S2
Ketika dua hati menyatuh, gelombang cinta mengalir menyirami dan menghiasi hati.
Ini adalah kisah Raymond dan Nathania yang menemukan cinta sesungguhnya, setelah dikhianati. Mereka berjuang dan menjaga yang dimiliki dari orang-orang yang hendak memisahkan..
Ikuti kisahnya di Novel ini: "SANG PENJAGA "
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. 🙏🏻❤️ U 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18. SP
...~•Happy Reading•~...
Belvaria diam terpaku mendengar yang dikatakan asistennya secara bercanda. Tapi baginya bukan sebuah candaan. Jika benar terjadi, berati Raymond sangat cepat bisa melupakan dia.
Hal itu membuat Belvaria tidak menyingkir, karena ingin memastikan. Dia hanya membalikan badan, berharap Raymond tidak melihat dia. Agar dia bisa mendengar percakapan Raymond. Poket ikut membalikan badan untuk menghalangi sambil menggelengkan kepala. Dia Heran dengan tindakan Belvaria.
"Pak Ray silahkan pilih perhiasan yang cocok. Kalau tidak ada, kami akan desain sesuai dengan keinginan Pak Ray." Pemilik melayani sendiri.
"Baik. Nanti saya email desainnya." Raymond mengiyakan, karena tidak ada yang cocok. "Tapi sekarang, saya mau lihat ini." Raymond menunjuk perhiasan yang ada dalam etalase.
Pelayan mengeluarkan dan letakan kotak di depan Raymond. "Pasti wanitanya sangat cantik. Hingga Pak Ray tidak mau perhiasannya lebih bersinar dari yang pakai." Raymond hanya tersenyum mendengar komentar pemilik. Dia ingat Nathania sambil mengamati perhiasan yang ditimang dalam genggaman. Namun Belvaria yang ikut mendengar, hatinya seperti ditusuk duri landak.
"Saya beli yang ini." Raymond memutuskan, agar cepat keluar dari tempat itu. Dia tahu, ada Belvaria saat masuk galery. Dia berlaku seakan tidak melihat, agar tidak menimbulkan pertanyaan yang tidak mau dijawab.
Dia bersyukur, tidak ada amarah atau rasa benci saat melihat Belvaria lagi. Pertanda, luka hatinya sudah sembuh. Belvaria bukan siapa-siapa lagi baginya.
"Ini, Pak Ray. Kami tunggu desainnya." Ucap pemilik sambil menyerahkan kartu namanya. "Ok. Thanks."
"Ada lagi yang dicari, Pak." Tanya Neil setelah Raymond menyelesaikan transaksi.
"Tidak. Mari kita pergi. Supaya lebih santai ke bandara." Raymond memasukan kotak perhiasan dalam ransel yang dipegang Neil, lalu berjalan keluar.
Setelah Raymond keluar, Belvaria dan Poket menghembuskan nafas kuat bersamaan. "Kira-kira Pak Ray tahu ada kita di sini, tidak?" Tanya Poket.
"Tahu atau tidak, apa gunanya?" Ucap Belvaria kesal. Dia yakin Raymond sudah melihat dia saat masuk. Tapi tidak menggubris dan bersikap seperti tidak kenal.
"Tidak usah kesal. Kalau benar beliau lihat, ternyata marahnya orang diam sangat menyeramkan. Bukan nama saja yang didelete, tapi orangnya juga." Ucap Poket sambil lalu dan segera menyingkir. Agar tidak kena amukan Belvaria yang wajahnya sudah memerah.
'Belva terlalu percaya diri, bisa mengendalikan setiap pria dengan kecantikannya. Tapi dia lupa, di atas langit masih ada langit. Ada banyak wanita cantik lahir batin yang mempesona pria tampan.' Poket membatin sambil meninggalkan Belvaria sendiri.
~*
Dua hari kemudian, Raymond tiba dari Sidney dan langsung masuk kantor di Jakarta. "Ance, mana schedule saya minggu depan." Ucap Raymond kepada sekretarisnya.
"Tolong kosongkan schedule untuk akhir pekan." Ucap Raymond setelah melihat schedulenya. "Minta team arsitek kumpul satu jam lagi." Ucap Raymond. "Siap, Pak."
Ketika Ance mau membahas perubahan schedule, ponsel Raymond di atas meja bergetar. Ance segera minta izin keluar ruangan.
"Iya, Vania." Raymond meletakan ponsel di atas meja, lalu memakai earphone, agar bisa berbicara dengan Vania sambil memeriksa jadwal yang akan dirubah.
"Mas Ray lagi sibuk?" Vania bertanya sebab respon Raymond yang singkat dan formal.
"Iya, lumayan." Jawab Raymond tanpa merinci kesibukannya dan tidak bertanya tujuan Vania telpon.
"Aku kira Mas Ray tidak terlalu sibuk, mau ajak dinner malam ini dengan calon client...." Vania menjelaskan tujuannya menelpon, agar Raymond bisa diajak bicara.
"Sorry, Vania. Malam ini ada yang mau diselesaikan. Kau email saja apa yang mau dibahas. Nanti saya lihat dan telpon." Raymond berbicara formal. Dia fokus dengan rencana hati yang baru disusun.
Raymond curiga, Vania sudah tahu hubungannya dengan Belvaria. Karena beberapa hari terakhir, Vania terus mengajaknya untuk makan malam dengan berbagai alasan. Hal itu jadi perhatian dan pemikiran Raymond, tanpa mengatakan dia ada di luar negeri. Dia mulai berhati-hati dengan Vania.
"Orangnya ingin bertemu dengan Mas Ray. Apa aku reschedule, Mas?" Vania coba bernegosiasi, agar Raymond bisa ikut dan makan malam dengannya.
"Saya tidak bisa janji untuk bertemu dalam waktu dekat, karna saya sering keluar kota." Raymond berkata tenang dan serius, agar Vania tidak berpikir dia sedang menghindar.
"Kalau begitu, aku tunggu kabar dari Mas Ray, ya." Vania menyerah, kalau Raymond sudah berkata demikian.
"Ok. By." Raymond langsung mematikan telpon. Hal itu membuat Vania terkejut sambil melihat ponselnya. Dia tidak menyangka Raymond akan langsung mengakhiri pembicaraan mereka.
Vania menghembuskan nafas panjang lalu berdiri dan berjalan ke jendela. Dia melihat kesibukan kota Jakarta dari jendela ruang kerjanya sambil menepuk dada berulang kali dan berujar. 'Sabar Vania. Sabarrr...'
Kemudian dia memanggil asistennya untuk masuk ke ruangan. "Mira, benar Pak Ray dan Belva divorce?" Vania tidak sabar bertanya saat asistennya masuk.
"Iya, Bu. Pergunjingan itu deras mengalir di saluran gosip. Tapi sebenarnya bukan gosip, karena datang dari media yang wartawannya punya link di pengadilan negeri Jakpus." Asisten Vania menjelaskan yang dia tahu.
"Apa kau tahu, siapa yang menggugat?" Vania penasaran dengar perceraian dan sikap Raymond.
"Menurut orang dalam di kantor pengadilan, Pak Ray yang gugat cerai lewat pengacaranya." Jawab Mira.
Vania jadi heran. Kalau Raymond yang menggugat cerai, berarti Raymond sudah dalam kondisi siap sendiri. "Apa masih dalam proses, atau sudah diputuskan?" Vania makin penasaran dan ingin tahu.
"Menurut berita sudah diputuskan, karena tidak ada mediasi dan pembagian gono-gini."
"Ada apa, Bu? Pak Ray masih seperti sebelumnya?"
"Tolong pastikan lagi." Vania tidak menjawab, tapi ingin memastikan. Dia merasa lambungnya penuh, dan akan menyumpal tenggorokannya.
~*
Raymond yang selesai telpon dengan Vania, menyandarkan punggung perlahan dan berpikir tentang kerja samanya dengan Vania. Hatinya makin sarat dan berat. Apa lagi sekarang dia dibutuhkan team arsitek dan Franklin Corp, juga Nathania.
Dia segera menghubungi Samuel. "Hallo, Muel. Aku bicara cepat. Tolong evaluasi kerja samaku dengan rumah mode VR. Kalau akhiri sekarang, aku rugi banyak?" Raymond langsung mengatakan tujuannya kepada Samuel.
"Baik. Nanti aku lihat lagi. Boleh tahu, kenapa mau diakhiri?" Samuel terkejut dan penasaran mengetahui perubahan sikap Raymond dan yang dikatakan sangat serius.
"Aku ngga happy dengan cara kerja Vania. Schedulenya terus berubah..." Raymond tidak meneruskan yang ada di hatinya. Dia merasa Vania kadang menyelipkan urusan pribadi dan membungkus dengan urusan pekerjaan. Hal itu membuat dia lelah dan selalu harus berhati-hati dalam bersikap atau mengatakan sesuatu.
"Baik. Nanti aku periksa. Tenangkan hati dan sabar. Kan sudah ada klausul yang kita buat waktu itu. Kapan pun kau mau akhiri, no problem." Samuel langsung mengerti, Raymond tidak mau kerja sama lagi dengan Vania.
"Ok. Thanks Muel. Aku tunggu soal itu. Sekarang aku minta tolong kosongkan waktu untuk akhir pekan di Bandung ....." Raymond menjelaskan rencana acaranya di Bandung.
...~_~...
...~▪︎○♡○▪︎~...
kayakna frans tahu pas di bali terus dia marah sampai dorong nike