Devan Arenra Michael adalah Laki-laki berumur 21 tahun yang menyukai sahabatnya sejak tiga tahun yang lalu. Takut ditolak yang berujung hubungan persahabatan mereka hancur, ia memilih memendamnya.
Vanya Allessia Lewis, perempuan dengan sejuta pesona, yang sedang berusaha mencari seorang pacar. Setiap ada yang dekat dengannya tidak sampai satu minggu cowok itu akan menghilang.
Vanya tidak tahu saja, dibalik pencarian dirinya mencari pacar, Devan dibalik rencana itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Citveyy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 6 Kampus
Semua mahasiswa berkumpul di lapangan kampus. Mereka sedang melaksanakan acara pembukaan masa pengenalan mahasiswa hingga suara sorak tepukan terdengar yang mengartikan kalau acaranya sudah di mulai.
Devan hampir melupakan satu hal, ia hampir melupakan menceritakan sesuatu pada Vegas. Karena terlalu sibuk mencari Vanya ia hampir melupakan masalah yang menurutnya sangat besar.
"Vegas gue mau ngomong sesuatu sama lo,"
Vegas mengangkat alisnya satu sedangkan Miko dan Noah saling melirik satu sama lain.
"Ikut gue," Devan berjalan lebih dulu menjauh dari lapangan di ikuti dengan Vegas.
Devan berhenti di tempat yang sunyi namun masih di area lapangan. Ia menatap Vegas dengan serius dan pikirannya langsung terlintas pada kejadian di mana Vanya yang sangat senang karena telah di Follow oleh Vegas.
"Kenapa lo follow Vanya di instagram?" Tanya Devan langsung, ia tak mau berbasa-basi karena ia sudah sangat penasaran.
Vegas mengernyitkan dahinya bingung.
"Lo follow Vanya di ig kemarin," Ucap Devan dengan mempertegas.
"Gue gak pernah follow dia."
"Tapi kemarin gue lihat secara langsung kalau lo Follow Vanya di Instagram Vegas!" Gemasnya. Devan sebenarnya sangat malas berbicara dengan Vegas yang cuek.
Vegas memeriksa Hp-nya dan ternyata benar kalau ia telah memfollow Vanya. Ia menghela nafas kasar karena langsung tahu siapa dalang di balik kesalahpahaman ini.
"Noah dan Miko yang pegang Hp gue kemarin. Lo bisa unfollow Vanya sendiri," Vegas memberikan Hp-nya pada Devan kemudian pergi dari aana dengan kedua tangan yang berada di saku celananya.
Devan menggertakkan giginya. "Sialan, awas aja lo berdua."
•••
Vanya menghapus keringat yang ada di pelipisnya setelah ketua panitia mengarahkan semua mahasiswa untuk mencari barisan jurusannya sendiri. Matanya mencari kesana kemari dimana tempat jurusannya berada, karena pada saat ketua panitia menyebut tempat jurusannya Vanya tak bisa melihatnya karena ia berada di barisan belakang.
Vanya mendengus karena Hp Devan tidak aktif, bisa-bisa dirinya akan di hukum kalau ia terlambat. Vanya melihat jam tangannya, ia mengumpat karena waktunya hanya tersisa 5 menit.
"Eh sorry, lo jurusan apa ya kalau boleh tahu?" Tanya Vanya memberhentikan langkah seorang perempuan berambut pendek.
Perempuan itu terdiam sejenak karena kagum melihat kecantikan Vanya.
"Gue jurusan komunikasi. Kalau lo?"
"Gue jurusan manajemen, lo tahu gak dimana barisan jurusan gue?"
"Di sana," Tunjuk gadis itu pada arah kanan. "Di dekat patung perahu itu. Gue tadi sempat kesana dan lihat kalau barisan di sana barisan jurusan lo,"
"Kalau begitu gue kesana dulu ya. Makasih, semoga kita ketemu lagi!" Vanya langsung berlari ke arah yang di tunjuk oleh gadis berambut pendek itu.
"Gila cantik banget. Dia pake skincare apa ya?"
•••
Devan baru ingin bergerak mencari Vanya namun perempuan itu sudah terlihat dengan nafas yang ngos-ngosan. Kasihan sekali calon istri masa depannya itu. Ini juga salahnya yang memarahi Miko dan Noah tadi sampai-sampai ia melupakan Vanya.
Devan bergerak ingin berjalan menemui Vanya tapi tangannya di tahan oleh Miko.
"Kenapa sih?"
"Lo pasti mau ke Vanya kan?"
"Gak usah nanya kalau sudah tahu. Lepasin tangan gue ih,"
"Dev, Vanya itu terlambat. Tuh.. lihat si kak Iin," Miko menunjuk wakil ketua Hmj jurusannya. "Vanya bakal di hukum, lo jangan halangi kak Iin, lo tahu betul kan gimana dia."
"Tapi gu----"
"Hust, jangan berisik," Tegur salah satu anggota di sana.
Vanya menunduk melihat tatapan senior yang sedang berjalan menuju padanya. Senior yang memakai almamater berwarna merah bata itu menatap Vanya dengan tatapan tajam membuat Vanya merinding melihatnya.
"Nama lo siapa?"
"Vanya kak," Cicitnya.
"Gue gak dengar, sebut nama lo yang besar!"
"Vanya kak!" Teriak Vanya membuat beberapa dari anggota Hmj jurusannya terkekeh.
"Lo tahu kan kesalahan lo?"
Vanya mengangguk pelan membuat Devan semakin tak tega melihatnya. Devan kembali ingin membantu Vanya tapi lagi-lagi ia di tahan oleh kedua sahabatnya.
"Jangan Dev. Kali ini jangan bantuin Vanya."
"Tapi kasihan, gue gak bisa lihat dia di marahin sama Iin," Devan menyebut nama seniornya tambah embel-embel menyebut 'kak' karena bagi Devan itu tak masalah dan sopan-sopan saja menurutnya.
"Tapi orang-orang bakal anggap Vanya manja kalau lo bantuin dia. Dan ini pun murni karena kesalahannya sendiri. Lo mau kalau Vanya di ejek sama anak-anak?"
"Tap----"
"Hust, dengarin kita kali ini Dev."
Devan mendesah kasar, jujur ia sangat khwatir pada Vanya. Tapi apa yang di katakan kedua sahabatnya benar kalau ia tak boleh membantu Vanya untuk kali ini.
"Gabung sama mereka dan jalan jongkok putarin patung perahu itu," Perintah Iin tak main-main membuat Vanya membulatkan matanya.
"Kenapa? Mau bantah omongan gue?"
"E...enggak kak," Vanya menggelengkan kepalanya kemudian berjalan bergabung pada barisan yang terlambat.
"Tunggu!"
Vegas tiba-tiba berbicara membuat semuanya menatap laki-laki itu yang sekarang menjabat sebagai ketua panitia.
"Gak usah lakuin hukumannya, kalian gabung kebarisan ini,"Suruhnya.
"Vegas maksud lo apa main suruh berhentiin mereka?" Tanya Iin tak terima.
"Ini baru hari pertama, besok kalau mereka masih terlambat lo boleh hukum mereka."
"Gak bisa gitu dong, mereka itu harus disiplin. Kalau lo manjain mereka, pasti mereka tambah menjadi-jadi,"
"Siapa yang manjain mereka?"
"Lo,"
"Gue ketua panitia di sini, gue dan teman-teman angkatan gue lebih berhak atur mereka," Cetusnya membuat Iin melongos pergi dari sana.
Vanya yang mendengar suara tegas Vegas tersenyum-senyum. Menurutnya Vegas terlihat sangat Cool melawan senior jahat itu. Dan yang paling menariknya Vegas ternyata ketua panitia. Vanya semakin semangat ingin menjadikan Vegas jadi pacarnya.
"Ngapain berdiri di sana, mau di hukum?"
Vanya terjingkat kaget mendengar suara yang mengagetkannya. Di tatapnya orang itu dengan tatapan kesal karena orang itu tidak mengangkat telfonnya tadi.
"Sana cepatan!"
"Iya kak," Vanya memaksakan senyumnya kemudian berjalan bergabung dengan barisan satu jurusannya.
•••
Devan menatap Vegas yang berbicara di depan juniornya. Sejak tadi ia membandingkan dirinya dan Vegas karena merasa Vegas adalah saingannya.
Devan mendengus melihat wajah Vanya yang sejak tadi tak menghilangkan senyumannya saat Vegas berbicara. Bahkan saat nama Vegas di sebut oleh moderator untuk maju berbicara, Vanya orang yang paling semangat bertepuk tangan membuat Devan semakin cemburu.
"Gue lebih keren kali daripada Vegas," Batinnya menjerit.
"Bicara gitu doang ma gue bisa juga kali. Caper banget, dia pikir dia keren apa kayak gitu,"
"Vanya juga ngapain sih senyum-senyum kemaseman kayak anak smp. Woi gue lebih keren! Kenapa sih orang-orang pada kagum sama si Vegas!"
Devan maju kemudian membisikkan sesuatu pada Mcnya. Mcnya terlihat mengerutkan dahinya sejenak namun melihat tatapan tajam Devan nyalinya langsung menciut.
"Sekian dan terima kasih wassalamualaikum wr.wb."
Vegas mengakhiri penyampaiannya kemudian berjalan ke belakang. Sesaat ia mengerutkan dahinya saat melihat Devan berdiri dari duduknya dan memperbaiki penampilannya.
"Sepertinya masih ada sedikit tambahan dari kakak kita Devan Arendra Michelle, kepada kak---"
Belum sempat Mc itu selesai berbicara Devan sudah merebut Mic yang di pegang Mc itu.
"To the point aja, gue mau bilang sama kalian semua buat gak terlambat kayak tadi, terutama lo," Tunjuk Devan pada Vanya yang mengangkat alisnya satu.
"Saya Dev....eh kak?" Tanya Vanya memastikan siapa tahu orang yang di maksud Devan bukan dirinya, mengingat mereka berdua adalah sahabat tak mungkin Devan menunjuk dirinya.
"Iya lo, pake nanya lagi. Kalau ada yang terlambat ataupun lupa sama aksesorisnya siap-siap aja lo dapat hukuman dari gua," Ucapnya mengintimidasi mahasiswa baru membuat mereka ketakutan.
"Oh iya satu lagi, lo gak usah senyum-senyum kayak tadi pas Vegas jelasin di depan. Lo kayak ketawain dia padahal dia gak ngelucu,"
Vanya melihat semua tatapan mengarah padanya lagi. Benar-benar Devan membuatnya malu. Vanya bahkan tak berani menatap Vegas karena Devan yang membongkar aibnya.
"Dengar gue gak sih lo?"
"I...iya kak," Cicit Vanya.
"Loh-loh kok suaranya di gituin sih, mana suaranya lucu banget lagi. Apa Vanya mau semua laki-laki di sini naksir sama dia apa. Nyesel gue anjing!"
"Gak usah suaranya di gituin, lo terkesan mau semua orang tahu kalau suara lo lucu,"
"Saya gak gitu kok kak," Vanya mulai tak terima dengan apa yang di katakan Devan.
"Sudah-sudah, Dev waktunya mereka istirahat," Ucap Vegas mengingatkan.
Devan undur diri, ia menyeringai puas saat melihat perubahan wajah Vanya yang kesal. Bukannya Devan marah karena Vanya yang merespon dengan wajah yang kesal, Devan malah ingin mencekik Vanya karena Vanya yang wajahnya persis seperti monyet. Itu lucu menurut Devan.
"Benar-benar titisan monyet."