Ia adalah Echo bernama Jae, idol pria berwajah mirip dengan jake Enhypen. Leni terlempar kedua itu dan mencari jalan untuk pulang. Namun jika ia pulang ia tak akan bertemu si Echo dingin yang telah berhasil membuat ia jatuh cinta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sabana01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gema yang Memudar
Setelah berhasil menyingkirkan Paman Kang dari kendali keuangan, Leni—dengan kekuatan penuh sebagai “CEO Kim Leni”—mulai menggerakkan Seoul seperti papan catur miliknya sendiri. Manajer Park yang semula keras kepala kini tunduk sepenuhnya, membuka pintu koneksi yang sebelumnya mustahil terjangkau.
Dengan posisinya sebagai pewaris J-Cosmetic, Leni meluncurkan strategi nekat yang ia sebut dalam hati sebagai Proyek Pemicu Resonansi Cepat. Setiap rencananya tidak hanya untuk mempercepat kepulangan, tetapi juga untuk menjaga Jae yang semakin rapuh dari hari ke hari.
Suatu pagi Jae tampak begitu pucat hingga Leni harus menyentuh punggung tangannya—ia hampir kaget ketika kulit Jae terasa dingin, seperti lapisan kaca yang mulai menipis.
“Kita tidak bisa menunggu dua bulan,” kata Leni lirih. “Kondisimu memburuk.”
Jae duduk di sofa, bahunya merosot. “Aku tahu. Tapi semakin besar riak yang kau buat, semakin besar risiko yang akan kau tanggung.”
“Risiko itu perlu,” gumam Leni tegas. “Kalau tidak, kau akan menghilang sebelum kita menemukan jalan pulang.”
......................
Leni menggunakan seluruh otoritasnya untuk merancang acara besar: launching party mewah J-Cosmetic, yang akan diselenggarakan di hotel paling prestisius di Gangnam. Dan bintang undangan utamanya?
Jake Shim dan ENHYPEN.
Tetapannya berbinar saat menyampaikan rencana itu pada Jae. “Acara ini akan menarik perhatian seluruh media global. Resonansi akan lebih kuat kalau ada emosi besar. Agensi mereka tidak mungkin menolak sponsor sebesar ini.”
Ia bahkan menuntut kehadiran Jake dalam beberapa segmen khusus, menjadikannya “Muse of the Year” untuk produk terbaru. Jae hanya bisa memijat pelipis, antara tak percaya dan pasrah.
......................
Namun di balik rangkaian strategi megah itu, sesuatu yang jauh lebih serius terjadi. Jae semakin sering memudar.
Suaranya kadang bergeser, terdengar seperti rekaman yang dipercepat atau diperlambat. Kadang tubuhnya kehilangan fokus, seperti bayangan yang bergoyang oleh angin.
Suatu malam, Leni menemukannya duduk di lantai, bersandar pada dinding apartemen gelap. Ia tampak lelah—bukan secara fisik, tapi seperti jiwanya ditarik paksa keluar.
“Jae-ssi?” Leni berjongkok di depannya. “Kau baik-baik saja?”
Jae membuka mata pelan, pupilnya merespons cahaya dengan lambat. “Aku hanya… kehabisan daya. Aku harus memproses terlalu banyak emosi. Emosimu.”
Perkataan itu membuat dada Leni mengencang. “Ini salahku.”
Tubuh Jae semakin dingin. Leni bahkan ragu apakah ia benar-benar sedang menyentuh kulit manusia. “Aku takut kehilanganmu,” katanya pelan. “Kalau kau lenyap, aku akan terjebak selamanya sebagai Kim Leni.”
Jae memalingkan wajah. “Mungkin itu lebih baik. Hidupmu di sini jauh lebih nyaman daripada di duniamu. Tidak ada shift malam. Tidak ada ketakutan. Tidak ada kekurangan.”
“Aku tidak mau hidup yang bukan milikku!” Leni membalas cepat. “Aku mau hidup yang hangat. Yang berantakan. Yang punya rasanya sendiri. Aku mau pulang ke Ibuku.”
Ucapan itu membuat Jae tersentak halus. Ada sesuatu yang melintas di matanya—sedikit iri, sedikit rindu.
Akhirnya ia menghela napas panjang. “Kalau begitu, lanjutkan rencanamu. Semakin cepat kau bisa kembali, semakin baik. Hanya satu hal yang harus kau jaga: jangan sentuh Jake. Resonansinya terlalu kuat. Aku tidak mau kau terperangkap.”
Perintah itu menghantam dada Leni lebih kuat daripada dugaan Jae, tapi ia hanya mengangguk pelan. “Aku tidak akan mendekatinya. Aku hanya ingin pulang, Jae-ssi. Bukan jatuh cinta.”
......................
Dalam satu minggu, Leni menyelesaikan seluruh persiapan. Ia bahkan mendesain tata acara sedemikian rupa agar Resonansi berlangsung maksimal: lampu remang, panggung luas, jarak yang dibuat seolah kebetulan namun sebenarnya terukur.
Ada satu detail yang membuat Jae menatap denah dengan khawatir—dua jalur yang bertemu di tengah panggung:
jalur Jake dari belakang panggung
dan jalur Leni sebagai host utama acara.
“Ini terlalu dekat,” kata Jae pelan.
“Aku akan menjaga jarak dua puluh meter,” balas Leni. “Kecuali saat penyerahan award. Itu pun cepat.”
“Tidak cukup,” sanggah Jae. “Ada risiko kau… tertarik.”
Leni tersenyum tipis. “Aku tidak akan tertarik. Aku hanya tertarik pada pintu keluar.”
Jae tidak membalas, namun ekspresinya jelas tidak percaya.
Di detik itu, Leni sadar bahwa Jae lebih takut kehilangan dirinya daripada dunia lain apa pun.
......................
Acara tinggal seminggu lagi. Umpan star power telah dipasang. Tinggal menunggu siapa yang akan jatuh ke Resonansi—Jake, Jae… atau dirinya sendiri.
Dan untuk pertama kalinya, Leni merasa gemetar oleh sesuatu yang bukan ketakutan, melainkan penantian.
...****************...