Follow IG Author, @ersa_eysresa
Setelah bertahun-tahun setia mendampingi suaminya dari Nol, rumah tangga Lestari mendapatkan guncangan hebat saat Arman suaminya tega membawa wanita lain ke rumah. Melati, wanita cantik yang membawa senyum manis dan niat jahat.
Dia datang bukan sekedar untuk merusak rumah tangga mereka, tapi ingin lebih. Dan melakukan berbagai cara untuk memiliki apa yang menjadi hak Lestari.
Lestari tidak tinggal diam, saat mengetahui niat buruk Melati.
Apa yang akan dilakukan oleh Lestari?
Apakah dia berhasil mengambil kembali apa yang menjadi miliknya?
"Karena semua yang tampak manis, tak luput dari Murka Sang Penguasa, "
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Setelah Dara Sekarang Dimas
Lestari yang sudah merasa lelah dengan apa yang terjadi malam ini memutuskan untuk mundur sejenak. Tenaganya sudah terkuras habis malam ini dan dia butuh istirahat.
"Aku akan kembali ke pondok. Aku ingin melihat keadaan Dara dan Dimas. Perasaan ku tidak enak. " ucapnya setelah mendengar kata terakhir dari suara kecil itu.
"Tapi–, bagaimana dengan yang terjadi disini? " Arman seolah tidak ingin melepaskan Lestari pergi begitu saja.
"Apa yang terjadi disini itu bukan urusanku. Selesaikan saja sendiri. Istri mudamu itu bertanggung jawab atas semua yang terjadi pada rumah ini, bahkan dengan apa yang terjadi pada anak-anakku. " kata Lestari melirik tajam kearah Melati.
Seketika wajah melati yang ketakutan tadi langsung berubah dengan senyum licik. Namun saat Arman menatapnya wajah itu kembali berubah dengan ekspresi ketakutan.
Sungguh dia bisa berperan dengan sangat baik. Dan pantas mendapatkan gelar aktris terbaik tahun ini.
Lestari yang sudah muak dan lelah, segera meninggalkan rumah dan kembali ke pondok. Dia ingin istirahat dan memulihkan tenaganya dan melihat keadaan anak-anaknya disana.
Arman mengusap wajahnya kasar. Dia tau kalau dia tidak bisa menahan Lestari lebih lama. Karena anak-anaknya juga sangat membutuhkannya.
*******
Lelah itulah yang di rasakan oleh Lestari malam ini. Waktu sudah memasuki waktu subuh. Dia ingin tidur untuk mengistirahatkan tubuhnya yang terasa sakit semua. Namun sebelum itu dia memutuskan untuk membersihkan tubuhnya dan menjalankan sholat subuh terlebih dulu.
Dipandanginya Dara dan Dimas yang tidur dalam satu kasur. Wajah Dara sudah tampak lebih segar tidak pucat seperti sebelumnya. Lega itulah yang dirasakan oleh Lestari.
Setekah membersihkan tubunya dan menunggu waktu subuh datang, Lestari duduk di depan meja rias yang memiliki cermin tua yang menempel di dinding kamar. Namun ada yang aneh , ketika ia menatap bayangannya di cermin… bayangan itu menatap balik padanya dengan tatapan berbeda.
Perlahan, wajahnya di dalam cermin mulai berubah. Mata itu bukan lagi miliknya—merah, pekat, menyala seperti bara. Bayangan itu tersenyum sinis, dan dari balik pantulan muncul sosok perempuan berambut panjang menjuntai, mengenakan gaun putih yang kuyup dan compang-camping.
Lestari tercekat. Tubuhnya kaku, tangannya gemetar. Tapi ia tak berpaling matanya tetap menatap ke arah cermin itu.
"Melati…" bisiknya.
Sosok di dalam cermin menyeringai.
"Anakmu akan segera menjadi milikku, tidak ada yang bisa menghalangi ku, termasuk kamu. "
Seketika, cermin itu retak, dari tengah hingga ke ujung. Tapi tidak ada suara. Hening. Seakan semuanya hanya terjadi di pikirannya. Lestari pikir itu hanya mimpi atau bayangannya saat melamun , namun saat Lestari menyentuh cermin itu, jarinya berdarah. Ternyata Retakan itu nyata.
Ia terjatuh ke lantai, beristighfar sambil menangis pelan.
"Astaghfirullah kenapa jadi seperti ini, Apa yang sebenarnya terjadi? " ucapnya dengan air mata yang terus menetes. Dia tidak mengerti kenapa semua ini bisa terjadi dalam hidupnya, karena seblumnya dia tidak pernah mengalami hal buruk seprti ini.
Pagi menjelang dengan suram Ingin hati dia beristirahat, tapi ternyata dia tidak bisa memejamkan matanya. Lestari berusaha bersikap normal pagi itu seolah tidak terjadi apa-apa. Tapi Dimas, anak keduanya, tiba-tiba terlihat pucat dan diam saja saat sarapan.
"Mana yang sakit, sayang?" tanya Lestari lembut.
Dimas hanya menggeleng, dan sesekali mengangguk membuat Lestari bingung.
"Nanti Bunda bacain doa lagi ya…"
"Jangan, Bunda…" bisik Dimas, suaranya pelan. "Dia nggak suka denger bacaan Al-Quran . "
Lestari menghentikan gerakan tangannya yang membelai lembut kepala Dimas. "Siapa, Nak?"
Anak itu menatap ke arah jendela yang tertutup tirai. "Ibu baru…"
Nafas Lestari tercekat. Dimas tak pernah memanggil Melati dengan sebutan itu.
"Dia datang lagi tadi malam. Dia duduk di ujung tempat tidur. Tangannya dingin. Dia bilang aku nggak boleh cerita sama Bunda."
Lestari memeluk anaknya erat. "Dimas nggak usah takut. Ibu di sini. Allah juga di sini. Kita kuat, ya."
Dimas tak menjawab, hanya membenamkan wajahnya di dada sang bunda. Dan memeluk bundanya denga sangat erat.
*********
Sore harinya, Lestari memberanikan diri kembali ke rumahnya rumah yang saat ini ditempati Arman dan Melati sekarang,karena dia harus mengobati anaknya. Dia datang t-api bukan untuk menemui mereka. Ia berdiri di seberang jalan, menatap rumah itu dari balik gerimis tang turun perlahan.
Rumah itu tampak berbeda. Jendela-jendelanya gelap, meskipun hari masih terang. Pintu depan sedikit terbuka. Menandakan kalau ada orang di rumah itu.
Ia ingin mundur, tapi langkah kakinya tetap maju.
Saat sampai di halaman, ia melihat sesuatu di bawah pohon mangga yang dulu sering mereka duduki bersama. Sebuah boneka kecil tergantung di ranting, tubuhnya bolong, matanya disulam dengan benang hitam.
Langkahnya goyah.
Tiba-tiba pintu rumah terbuka lebar. Tak ada suara. Tapi hawa dingin merayap dari ambang pintu.
Lestari menelan ludah. Doa-doa pendek bergema di lidahnya. Ia tahu ini jebakan. Tapi entah kekuatan apa yang membuatnya tetap berdiri.
"Bunda, kamu datang lagi! "
Suara itu terdengar langsung di telinganya, padahal tak ada siapa-siapa.
Dari dalam rumah, aroma melati yang busuk menyelinap. Wangi yang dulu Arman suka, kini berubah jadi isyarat bahaya.
"Masuklah, mbak. Lihat bagaimana mas Arman tetap disini dan kembali padaku…"
Langkah Lestari mundur sambil menggelengkan kepalanya, satu, dua… lalu berlari sekuat tenaga kembali ke arah jalan. Ia tak ingin menghadapi Melati secara langsung sekarang karena belum saatnya.
Lestari sampai dipondok dengan nafas memburu. Hal itu tak luput dari pandangan Bu Nurul yang melihatnya dari kejauhan. Perlahan Bu Nurul berjalan mendekati Lestari dan menepuk bahu Lestari hingga membuatnya terperanjat.
"Ibu, "
"Kamu kenapa? " tanya Bu Nurul lirih.
"Aku dari rumah, dan aku melihat sesuatu disana, bu." Lestari mencoba menjelaskan apa yang dia lihat dirumahnya.
"Apa yang kamu lihat, nak. "
"Sebuah boneka kecil tergantung dan, keadaanya mengerikan, "
"Astaghfirullah. Sudah, kamu temani saja anak-anakmu. Belum saatnya kamu berhadapan dengan wanita iblis itu. Perbanyak berdoa, sholawat dan istighfar. " ujar bu Nurul.
Lestari mengangguk dan masuk ke salam kamarnya, dimana anak-anaknya sedang bermain ponsel miliknya.
Malam itu, Lestari membuka mushaf. Ia tahu hanya ini senjatanya sekarang. Ia tidak bisa bertarung dengan api seperti Melati. Tapi ia bisa berpegang pada cahaya.
Ia membaca ayat demi ayat, dan perlahan matanya mulai berat. Namun ketika ia hampir terlelap, pintu kamarnya berderit.
Ia membuka mata. Tidak ada siapa-siapa.
Tapi terdengar langkah kaki kecil.
"Dimas?" panggilnya.
Tak ada jawaban. Hanya suara langkah kaki yang makin mendekat.
Lestari berdiri, mengambil senter dan menyorot sudut ruangan.
Kosong.
Lalu… ia menoleh ke cermin yang retak itu. Dan terdiam.
Karena di balik cermin itu, ia melihat Dimas berdiri, menatap ke arahnya dengan mata yang hitam pekat.
Apa yang terjadi pada Dimas?