Guna-Guna Istri Muda

Guna-Guna Istri Muda

Tamu Tak di Undang

Hujan mengguyur deras malam itu, menampar jendela ruang tamu dengan ritme tak beraturan. Angin berdesir melewati celah-celah ventilasi, membawa hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang.

Lestari berdiri mematung di balik tirai tipis, memandangi jalanan basah di luar sana. Jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi Arman suaminya belum juga pulang. Ponselnya tidak aktif. Pesan-pesannya hanya centang satu.

Kemana dia pergi?

Ini sudah malam ketiga.

Di ruang tengah, Dara anak sulung mereka tertidur di sofa dengan buku pelajaran yang masih terbuka di dada. Lestari mendekat dan duduk disamping nya, membenarkan selimut yang mulai melorot agar anaknya itu tidak kedinginan.

"Bunda, ayah ke mana sih? Kok nggak pulang-pulang?" tanya Dara pelan tanpa membuka mata.

Lestari diam sejenak. Lidahnya kelu, dadanya sesak oleh kemungkinan-kemungkinan buruk yang terus melintas di pikirannya. Dia sudah merasakan sesak selama beberapa hari ini sejak suaminya tidak kunjung pulang.

"Ayah Lagi sibuk, Sayang. Mungkin ada urusan kerja," jawabnya pada akhirnya, meski hatinya tahu itu hanya alasan kosong yang sudah mulai terdengar basi.

Dara mengangguk kecil lalu kembali terlelap.

Lestari kembali ke dapur, membuat teh hangat yang mungkin bisa untuk menenangkan diri dan menghangatkan tubuhnya. Tapi sebelum tangannya sempat mengangkat cangkir, Bi Minah pembantu lama mereka datang tergopoh dengan wajah pucat.

"Bu… ini ada yang aneh," katanya sambil menyerahkan sesuatu yang dibungkus plastik bening.

Lestari membukanya perlahan. Di dalamnya, ada segumpal rambut, potongan kuku, dan kertas kecil bertuliskan sesuatu dalam huruf-huruf yang tak dimengertinya.

"Di mana Ibu temukan ini?"

"Di bawah ranjang kamar Ibu."

Jantung Lestari berdetak lebih cepat. Ini bukan hal biasa. Ini… kiriman.

"Siapa yang masuk ke kamarku?" tanyanya tajam.

Bi Minah menggeleng. "Nggak ada tamu, Bu. Tapi seminggu lalu waktu Ibu keluar kota, Pak Arman sempat bawa seseorang ke rumah. Perempuan. Masih muda. Cantik."

Lestari terdiam. Ia tahu siapa yang dimaksud. Nama itu sudah lama berbisik di telinganya, Melati.

Senyap mendadak menyelimuti rumah itu. Hanya suara hujan dan detik jam yang mengiringi detak cemas di dada Lestari.

Pukul sebelas malam. Terdengar Suara mobil memasuki halaman rumah.

Lestari berdiri di depan pintu. Jantungnya berdebar kencang Tangannya berkeringat. Ia merasakan , malam ini akan berbeda tidak seperti malam sebelumnya.

Ketika pintu terbuka, yang pertama masuk adalah Arman. Wajahnya terlihat lelah, tapi bukan karena pekerjaan yang dia kerjakan. Matanya tidak menatap Lestari sama sekali. Dan di belakangnya, berdiri seorang perempuan muda dengan rambut panjang, bibir merah menyala, dan mata tajam penuh percaya diri menatapnya dengan senyuman lebar.

"Ini Melati," kata Arman singkat, seperti memperkenalkan teman bisnis biasa.

Lestari menahan napas, dadanya benar-benar terasa sesak. Perempuan itu mendekat masih dengan senyum yang sama. Senyum tipis yang menyiratkan sebuah kemenangan.

"Selamat malam, mbak," ucap Melati manis.

Lestari ingin menjawab, tapi tak ada suara yang mau keluar dari mulutnya. Ia hanya menatap suaminya, mencari sedikit rasa bersalah, sedikit pengakuan, atau apa pun. Tapi Arman hanya melewati dirinya, berjalan ke dalam tanpa satu pun kata maaf.

Melati menyusul, langkahnya anggun, tenang, dan terlalu percaya diri untuk orang asing yang masuk ke rumah seorang istri sah.

Di ruang makan, suasana tegang menggantung seperti asap dupa yang tak terlihat.

"Dia akan tinggal di sini sementara," kata Arman sambil menyeruput kopi yang sudah dingin "Aku sudah siapkan kamar atas."

"Di rumah ini?" suara Lestari pecah juga akhirnya. "Apa kamu sadar apa yang kamu lakukan, Mas?"

"Sudahlah, jangan bikin keributan ini sudah terlalu malam. Aku tidak ingin ada keributan. Ini bukan salahmu atau salah dia. Aku cuma… ingin hidup baru dan berwarna. Dan kamu harus terima itu."

Melati diam, tapi senyumnya tak pernah lepas dari bibirnya.

"Apa kamu sadar, kamu sudah meracuni anak-anak kita dengan keputusan ini? kenapa kamu tidak bertanya dulu padaku, " tanya Lestari, suaranya nyaris bergetar.

"Kalau aku bertanya padamu, apakah kamu akan memberiku ijin? Sudahlah, lagi pula aku akan bersikap adil pada kalian. " ucap Arman acuh, dia tidak memperdulikan perasaan Lestari sama sekali.

Lalu Melati membuka suara, lembut tapi menghunjam. "Aku tidak datang untuk merebut apa pun. Aku hanya menemani suamiku. Dan aku yakin… semesta akan mendukung yang tulus."

Tulus?

Lestari ingin tertawa, ingin menampar wajah cantik itu. Tapi ia tahu ada yang lebih gelap dari sekadar kata-kata. Sejak kehadiran Melati, rumah ini terasa asing. Hangatnya lenyap berubah dingin. Dan banyak hal aneh yang terjadi di rumah ini. Dan tadi dia baru menemukan, kiriman itu…

"Mel, aku tahu apa yang kau lakukan," ucap Lestari lirih.

Melati yang mendengarnya langsung menatapnya tajam. Senyumnya menghilang, diganti ekspresi dingin.

"Kau tidak tahu apa-apa, mbak. Sebaiknya kamu diam. Atau kamu hanya akan disebut seorang istri pertama yang hanya iri dengan istri kedua, sehingga menyebarkan fitnah tak berdasar."

Lestari berdiri. "Aku memang bukan perempuan sempurna. Tapi aku istri sah. Dan Tuhan pasti akan berpihak pada yang benar. Ingat itu. " Lestari langsung menggendong anaknya dan ingin membawanya kekamar nya.

Melati menunduk sejenak dan tersenyum sinis, "Maka berdoalah sekuat-kuatnya, Mbak, "

Arman hanya diam menikmati rokok dan kopi yang dingin itu mendengar perdebatan antara Lestari dan Melati, dia seolah tak peduli sama sekali dengan apa yang mereka berdua bicarakan. Lestari benar-benar kecewa melihat sikap Arman yang begitu acuh kepadanya. Kenapa suaminya itu begitu berbeda tidak seperti Arman yang dulu.

Malam itu, Lestari mengunci kamarnya dan bersujud lebih lama dari biasanya. Mulutnya gemetar membaca doa-doa yang lama ia tinggalkan, hatinya merintih memohon perlindungan dan keselamatan untuknya dan anak-anaknya. Tak lupa dia mendoakan suaminya agar kembali kejalan yang benar, dan menjadi suami dan ayah yang baik untuk keluarga kecilnya.

Ia tak tahu apa yang datang, dia bukan hanya istri muda, tapi juga ular di dalam rumah tangganya, yang siap mematuk kapan saja. Dan dia tahu, ini bukan lagi sekadar masalah rumah tangga. Ini perang, perang antara hak dan batil.

Di luar kamar, angin bertiup makin kencang. Jendela bergetar walau sudah di kunci dari dalam. Dan di kamar atas, Melati yang baru saja membersihkan tubuhnya, langsung menyalakan dupa hitam yang mengepul pekat, lalu duduk bersila menghadap cermin.

Dari bibirnya meluncur mantra lirih. Entah apa yang dia baca tidak ada yang tau artinya.

Di dalam cermin, bayangan Arman berdiri… tapi wajahnya tak lagi seperti manusia.

Terpopuler

Comments

Mefiani

Mefiani

wae...cerita baru..mistis lagi...ditunggu kelanjutannya kak.perang antara yg hitan dan yg putih...

2025-05-30

1

Yuliana Tunru

Yuliana Tunru

kyk x bakal seru cerita mistis x..up lg thor

2025-05-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!