NovelToon NovelToon
Erick-Melina Dosen Dan Mahasiswinya

Erick-Melina Dosen Dan Mahasiswinya

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Dosen / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Greta Ela

Melina Lamthana tak pernah merencanakan untuk jatuh cinta ditahun pertamanya kuliah. Ia hanya seorang mahasiswi biasa yang mencoba banyak hal baru dikampus. Mulai mengenali lingkungan kampus yang baru, beradaptasi kepada teman baru dan dosen. Gadis ini berasal dari SMA Chaya jurusan IPA dan Ia memilih jurusan biologi murnni sebagai program studi perkuliahannya dikarenakan juga dirinya menyatu dengan alam.

Sosok Melina selalu diperhatikan oleh Erick seorang dosen biologi muda yang dikenal dingin, cerdas, dan nyaris tak tersentuh gosip. Mahasiswi berbondong-bondong ingin mendapatkan hati sang dosen termasuk dosen perempuan muda. Namun, dihati Erick hanya terpikat oleh mahasiswa baru itu. Apakah mereka akan bersama?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Greta Ela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18

Mobil sedan hitam itu melaju memecah keheningan malam yang semakin larut. Lampu-lampu jalan menyinari wajah Erick yang tampak kaku, sementara Melina hanya bisa diam di samping Erick.

Perjalanan tanpa tujuan yang dilakukan Erick selama satu jam tadi tidak menjadikan ketenangan, melainkan justru memperkuat ketegangan di antara mereka.

Erick mengarahkan kemudi menuju gerbang belakang apartemen Melina. Suasana kabin mobil yang kedap suara itu terasa semakin menyesakkan.

Tepat saat mobil melewati polisi tidur, ponsel Melina yang diletakkan di atas dashboard bergetar pelan. Layarnya menyala, menampilkan notifikasi pesan masuk dari Instagram.

@Devano12: "Mel, gimana kabarmu? Baik-baik aja kan di apartemen sendirian?"

Hanya butuh satu detik bagi Erick untuk membaca kalimat itu. Matanya yang tajam seketika mengernyit penuh amarah.

Cengkeramannya pada setir mengeras hingga urat-urat di tangannya menonjol. Tanpa aba-aba, Erick melepaskan satu tangannya dan mengambil ponsel Melina dengan kasar.

"Erick! Apa yang kamu lakukan?" Melina tersentak, mencoba meraih ponselnya kembali.

"Laki-laki ini benar-benar tidak tahu diri," geram Erick dengan suara rendah yang mengancam.

"Dia sudah pulang kampung, tapi masih saja mencoba mencari celah untuk masuk ke hidupmu. Dia pikir siapa dirinya?"

Tangan Erick bergerak cepat diponsel Melina, ia berniat mencari tombol block untuk menghapus keberadaan Devano dari dunia digital Melina selamanya.

Ia ingin memaki mahasiswa itu, ingin mengirimkan pesan ancaman yang akan membuat Devano gemetar ketakutan, atau setidaknya membuat laki-laki itu tahu bahwa Melina bukanlah gadis yang bisa Ia dekati.

"Berikan ponselku, Erick! Kamu tidak berhak!" Melina dengan nekat merampas ponsel itu dari tangan Erick. Setelah berhasil mengambilnya, ia segera menekan tombol power hingga layar ponsel itu mati total.

Tindakan Melina justru membuat kemarahan Erick semakin memuncak. Ia menginjak rem dengan mendadak hingga tubuh mereka terdorong ke depan. Mobil berhenti tepat di pinggir jalan yang gelap dan sunyi, hanya beberapa ratus meter dari apartemen.

"Kamu membelanya?" Erick menoleh, menatap Melina dengan pandangan yang mengerikan.

"Kamu mematikan ponselmu agar aku tidak bisa memblokirnya? Apa dia begitu spesial bagimu sampai kamu harus bersikap seperti ini di depanku?!" Erick kehilangan kesabarannya.

"Bukan begitu, Erick! Kamu terlalu berlebihan!" Melina membalas dengan suara bergetar.

"Dia hanya bertanya kabar. Dia teman sekelasku. Jika kamu memblokirnya, dia akan curiga. Semua orang di kampus akan curiga!"

"Aku tidak peduli pada kampus! Aku tidak peduli pada apa pun kecuali kenyataan bahwa ada laki-laki lain yang mencoba menyentuh milikku!" Erick berteriak, suaranya menggema di dalam mobil.

Sifat posesif yang selama ini coba ia tekan meledak tanpa kendali. Di dalam kepalanya, Erick merasakan dorongan primitif yang sangat kuat. Ia ingin membawa Melina ke rumahnya malam ini juga.

Ia ingin mengunci pintu, membuang semua gangguan dari luar, dan menjadikan Melina miliknya sepenuhnya secara fisik dan batin. Ia ingin melakukan hubungan yang melampaui batas dosen dan mahasiswa, sebuah tindakan yang akan menandai Melina sebagai miliknya selamanya, sehingga tidak ada lagi kesempatan bagi orang seperti Devano untuk masuk.

Erick mendekatkan tubuhnya ke arah Melina, memojokkan gadis itu ke pintu mobil. Melina gemetar, ia mendongak dan menatap mata Erick yang dipenuhi gairah dan amarah yang bercampur aduk. Namun, saat mata mereka bertemu, Erick melihat sesuatu yang membuatnya seolah menyadarkan sssuatu.

Ia melihat ketakutan yang tulus di mata cokelat Melina. Ia melihat kepolosan yang begitu murni, yang selama ini selalu ia puji dan ia jaga. Gadis di depannya ini bukanlah wanita dewasa yang siap menghadapi kegelapan emosinya, dia adalah mahasiswinya, gadis muda yang mempercayainya sepenuhnya.

Dorongan nekat itu perlahan menurun, Erick memejamkan mata rapat-rapat, mencoba mengatur napasnya yang memburu. Tangannya yang tadi terkepal perlahan melemas.

Ia tidak tega. Ia tidak mungkin menghancurkan kepercayaan Melina hanya karena rasa cemburunya yang membabi buta. Ia masih memiliki hati nurani untuk tidak merusak masa depan gadis yang ia cintai dengan cara yang kasar.

"Maaf..." bisik Erick setelah keheningan panjang. Ia kembali ke posisi duduknya, menyandarkan kepala ke sandaran kursi dengan lemas.

"Maafkan aku, Melina."

Melina hanya bisa menunduk. Air mata perlahan jatuh di pipinya. Ia tidak menyangka bahwa cinta Erick bisa sekelam ini. Posesif yang ditunjukkan pria itu membuatnya merasa tercekik, namun di saat yang sama, ia merasa sangat berharga bagi Erick. Rasa takut dan haru berkecamuk didadanya.

Erick kembali melajukan mobilnya menuju gerbang belakang apartemen dengan sangat pelan. Suasana menjadi hening total. Tidak ada lagi teriakan, tidak ada lagi perdebatan. Hanya suara deru mesin dan detak jantung Melina yang masih tidak beraturan.

Sesampainya di tempat tujuan, Melina tidak langsung turun. Ia menatap Erick yang masih menatap lurus ke depan dengan wajah datar. Tanpa diduga, Melina condong ke depan dan memeluk Erick dengan erat. Ia melingkarkan lengannya di leher pria itu, menyandarkan kepalanya di dada bidang Erick yang masih terasa kaku.

Melina bisa merasakan kehangatan yang menjalar dari tubuh Erick, detak jantung pria itu yang perlahan mulai stabil. Pelukan itu adalah bentuk kasih sayang sekaligus penegasan bahwa Melina tidak akan pergi ke mana-mana.

Erick tertegun sejenak sebelum akhirnya membalas pelukan itu. Ia memeluk pinggang ramping Melina, membenamkan wajahnya di leher gadis itu, dan mengelus rambut panjangnya dengan gerakan yang sangat lembut, seolah meminta maaf atas kekasarannya tadi.

"Jangan takut padaku," bisik Erick lirih di telinga Melina.

"Aku hanya terlalu mencintaimu sampai aku merasa takut kehilanganmu setiap detiknya."

"Aku tidak akan ke mana-mana, Erick," jawab Melina pelan.

Setelah beberapa saat, Melina melepaskan pelukannya. Ia membuka pintu mobil dan turun dengan hati-hati. Ia berjalan cepat menuju tangga, masuk ke kamarnya dengan diam-diam agar tidak menarik perhatian satpam atau penghuni lain yang mungkin masih terbangun.

Sampai di dalam kamar yang gelap, Melina mengunci pintu dan menyandarkan tubuhnya di sana. Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya yang masih gemetar. Ia berjalan menuju tempat tidur dan duduk di tepinya.

Ia menyalakan kembali ponselnya. Layar itu kembali menampilkan pesan dari Devano.

Melina terdiam sejenak. Ia teringat kemarahan Erick, namun ia juga tahu bahwa ia tidak bisa bersikap kasar pada Devano tanpa alasan. Dengan tangan yang masih sedikit tidak stabil, ia mengetik balasan singkat yang sopan.

@Melinaa_: "Iya, Dev. Aku baik-baik saja di sini. Terima kasih sudah bertanya. Selamat beristirahat."

Setelah mengirim pesan itu, Melina segera meletakkan ponselnya jauh-jauh. Ia tidak ingin ada pesan masuk lagi yang bisa memicu keributan esok hari. Ia merebahkan tubuhnya di atas kasur, menatap langit-langit kamar yang gelap.

Pikirannya melayang pada sosok Erick. Pria yang bisa sangat lembut dan memanjakannya, namun juga bisa menjadi monster posesif dalam sekejap mata.

Melina menyadari bahwa liburan dua bulan ini tidak akan berjalan semudah yang ia bayangkan. Ada dua hati yang harus Ia jaga.

Dalam kelelahan batinnya, Melina akhirnya terlelap, berusaha melupakan rasa takutnya dan hanya menyisakan ingatan pelukan Erick tadi didalam mobil tadi.

1
Han Sejin
🤣🤣 temanya sama kaya punyaku 🤭 semangat ya, di tunggu update terbarunya.
Milkysoft_AiQ Chhi
🤔🤔🤔
Atelier
cepet sembuh ya Mel
Atelier
ini ujian🤭 pak...
Atelier
iya kadang emang begitu kok Mel
Tina
Jangan macam² ya erick, gw sentil ginjal lo nanti 🙄
Tina
paham rasanya jadi melina, energi terkuras karena frekuensi mereka tak sama 😌
Tina
ckckck erick, bisaan milih gaun kyak gitu.. apa maksudmu??🙄
Greta Ela🦋🌺: Author juga ga tau kak🤭
total 1 replies
Tina
so sweet banget kamu pak 😄
Tina
aku penggemar cowok gepeng, dan ini asli guanteng 😊
Atelier
jangan Erick!
Alexander BoniSamudra
jadi penasaran perbandingan harga makanan kantin SMA sama kantin Kampus 🤔
Greta Ela🦋🌺: Namanya juga anak kuliahan🤭
total 3 replies
Alexander BoniSamudra
Dosen : diluar perkiraan BMKG 😑
Alexander BoniSamudra
jadi keingat pas ujian praktek SMA😭😭😭
Mike_Shrye ❀∂я⒋ⷨ͢⚤
keknya pak Erick bentar lagi khilap deh😭
Mike_Shrye ❀∂я⒋ⷨ͢⚤
saingan baru ahay 😂😂
Mike_Shrye ❀∂я⒋ⷨ͢⚤
kasian aaaaa seneng kali ya🤣🤣🤣
Mike_Shrye ❀∂я⒋ⷨ͢⚤
eh beneran pak Erick lebih ganteng dari devano😭
Mike_Shrye ❀∂я⒋ⷨ͢⚤: balik lagi dukung pak Erick ah🤣
total 2 replies
Mike_Shrye ❀∂я⒋ⷨ͢⚤
panas gak tuuhh😂
Mike_Shrye ❀∂я⒋ⷨ͢⚤
iyess satu kelompok 🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!