.
Dengan santai Lydia berjalan pergi, melambaikan tangan seakan tak terjadi apa-apa. “Jangan khawatir. Aku tidak akan bilang pada siapa pun kalau Raja Bertopeng hampir mati malam ini.”
Kalimat itu membuat Figo menggertakkan gigi, sementara Rafael benar-benar tidak bisa lagi menahan tawa kecilnya.
---
Beberapa jam kemudian, sebelum fajar menyingsing, Lydia sudah kembali di rumah besar itu. Dengan cekatan ia melewati jalur rahasia, mengganti pakaiannya dengan gaun tidur sederhana, lalu berbaring di ranjang.
Saat pelayan masuk membawakan teh hangat pagi itu, Lydia terlihat seperti istri muda yang polos, wajahnya teduh, gerakannya tenang. Tidak ada bekas luka, tidak ada darah, seakan malam tadi hanyalah mimpi.
Sofia sempat memandangnya curiga, tapi begitu melihat Lydia menguap kecil dan tersenyum sopan, ia menepis pikirannya. Tidak mungkin perempuan ini bisa apa-apa.
Lydia tersenyum samar di balik cangkir tehnya. Permainan barunya baru saja dimulai.
---
Di sisi lain kota, Luis Figo tidak bisa tidur. Ia duduk di kursi kulit di ruang kerjanya, rokok di tangan, asap mengepul di udara. Rafael berdiri di depannya, bahunya sudah dibalut perban seadanya.
“Bos, apa yang sebenarnya Nyonya lakukan di sana? Saya… saya sampai merinding melihatnya. Gerakannya, kecepatannya… itu bukan kemampuan orang biasa.”
Luis mengisap rokok dalam-dalam, lalu menghembuskan asap perlahan. “Itulah yang sedang kutanyakan.”
Ia menatap kosong ke arah jendela besar, hujan masih menetes di luar. Bayangan Lydia dengan rambut basah dan pedang di tangan terus menghantui pikirannya.
Wanita yang selama ini ia anggap hanya pengantin pengganti, boneka lemah… ternyata bisa berdiri di sampingnya di medan pertempuran, bahkan menyelamatkannya.
“Cari tahu tentang dia, Rafael,” perintah Figo akhirnya. “Aku ingin tahu semua—masa lalunya, siapa dia sebenarnya, apa yang disembunyikannya.”
Rafael mengangguk mantap. “Baik, Bos. Saya akan urus segera.”
----
Dua hari berlalu. Rafael kembali dengan setumpuk laporan. Luis duduk di ruang kerjanya, menatap map tebal itu dengan sorot penuh harap.
Namun semakin ia membuka halaman demi halaman, semakin wajahnya mengeras.
“Ini… apa-apaan?” marah Luis
Rafael menghela napas. “Bos, saya sudah menghubungi semua jaringan kita. Dari catatan resmi, Lydia hanyalah wanita biasa. Lulusan sekolah dengan nilai bagus, tapi tidak ada catatan kriminal, tidak ada keanggotaan organisasi, bahkan catatan medisnya pun bersih. Terlalu bersih, kalau boleh jujur.”
Luis meremas rokok di tangannya hingga padam. “Tidak mungkin.”
Ia menatap foto Lydia dalam berkas itu gaun sederhana, senyum lembut, wajah seorang istri muda yang tampak tidak tahu apa-apa.
Namun ingatannya memutar balik malam itu: mata tajam yang berkilat di bawah hujan, gerakan cepat yang menumbangkan musuh, senyum samar yang menusuk hati.
“Tidak mungkin perempuan itu hanya wanita biasa,” gumam Luis rendah.
---
Sejak malam itu, Luis Figo tidak bisa fokus penuh pada urusannya. Di ruang rapat bersama bawahannya, pikirannya sering melayang pada sosok Lydia.
Saat memimpin transaksi besar, wajah istrinya muncul di benaknya. Bukan wajah lembutnya di meja makan, melainkan sosok garang dengan pedang di bawah hujan.
Rafael bahkan sempat menyindir pelan. “Bos, biasanya Anda tidak pernah kehilangan konsentrasi. Apa yang sebenarnya terjadi?”
Luis tidak menjawab. Ia hanya menyalakan rokok lagi, mencoba menutupi kegelisahan.
Dalam hati, ia tahu jawabannya: Lydia sudah menyalakan rasa penasaran yang jarang sekali ia rasakan. Penasaran yang bercampur dengan rasa tertarik.
---
Malam ketiga, Luis berdiri di balkon rumah besarnya, menatap langit malam yang berawan. Angin membawa aroma hujan yang tersisa.
Ia mengingat tatapan Lydia di medan tempur berani, dingin, tapi juga entah kenapa menenangkan.
“Seorang wanita seperti itu…” Figo menggumam. “Tidak mungkin kuabaikan.”
Ia memutuskan satu hal: mulai sekarang, ia akan lebih sering pulang. Bukan untuk rumahnya, bukan untuk Sofia, bukan untuk pelayan atau keamanan.
Tapi untuk Lydia.
Wanita yang membuatnya, seorang raja mafia yang ditakuti, merasa… ingin tahu lebih banyak.
Dan mungkin, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Luis Figo ingin mengenal seseorang bukan karena urusan bisnis atau kekuasaan melainkan karena hatinya sendiri.
---
Lydia tetap berperan sebagai istri rumahan yang pendiam, menyeduh teh, membaca buku, dan berjalan pelan di taman. Tidak ada yang menyangka bahwa di balik itu semua, ia adalah bayangan yang menolong Luis Figo dari kematian.
Sementara Luis, yang biasanya tidak peduli pada siapa pun, kini perlahan terjerat dalam rasa penasaran. Ia tidak tahu apakah Lydia adalah ancaman atau penyelamat.
Tapi satu hal pasti,
Permainan antara suami dan istri ini baru saja naik ke level berikutnya.
Bersambung
tp kl bnrn,aku orng prtma yg bkln kabooorrrr.....😁😁😁
bingung eike 🤔🤔🤔😁
lope2 sekebon buat author /Determined//Determined//Kiss//Kiss//Rose//Rose/
Smngtttt...😘😘😘