Satu kesalahan di lantai lima puluh memaksa Kirana menyerahkan kebebasannya. Demi menyelamatkan pekerjaan ayahnya, gadis berseragam putih-abu-abu itu harus tunduk pada perintah Arkan, sang pemimpin perusahaan yang sangat angkuh.
"Mulai malam ini, kamu adalah milik saya," bisik Arkan dengan nada yang dingin.
Terjebak dalam kontrak pelayan pribadi, Kirana perlahan menemukan rahasia gelap tentang utang nyawa yang mengikat keluarga mereka. Di balik kemewahan menara tinggi, sebuah permainan takdir yang berbahaya baru saja dimulai. Antara benci yang mendalam dan getaran yang tak terduga, Kirana harus memilih antara harga diri atau mengikuti kata hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. Fmz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13: Rahasia yang Terkubur
Tubuh Pak Baskoro tergeletak kaku di atas tanah yang basah oleh embun malam setelah suara letusan senjata itu memecah kesunyian hutan. Kirana menjerit sekuat-tenaga, suara lengkingannya sanggup merobek keheningan malam yang sangat mencekam di pinggiran kota tersebut. Ia berusaha melepaskan diri dari dekapan Arkananta, namun pria itu justru memeluknya semakin erat untuk melindungi Kirana dari kemungkinan tembakan susulan.
"Lepaskan saya! Ayah saya tertembak, Tuan! Saya harus menolongnya!" teriak Kirana sambil meronta-ronta dengan sisa tenaganya yang semakin menipis.
Arkananta tidak bergeming sedikit pun, ia justru menarik Kirana untuk bersembunyi di balik badan mobil yang terbuat dari baja tahan peluru. Matanya menyipit, memantau pergerakan para pria berseragam hitam yang mulai menghilang ke dalam kegelapan pepohonan setelah melancarkan serangan pengecut tersebut. Amarah yang sangat besar kini terpancar dari wajah Arkananta, membuat rahangnya mengeras sekeras batu karang di tengah lautan.
"Tetap di sini jika kamu tidak ingin menyusulnya ke alam baka sekarang juga, Kirana!" perintah Arkananta dengan suara yang sangat rendah namun penuh dengan getaran kemarahan.
Kirana akhirnya jatuh terduduk di atas aspal dengan tangisan yang sangat memilukan, menatap bayangan ayahnya yang tidak lagi bergerak dari kejauhan. Ia merasa seluruh dunianya baru saja runtuh dalam waktu satu malam, menyisakan puing-puing kesedihan yang tidak mungkin bisa ia susun kembali. Aroma mesiu yang pekat berpadu dengan bau tanah basah, menciptakan suasana yang sangat menyiksa bagi jiwa gadis muda itu.
"Kenapa semua orang yang saya sayangi harus berakhir seperti ini?" bisik Kirana dengan sapaan yang nyaris tidak terdengar di antara isak tangisnya.
Arkananta tidak menjawab pertanyaan itu, ia justru mengeluarkan sebuah alat komunikasi kecil dan memerintahkan tim medis pribadinya untuk segera menuju lokasi kejadian. Ia menyadari bahwa Pak Baskoro adalah satu-satunya jembatan untuk mengungkap dalang di balik kematian orang tuanya di masa lalu. Dengan langkah yang sangat hati-hati, Arkananta mulai mendekati tubuh Pak Baskoro sambil tetap mengarahkan pandangannya ke arah hutan yang sangat gelap.
"Tuan, hati-hati! Mereka mungkin masih ada di sana menunggu kita lengah!" teriak Kirana sambil menutup mulutnya dengan tangan yang bergetar hebat.
Arkananta mengabaikan peringatan tersebut dan segera memeriksa denyut nadi di leher Pak Baskoro dengan gerakan yang sangat tangkas dan profesional. Ia menemukan sebuah lubang kecil di punggung pria tua itu, namun darah yang keluar tidak sebanyak yang ia bayangkan sebelumnya. Sebuah kecurigaan muncul di benak Arkananta saat ia menyadari bahwa peluru tersebut bukanlah peluru tajam yang biasa digunakan untuk membunuh.
"Dia masih hidup, Kirana! Ini adalah peluru bius dengan dosis yang sangat tinggi untuk melumpuhkan manusia dewasa," teruji Arkananta sambil mengangkat tubuh Pak Baskoro dengan susah-payah.
Kirana segera berlari menghampiri mereka dengan perasaan yang sangat lega sekaligus bingung yang bercampur menjadi satu di dalam dadanya. Ia membantu Arkananta membawa ayahnya masuk ke dalam mobil, mengabaikan noda tanah yang kini mengotori seragam sekolahnya yang sangat mewah itu. Mereka segera memacu mobil menjauhi tempat tersebut saat suara raungan sirine ambulans mulai terdengar mendekat dari kejauhan jalan raya.
Di dalam mobil yang melaju sangat kencang, Kirana terus menggenggam tangan ayahnya yang terasa sangat dingin dan kaku seperti bongkahan es. Ia memperhatikan wajah ayahnya yang tampak sangat lelah, menyembunyikan ribuan rahasia yang selama ini tertanam rapat-rapat di bawah permukaan kesederhanaannya. Arkananta sesekali melirik melalui kaca spion, memastikan tidak ada mobil misterius yang mengikuti mereka dari belakang secara diam-diam.
"Kenapa mereka tidak membunuhnya saja jika mereka benar-benar ingin menghilangkan jejak?" tanya Kirana dengan nada yang sangat penuh dengan rasa ingin tahu.
Arkananta mencengkeram kemudi mobilnya dengan sangat kuat hingga urat-urat di punggung tangannya tampak menonjol keluar dengan sangat jelas. Ia tahu bahwa musuh-musuhnya membutuhkan Pak Baskoro hidup-hidup untuk mendapatkan informasi mengenai lokasi penyimpanan dokumen rahasia milik keluarga Dirgantara. Pak Baskoro bukan sekadar saksi, melainkan kunci brankas berjalan yang selama ini ia cari-cari dengan sangat keras.
"Karena mereka tahu bahwa ayahmu adalah satu-satunya orang yang memegang kode rahasia gudang arsip terbakar itu," jawab Arkananta dengan nada yang sangat dingin dan datar.
Kirana terdiam membisu, ia teringat pada map cokelat tua yang sempat ia temukan di gudang bawah tanah rumah Arkananta pada sore hari tadi. Ia mulai menyadari bahwa setiap kejadian yang ia alami sejak pertama kali magang di kantor Arkananta adalah sebuah rantai jebakan yang saling berkaitan. Rasa takut yang baru kini menyelinap ke dalam hatinya, menyadari bahwa ia sendiri mungkin memiliki peran penting dalam drama berdarah ini.
"Lalu apa yang akan Anda lakukan kepada kami setelah semua rahasia ini terbongkar nanti, Tuan?" tanya Kirana sambil menatap lurus ke depan dengan pandangan yang nanar.
Arkananta tidak segera menjawab, ia justru memperlambat laju mobilnya saat mereka memasuki sebuah gerbang markas rahasia yang terletak di tengah hutan jati. Tempat itu dikelilingi oleh pagar kawat berduri yang sangat tinggi dan dijaga oleh puluhan pengawal bersenjata lengkap yang tampak sangat menyeramkan. Kirana merasa seolah ia sedang dibawa masuk ke dalam sarang macan yang siap menerkamnya kapan saja tanpa ada rasa belas kasihan.
"Saya akan melakukan apa pun untuk memastikan sejarah kelam keluarga saya tidak terulang kembali pada generasi kalian," ujar Arkananta sambil menghentikan mobil tepat di depan sebuah gedung beton yang kokoh.
Tim medis segera mengambil alih tubuh Pak Baskoro dan membawanya masuk ke dalam ruang perawatan khusus yang sudah disiapkan sebelumnya. Kirana berdiri di depan pintu ruangan tersebut, merasa sangat asing dengan lingkungan yang dipenuhi oleh peralatan teknologi canggih yang sangat modern. Ia merasa seperti seekor burung kecil yang tersesat di tengah badai besar yang tidak akan pernah berhenti menghantam hidupnya.
Arkananta mendekati Kirana dan memberikan sebuah kunci kecil yang terbuat dari perak murni yang tampak sangat kuno namun masih sangat berkilau. Ia membisikkan sesuatu tepat di telinga Kirana, sebuah perintah yang membuat jantung gadis itu seolah berhenti berdetak sesaat karena rasa terkejut. Perintah itu bukan sekadar tugas biasa, melainkan sebuah misi yang mempertaruhkan nyawa dan kehormatan keluarga Kirana di masa depan.
"Gunakan kunci ini untuk membuka laci rahasia di meja kerja ayahmu yang ada di rumah lama kalian, sekarang juga," bisik Arkananta dengan nada yang sangat penuh dengan tekanan.
Kirana membelalak sempurna, menyadari bahwa Arkananta sudah mengetahui keberadaan laci rahasia yang bahkan ia sendiri hampir melupakannya sejak lama. Ia merasa Arkananta adalah sosok yang sangat menakutkan karena mampu mengetahui segala detail terkecil dalam hidupnya tanpa ia sadari sedikit pun. Namun, sebelum Kirana sempat membalas ucapan itu, sebuah alarm tanda bahaya berbunyi sangat nyaring di seluruh penjuru markas rahasia tersebut.
"Tuan! Sistem pertahanan kita baru saja ditembus oleh pihak luar melalui jalur udara!" teriak salah satu pengawal dari arah ruang kendali utama.