Grace Li selalu mencintai Ethan dalam diam. Tak pernah berani berharap, sampai takdir mempertemukan mereka dalam sebuah pernikahan yang terpaksa harus mereka jalani.
Sayangnya, meski Grace Li adalah istri sah, hatinya bukanlah tjuan cinta sang suami. Semua kasih sayang lelaki itu justru tertuju pada adiknya.
Namun, bukankah waktu bisa mengubah segalanya? Akankah pernikahan tanpa cinta ini prlahan melahirkan rasa yang tulus?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ADA LALAT
Grace terus menunduk, dingin di lantai menyentuh kening, seakan dinginnya bisa menurunkan demamnya. Nyonya Li, yang selalu ingin terlihat menjadi ibu tiri yang bijak, mendekati Grace. "Ayo berdiri, bukankah kau masih sakit?"
Grace masih terus menunduk, tubuhnya gemetar menangis. Ethan menarik Nyonya Li, lalu pria itu bersimpuh di depan Grace, dan langsung memapahnya.
Tiba-tiba saja Ethan memeluk Grace, menepuk lembut pinggul ramping istrinya. Grace mendongak sambil berkata lirih, "Kakek...!"
Ethan memberikan tatapan teduh, sambil merapikan anak rambut Grace yang berantakan, seraya berkata, "Aku tahu... aku tahu... ayo kita antar Kakek ke krematorium!"
Sambil merangkul Grace, Ethan memberi tanda agar peti mati di tutup. Setelah penghormatan terakhir, dua orang pelayan duka membawa sebuah wadah besi besar ke halaman rumah duka. Di dalamnya sudah menunggu api kecil yang menyala pelan. Tumpukan uang kertas arwah berwarna kuning keemasan dengan cap merah diletakkan di samping, siap untuk dibakar.
Biksu kembali berdiri, suaranya tenang,
“Segala bekal duniawi akan kita serahkan, agar jiwa beliau tidak merasa kekurangan di perjalanan.”
Lucas mengambil segepok uang arwah, lalu meletakkannya ke dalam api. Lembaran kertas itu langsung berkobar, lidah api menari-nari, asap putih mengepul.
"Kakek... terimalah ini, semoga peejalanamu lancar." bisiknya hampir tak terdengar.
Satu per satu anggota keluarga mengikuti. Ada yang menundukkan kepala dalam hening, ada pula yang terisak saat melemparkan kertas ke api. Semakin lama, api itu membesar, menelan ratusan lembar kertas yang dipercaya akan berubah menjadi bekal di alam baka.
Grace dengan tangan gemetar, menambahkan seikat pakaian kertas berwarna cerah, simbol pakaian baru untuk arwah. Ia menunduk, lalu berucap, "Semoga Kakek tetap hangat, di dunia sana!"
Ketika tumpukan terakhir habis terbakar, biksu memukul kayu ikan tiga kali. "Tok... tok... tok..."
“Tugas kita di dunia ini selesai. Kini kita antar beliau ke tempat peristirahatan terakhir.”
Para pelayan kemudian mengangkat peti, menutupnya rapat, membuat dada semua orang yang hadir bergetar. Tangis pecah lebih keras, tanda bahwa wajah tercinta itu tak akan terlihat lagi.
Arak-arakan pun dimulai. Di depan, biksu berjalan sambil membawa dupa besar, asapnya mengepul tinggi, seakan menjadi penunjuk jalan. Di belakangnya, keluarga inti berjalan dengan langkah tertatih, beberapa masih terisak.
Peti diletakkan di atas mobil jenazah hitam yang sudah menunggu dengan pintu terbuka. Ketika mobil itu perlahan bergerak menuju krematorium, semua orang berdiri di pinggir jalan, menundukkan kepala. Lilin merah yang tadinya menyala di altar padam ditiup angin, seakan menandai berakhirnya sebuah babak kehidupan.
Iring-iringan mobil keluarga pun melaju ke krematorium. Kepala pelayan mencegah Sarah tepat ketika ingin naik ke mobil Ethan. Dia berpikir Kakek Mo, pasti akan sedih, jika melihat situasi ini. Ada lalat yang hadir diantara Ethan dan Grace.
Mwreka pun tiba di krematorium, pada saat ini suasana lebih hening. Bau dupa bercampur dengan aroma kayu terbakar. Lalu Peti diturunkan, dan dimasukkan ke dalam ruang pembakaran.
Sebelum pintu besi ditutup, keluarga diberi kesempatan terakhir untuk bersujud sekali lagi. Grace langsung berlutut, tangannya menempel di lantai. "Kakek... selamat jalan, semoga engaku tenang bersama leluhur!"
Pintu besi menutup perlahan dengan suara berat, gruuukkk... dan mesin pun mulai berderu. Tangisan kembali pecah. Di ruangan itu, semua orang tahu, yang tersisa nanti hanyalah abu dan kenangan.
Ethan merangkul bahu Grace, dan memberikan tepukan lembut di bahu istrinya itu. Sementara itu, Sarah menatap Grace dengan tatapan ingin membunuh. Hatinya begitu cemburu.
Mesin kremasi berhenti setelah beberapa jam. Suara deru yang tadinya mengisi ruangan perlahan hilang, menyisakan keheningan yang menekan dada.
Pintu besi terbuka kembali, dan hawa panas yang menyengat menyembur keluar. Di dalamnya, peti kayu telah lenyap, hanya tersisa abu keabu-abuan yang bercampur dengan serpihan tulang putih pucat.
Seorang petugas berpakaian putih mendekat dengan penuh kehati-hatian. Dengan alat logam, dia memisahkan sisa tulang, lalu menumbuknya halus agar menjadi abu lembut. Semua itu dilakukan dalam diam, hanya sesekali terdengar bunyi alat yang bergesekan dengan wadah besi.
Grace duduk dengan mata sembab, sambil menatap kosong ke lantai. Tak lama kemudian, petugas keluar membawa sebuah guci keramik putih berhias pola naga emas.
Dia menunduk hormat lalu berkata pelan,
“Ini adalah abu Tuan Besar Mo. Mohon dijaga dengan baik.”
Tangis lirih kembali terdengar. Grace dan ethan berdiri. Tangan Lucas gemetar saat menerima guci itu. menekapkannya ke dada, memeluk erat seakan masih bisa merasakan hangat tubuh Kakek Mo.
"Kakek... kau kembali pada kami dalam bentuk yang berbeda, kami akan menjagamu dengan baik!" ucap Ethan dengan suara parau.
Biksu yang sejak awal menemani menutup mata sejenak, lalu berdoa singkat sambil menggerakkan lonceng kecil.
“Arwah telah tenang. Abu ini bukanlah akhir, melainkan tanda bahwa beliau kini berada di alam damai. Semoga keturunan selalu mengenang, agar roh leluhur tetap hadir memberi berkah.”
Setelah itu, keluarga bersama-sama menunduk dalam-dalam di hadapan guci. Beberapa orang menyalakan dupa lagi, menancapkannya di wadah kecil, membiarkan asap tipis naik ke udara sebagai penghubung antara dunia fana dan alam baka.
Grace masih berdiri, masih ingin berlama-lama lagi bersama abu Kakek Mo. Ethan menarik Tangan Grace, "Ayo kita bawa Kakek Pulang!"
Grace mendekap erat guci abu Kakek Mo. Sarah tidak rela melihat Ethan dan kakaknya terlihat harmonis. Dalam otak kecilnya itu segera menyusun rencana serangan balik, agar Ethan kembali memperhatikannya.
" Hati yang busuk mengeluarkan napas yang bau "
🤣🤣🤣🤣 bangun tidur uda bau..walaupun cantik juga...Sekretaris Mei bisa aza...Sarah diam membisu...🤭🤭🤭🤭
kudu di kubek otak c e ny
c j pede bed,,org lg ngejar grace
nat tegas lu