NovelToon NovelToon
Pawang Dokter Impoten

Pawang Dokter Impoten

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:18.5k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Dokter Arslan Erdem Mahardika, pria tampan dan cerdas berusia 33 tahun, memiliki segalanya kecuali satu hal yaitu kepercayaan diri untuk menikah.

Bukan karena dia playboy atau belum siap berkomitmen, tapi karena sebuah rahasia yang ia bongkar sendiri kepada setiap perempuan yang dijodohkan dengannya yaitu ia impoten.

Setiap kencan buta berakhir bencana.
Setiap perjodohan berubah jadi kegagalan.

Tanpa cinta, tanpa ekspektasi, dan tanpa rasa malu, Tari Nayaka dipertemukan dengan Arslan. Alih-alih ilfeel, Tari justru penasaran. Bukannya lari setelah tahu kelemahan Arslan, dia malah menantang balik sang dokter yang terlalu kaku dan pesimis soal cinta.

“Kalau impoten doang, bisa diobatin, Bang. Yang susah itu, pria yang terlalu takut jatuh cinta,” ucap Tari, santai.

Yang awalnya hanya pengganti kakaknya, Tari justru jadi pawang paling ampuh bagi Arslan pawang hati, pawang ego, bahkan mungkin pawang rasa putus asanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 6. Double Date

Nayaka baru saja menggantungkan ID card perawatnya di loker ketika ponselnya bergetar. Ia menunduk, layar menunjukkan nama: Kiara.

Padahal baru satu jam lalu, Odelia sudah lebih dulu kirim chat soal rencana nonton film Korea terbaru yang lagi heboh di TikTok. Rencana yang nyaris batal karena ia ditahan lembur.

Belum sempat menyapa, suara Kiara sudah langsung menyambar di ujung telinga.

“Cepetan! Dua puluh menit lagi filmnya diputar. Aku udah beliin kamu tiket. Jangan nyasar!”

“Tenang, aku pasti datang sebelum bioskopnya keburu tutup,” jawab Nayaka cepat sambil meraih hoodie putih dari gantungan dan memasukkannya ke dalam tas.

Ia melirik jam. Nyaris setengah tujuh. Perjalanan dari rumah sakit ke mall itu butuh waktu tiga puluh menit kalau jalanan bersahabat. Tapi Jakarta malam hari? Macetnya bisa bikin orang waras mendadak pengen naik sapu terbang.

Tanpa pikir panjang, Nayaka berlari kecil ke parkiran. Tangannya gesit membuka pintu mobil, melompat masuk, dan melaju seperti dikejar hutang.

Jalanan padat. Tapi ia lihai. Mobilnya meliuk bak ikan di antara celah-celah kendaraan yang ogah ngalah. Angin malam masuk dari jendela separuh terbuka, membuat rambut tingginya menari liar.

Beberapa meter sebelum pintu masuk mall, sebuah motor sport berwarna merah tiba-tiba menyusul dari kanan. Dekat terlalu dekat. Si pengendara sengaja menutup jalan. Nayaka menginjak rem, lalu membanting setir ke kiri.

“Ya ampun, siapa sih?” gerutunya, setengah kesal.

Bukannya pergi, si pengendara justru berbalik arah dan menghalangi lagi.

“Aku lagi buru-buru, bego!” pekik Nayaka dari balik kaca.

Motor itu berhenti. Helmnya dibuka perlahan. Sinar lampu jalan menyorot wajahnya yang familiar terlalu familiar.

Mata Nayaka membelalak. Nafasnya tertahan.

“Gila itu kan dokter Arslan?”

Pria itu turun dari motor. Masih dengan wajah dingin dan ekspresi nol emosi. Kemeja putihnya setengah terlipat ke siku. Lengan kirinya menopang helm, sedangkan tangan kanan dimasukkan ke saku celana.

“Jadi ini yang kamu maksud dengan aku pasti datang tepat waktu?” ucap Arslan datar.

Nayaka melongo, masih bingung kenapa pria yang katanya 'nggak suka drama' ini tiba-tiba muncul di jalan, apalagi dengan motor, malam-malam begini.

“Eh, lo nguntit gue?” tanyanya curiga.

“Gue bukan detektif. Cuma lewat. Tapi pas lihat gaya nyetir bar-bar, gue yakin itu kamu,” katanya dengan nada tajam, tapi tetap tenang.

“Yaelah, Dok. Gue cuma kejar waktu nonton film. Bukan balapan MotoGP juga,” Nayaka membela diri sambil melipat tangan di depan dada.

Arslan mendekat satu langkah. Mata tajamnya menusuk.

“Kalau kamu mati di jalan karena kebut-kebutan buat nonton aktor Korea, saya harus lapor ke siapa? Diri kamu sendiri?”

“Eh, jangan bawa-bawa aktor Korea. Mereka nggak salah!” balas Nayaka cepat.

Ponselnya berdering lagi. Kali ini nama Odelia muncul. Diikuti suara pesan dari Kiara yang masuk bersamaan yang cukup nyaring sampai-sampai Nayaka menjauhkan ponsel dari telinganya.

"Tiket mau dikasih orang nih!” pekik Odelia dari seberang telpon.

Nayaka menatap Arslan. Napasnya mulai tak beraturan, bukan karena marah tapi karena aneh. Karena dia harus jelasin semua ini ke laki-laki yang bahkan belum sah jadi siapa-siapanya?

“Aku cabut dulu ya. Tiket udah dibeliin,” ucap Nayaka buru-buru sambil memutar setir.

Tapi Arslan menahan pintu mobil sebelum sempat ditutup.

“Mulai besok, kalau kamu masih kerja di bawah tanggung jawab saya, jangan berani-berani buat ambil resiko bodoh kayak gini,” ujarnya pelan tapi dalam.

Mata mereka bertemu. Lagi-lagi, seperti tadi pagi saling ukur, saling tantang, tapi juga saling tarik tanpa alasan yang logis.

Nayaka mendengus. “Oke, Dok. Tapi kalau suatu saat saya nabrak karena ngejar cinta dokter bedah yang cuek dan dingin kayak es batu, itu jatuhnya termasuk resiko bodoh juga nggak?”

Arslan diam. Tak ada senyum. Tapi tangan yang tadi menahan pintu akhirnya terlepas.

“Pergi sana. Film kamu keburu habis.”

Nayaka melaju. Tapi kali ini tanpa gas terlalu dalam. Ada sesuatu di dadanya yang mendadak terasa aneh. Jantungnya berdetak, bukan karena jalanan tapi karena tatapan pria itu masih membekas di balik kaca spion.

Nayaka berlari kecil menuju pintu masuk mall, melewati kerumunan orang yang sebagian besar sibuk dengan gawainya.

Ia menekan tombol lift berulang kali, berharap kotak besi itu segera terbuka. Begitu pintu terbuka, ia langsung masuk, menahan napas sambil menatap lantai lima yang perlahan muncul di panel digital.

Begitu pintu terbuka, ia melesat keluar. Langkahnya dipercepat, sepatu ketsnya menggesek lantai marmer dengan suara nyaris tak terdengar.

Lorong bioskop sudah tampak di depan mata. Ia mendongak melihat jam digital di atas loket dua menit sebelum film dimulai.

“Ampun telat banget ya, gue kira bakal nonton sendiri,” celetuk Kiara sambil menyerahkan tiket cadangan.

“Aku bilang juga aku pasti datang,” ucap Nayaka sambil terengah tapi tetap tersenyum.

Odelia menyambut dengan ekspresi lega. “Udah masuk yuk, filmnya udah mulai.”

Mereka bertiga masuk dan duduk di barisan tengah. Lampu dalam studio meredup. Film dimulai. Poster besar menampilkan wajah aktor Korea Selatan favorit mereka: Lee Ming Hoo.

Popcorn berpindah tangan. Minuman soda bergantian dipegang. Dan bisikan soal plot cerita, baju si aktor, serta ekspresi yang "bikin jantung copot" terdengar nyaris sepanjang film.

“Astaga, liat tuh ekspresi dia pas bilang saranghae. Gila sih,” bisik Kiara.

“Nggak masuk akal. Mukanya bisa sedingin itu tapi tetap bikin melting,” timpal Odelia.

Nayaka tertawa kecil. “Mungkin karena dia bukan dokter bedah.”

Mereka bertiga tenggelam dalam alur film. Tapi tanpa mereka sadari, dari barisan paling belakang, ada sepasang mata tajam yang memperhatikan gerak-gerik mereka. Pandangan itu tidak berkedip tenang dan dingin. Tapi menyimpan sesuatu yang sulit ditebak.

Setelah film selesai, mereka keluar sambil membahas ending yang dinilai “nggantung”. Di depan pintu bioskop, dua pria sudah menunggu.

“Lama banget sih, sayang,” sapa Uwais, kekasih Odelia yang berseragam polisi dengan jaket preman.

Di sebelahnya, Raymeer cowok gondrong berjaket kulit yang bekerja sebagai DJ menyambut Kiara dengan pelukan singkat.

“Gila sih, lo semua cocoknya main drama Korea sendiri,” seru Raymer sambil menguap.

Mereka berlima memutuskan makan malam di restoran Jepang di lantai bawah. Suasananya santai. Gelak tawa menghiasi meja makan. Obrolan berganti dari film ke pekerjaan, dari pasangan ke Nayaka.

“Eh Nay, pacar kamu mana? Kok nggak diajak?” tanya Odelia sambil menyuap salmon mentah.

Kiara menimpali, “Iya, jangan-jangan diam-diam pacaran sama barista?”

Nayaka menyandarkan tubuh ke kursi. Tangannya meraih sumpit, tapi gerakannya melambat.

“Aku nggak punya pacar,” katanya santai.

Kiara melongo. “Loh?”

“Tapi insya Allah bulan depan aku nikah,” imbuh Nayaka santai sambil menatap wasabi di piring kecilnya.

Semuanya membeku sejenak. Raymeer sampai berhenti mengunyah. Odelia menurunkan sendoknya. Uwais menatap Nayaka serius.

“Maaf, what?” Kiara mengulang, matanya membesar.

“Serius, Nay? Lo nikah?” ucap Uwais yang langsung menegakkan duduknya.

Nayaka mengangguk. “Iya. Sama dokter di rumah sakit tempat aku kerja sekarang. Namanya Arslan Han Mahardika.”

Raymeer bersiul. “Nama belakangnya aja udah kayak presiden Turki.”

“Dia dokter bedah. Perfeksionis, super disiplin, nggak banyak ngomong. Tapi ya pintar banget dan ya ampun gantengnya susah didefinisikan,” ucap Nayaka sambil nyengir kecil.

“Mix blood?” tanya Kiara setengah bercanda.

“Korea, Turki, Indonesia. Komplet. Kayak nasi padang tapi premium,” jawab Nayaka santai.

“Please, Nay, bilang lo bercanda,” ucap Odelia.

Nayaka mengangkat kedua tangan. “Aku nggak main-main.”

Kiara menatap Uwais lalu Raymeer. “Gue jadi insecure sih.”

Odelia menghembuskan napas panjang. “Besok gue ikut kerja di rumah sakit lo, Nay. Siapa tahu dapet jodoh juga.”

Mereka tertawa lagi. Tapi diam-diam dalam keramaian tawa itu, Nayaka sendiri menyimpan rasa gelisah.

Karena sejujurnya, sekalipun ia bisa mendeskripsikan Arslan dengan lancar, hatinya masih belum tahu, pria itu bakal jadi suami karena takdir atau cuma ganti posisi kakaknya?.

Hingga seseorang menarik tangan Nayaka dengan kasar tepat ketika mereka baru saja selesai membayar bill makanan.

“Arggh!!” serunya spontan.

Refleks tubuh Nayaka bekerja lebih cepat dari pikirannya. Dengan gerakan gesit, ia memutar pergelangan tangan si penyerang sambil menginjak kaki lawan. Kursi tergeser. Suara sendok jatuh. Beberapa pengunjung menoleh.

1
Midah Zaenudien
semngat berkarya jgn bt cerita x stuk2 d tempat x
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: siap kakak... kedepannya akan muncul konflik
total 1 replies
Ummi Sulastri Berliana Tobing
lagi donk 🥰🥰
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah besok kakak sekitar jam 12 WITA sudah update
total 1 replies
Lukman Suyanto
lanjuttt
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah, besok makasih banyak masih setia baca
total 1 replies
Lukman Suyanto
lanjutt
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah besok kakak 🙏🏻🥰
total 1 replies
Sholikhah Sholikhah
wong mantune Bu Retno juga orang biasa gitu kok gak ngaca. tolong dong kirim kaca ke Bu Retno
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: irinya Segede gabang kak 🤭
total 1 replies
Sholikhah Sholikhah
yah nyindir nih, yg bisanya hanya baca dan like 😄😄😄😄
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭🤣🙏🏻
total 1 replies
Eva Karmita
Naya tersengat belut listrik nya pak dokter 🤣🤣🤣💓💓
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hahaha mati dong 🤣
total 1 replies
Daeng
sangat menghibur
Yani
pwngantin baru oiii pengantin baruu.. yikes sapa dluan yg dpt bonusan malam pertama.. 😁😁
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: semuanya dapat yang gede dan panjang 😂🤭
total 1 replies
Yani
pernikahan semua netizen ini Mah
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: mewakili yah 🤣
total 1 replies
Yani
waduh Merissa tercubit diriku ha ha haha
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hahaha 😂🤭
total 1 replies
Maulida greg Ma
hahaha segitunya
Maulida greg Ma
nggak apa-apa istri sendiri
Maulida greg Ma
nikahnya barengan semoga hamil juga barengan
Farhana
ya Allah mereka benar-benar random
Farhana
benar godaan istri luar biasa
Farhana
semoga samawa
Naila
haha kaget tapi penasaran 🤭🤣
Naila
akhirnya sah juga
Inha Khaerunnisa
Haha
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!