Keira Nama Baru Di Kehidupan Kedua

Seiring waktu, Nino mulai lebih memperhatikan Keira. Ia kagum dengan cara kerja Keira yang cepat memahami data dan mampu menyusun analisis tajam tanpa banyak bimbingan.

Suatu sore, setelah sebagian besar karyawan pulang, Nino mendekati Keira yang masih sibuk di meja.

“Kamu tampak berbeda dari yang lain,” katanya pelan, “bukan hanya pintar, tapi ada sesuatu… sesuatu yang membuat orang ingin tahu lebih banyak tentangmu.”

Keira menatapnya sekilas, sedikit tersenyum. “Terima kasih. Aku hanya mencoba melakukan yang terbaik.”

Nino tersenyum hangat. “Aku yakin kamu bisa lebih dari itu. Kalau butuh bantuan, aku ada di sini.”

Keira merasa sedikit nyaman dengan perhatian itu. Namun ia tetap menjaga jarak. Dia tak mau orang lain tahu luka dalam yang masih mengendap.

Sementara itu, di rumah dan kantornya sendiri, Dion mulai merasakan penyesalan yang menusuk setiap hari. Ibu kandung Keira—yang juga ibunya—justru terlihat santai dan acuh tak acuh, seperti tak merasa bersalah sama sekali.

Dion sering melamun sendiri, Setiap malam ia selalu mimpi buruk. Hidupnya tidak tenang.

Ia merasakan ketakutan, dan seperti di kejar kejar sesuatu tapi tidak tau apa itu .

Belum lagi ia merasa menyesali keputusan yang pernah dibuatnya. Bayangan Gita dengan mata berkaca-kaca selalu muncul di benaknya.

“Apa yang sudah aku lakukan?” gumamnya, menyesal. Namun penyesalan itu datang terlambat.

Perceraian sudah tak bisa dihindari. Gita menghilang dari hidupnya, membawa pergi segalanya.

***

Malam menjelang, Keira duduk di balkon apartemennya. Angin malam menyapu wajahnya lembut. Ia menghela napas, menyadari ia sudah mengambil langkah besar untuk lepas dari masa lalu.

“Ini bukan akhir,” katanya pada dirinya sendiri. “Ini awal yang baru.”

Dalam hatinya, ia tahu bahwa akan ada seseorang yang tulus menemaninya, seseorang yang akan melihatnya bukan sebagai korban, tapi sebagai wanita kuat yang mampu mencintai dan dicintai kembali.

**

Keira menyandarkan kepalanya ke dinding balkon, menatap bintang-bintang yang berkelip jauh di sana.

“Sekarang aku adalah aku sendiri,” ucapnya pelan.

Saat sedang melamun terdengar bel apartemen nya, karena malas bangun Keira memandang pintu melihat siapa yang datang.

Saat tau siapa itu Keira membuka pintu dari jarak jauh, dan berseru pada tamunya untuk masuk.

"Masuk Amanda... Pintu tidak di kunci" ujar Keira

Amanda pun masuk dengan cepat tapi saat sudah didalam ia berhenti seakan mengingatkan sesuatu.

"Tunggu.... Pintu tidak di kunci?, tidak mungkin.... Kok bisa, bukanya walau tidak di kunci pintu tidak akan bus di buka dari luar jika tidak ada kartu akses, atau di buka dari dalam tapi tadi kok bisa di buka?" shock Manda. yang kaku.

"Keira.... apa di tempatmu ini ada hantu.... Keira tolong" seru Manda ketakutan

Keira yang baru sadar pun menepuk dahinya lalu mendekati Amanda,

"Tidak ada hantu, sudah jangan di pikirkan. Ada apa datang tumben kamu ada di rumah biasanya di rumah sakit?" tanya Keira untuk mengalihkan pembicaraan.

"Oh iya aku datang karena ada berita bagus, aku mendapatkan informasi jika penjual batu ada di negara C dua Minggu lagi" jawab Manda dengan antusias

Deg...." Negara itu" batin Keira

"Tapi baiklah aku yakin aku baik baik saja" batin Keira lagi untuk menenangkan hatinya sendiri

"Baik kita akan kesana dua minggu lagi, kamu siap siaplah ambil cuti kita akan berangkat bersama" ujar Keira

"Ok aku akan mulai ambil cuti untuk dua minggu lagi" jawab Amanda antusias

...----------------...

Hari-hari di kantor semakin akrab bagi Keira . Ia dikenal sebagai pegawai baru yang tenang, rajin, dan... entah kenapa, seperti bisa membaca situasi dengan sangat akurat. Teman-temannya mulai bergantung padanya bukan hanya karena keahlian kerja, tapi karena “feeling”-nya yang sering terbukti benar.

Padahal, mereka tidak tahu bahwa Keira diam-diam membaca pikiran mereka—bukan untuk memata-matai, tapi untuk memahami dan membantu.

Misalnya saat ia mendengar bisikan batin dari Ayu, rekan satu divisinya yang sedang panik karena salah input data tender. Keira pura-pura iseng mengecek file tersebut, lalu "tidak sengaja" menemukan kesalahan dan menyelamatkan proyek besar perusahaan.

“Wah, kamu jeli banget, Kei! Padahal aku udah lihat file itu lima kali!” ucap Ayu lega.

Keira hanya tersenyum kecil. Ia tahu betul apa yang ia lakukan.

**

Setiap hari, pikiran orang-orang berbisik di kepalanya. Awalnya mengganggu, tapi sebagai Ratu dari kehidupan lampau, Gita —yang kini hidup sebagai Keira—sudah terbiasa dengan kerumitan batin manusia.

Ada yang marah, ada yang kecewa, ada pula yang putus asa.

Ia tidak bisa membantu semua orang, tapi ia tahu kepada siapa ia bisa menyentuh hidupnya secara halus—dengan satu kalimat yang tepat, satu senyuman, atau satu keputusan yang bijak.

---

Hari ini Keira akan meminta cuti kepada Ares langsung, karena satu Minggu lagi ia harus pergi. Saat ini Keira sudah ada di depan ruangan Ares.

Tokkk.... Tokkk..... Tokkk... suara ketukan pintu dari Keira

"Masuk" jawab sang bos

"Permisi tuan Ares apa bisa bicara sebentar?" tanya Keira

Ares yang mendengar suara Keira pun mendongak ke arah Keira.

"Oh Keira ... silahkan duduk, ada perlu apa?" tanya Ares

"Terima kasih.... Begini saya mau minta izin cuti Minggu depan selama 2 Minggu, aku ada urusan penting. Apa bisa ?" tanya Keira

Ares tidak langsung menjawab, ia memandang Keira sebentar lalu menjawab.

"Apa ini sangat penting, hingga cuti dua Minggu?" tanya Ares

"Iya ini sangat penting untuk masa depan ku" jawab Keira santai

"Baik jika begitu, aku memberi izin tapi apa semua pekerjaan mu selesai minggu besok?" tanya Ares

"Sudah, dan ini semua hasil nya jadi aku sedang kosong saat ini" jawab Keira sembari menyerahkan semua hasil kerjanya.

Ares pun memeriksanya dan terlihat puas, " Baiklah, aku akan menandatangani surat cutimu, semoga semua berjalan lancar dan apa yang kau inginkan dapat terselesaikan" ujar Ares dengan sedikit senyum tulusnya.

"Terima kasih Ares" jawab Keira singkat.

Setelah itu Keira pun pamit untuk mengurus semuanya.

Setelah Keira keluar dari ruang Ares, Ares tersenyum kecil lalu melanjutkan pekerjaannya.

-----

Sementara itu, di tempat berbeda, Dion termenung di kursi kerjanya. Ia mulai terlihat kacau.

Rambut tak terurus, mata sayu. Ia telah mencari Gita ke mana-mana. Bahkan menyewa detektif, tapi nihil.

Ia tak tahu bahwa wanita yang ia cari kini hidup dengan identitas baru.

Dion menyimpan foto-foto mereka di meja kerja. Setiap kali ia melihat wajah Gita, hatinya mencelos.

Sedangkan ibu Gita, tetap hidup seperti biasa. Bahkan ia pernah berkata saat makan siang bersama Dion:

“Sudahlah, Gita itu terlalu polos. Kamu terlalu baik untuknya.”

Dion diam lalu menatap ibu dari Gita itu. Ia tahu, ibunya mungkin tak akan pernah berubah.

bersambung